PENDAHULUAN
Dua tipe ulkus peptik yang sering didapatkan adalah ulkus gaster dan ulkus duodenal. Nama ini berdasarkan lokasi di mana ulkus ini ditemukan. Ulkus gaster ditemukan di perut, sedangkan ulkus duodenal mulai dari usus kecil yang juga disebut dengan duodenum. Penyakit tukak peptik (TP) yaitu tukak lambung (TL) dan tukak duodenum (TD) merupakan penyakit yang masih banyak ditemukan dalam klinik terutama dalam kelompok umur di atas 45 tahun. Dewasa ini tukak lambung dan tukak duodenum dianggap sebagai dua penyakit yang berlainan dalam patogenesisnya. Namun secara patologi anatomis, gejala klinis, perjalanan penyakit dan komplikasi kedua kelainan tersebut serupa, sehingga dikelompokkan sebagai satu penyakit, ulkus peptikum.(1,2,3)
Secara klinis, suatu tukak adalah hilangnya epitel superficial atau lapisan lebih dalam dengan diameter ≥ 5mm yang dapat diamati secara endoskopis atau radiologis. Ulkus peptikum adalah putusnya kontinuitas/defek mukosa/submukosa lambung yang berbatas tegas dapat menembus muskularis mukosa sampai lapisan serosa sehingga terjadi perforasi. Kerusakan mukosa yang tidak meluas sampai ke bawah epitel disebut sebagai erosi, walaupun sering dianggap juga sebagai “ulkus” (mis., ulkus karena stress). Tukak peptik mempunyai sifat penetrasi, yang dimulai dari mukosa menembus ke lapisan yang lebih dalam. Bilamana terjadi penetrasi ke pembuluh darah terjadi perdarahan massif atau juga penetrasi seluruh dinding lambung maka terjadi perforasi akut.(2,5,6)
INSIDENS DAN EPIDEMIOLOGI
Tukak gaster tersebar di seluruh dunia, pada semua umur dengan prevalensi berbeda tergantung pada sosial ekonomi, demografi, dijumpai lebih banyak pada pria meningkat pada usia lanjut dan kelompok sosial ekonomi rendah dengan puncak dekade keenam. Di Indonesia, lebih banyak ditemukan pada orang-orang Tionghoa daripada orang Jawa. Tetapi juga banyak dijumpai pada suku Tapanuli, rakyat Sulawesi. Negeri yang rakyatnya banyak menderita tukak peptik diantaranya, ialah: Rusia, Jepang, dan Cili. Insidensi dan kekambuhan/rekurensi saat ini menurun sejak ditemukan kuman Helicobacter pylori (H.pylori) sebagai penyebab dan dilakukan terapi eradikasi. Insidensi ulkus peptikum yang jauh lebih rendah pada perempuan tampaknya berkaitan dengan jenis kelamin. Tukak peptik dapat dijumpai pada semua umur. Usia puncak 50-60 tahun, laki-laki / perempuan adalah 2:1, prevalensi seumur hidup adalah 10%.(2,5,6)
Prevalensi tukak Prevalensi tukak peptik di Indonesia pada beberapa penelitian ditemukan antara 6-15 % terutama pada usia 20-50 tahun. Tukak peptik merupakan lesi yang hilang timbul dan paling sering didiagnosis pada orang dewasa usia pertengahan sampai usia lanjut, tetapi lesi ini mungkin sudah muncul sejak usia muda.(7)
ETIOLOGI
Walaupun faktor penyebab yang penting adalah aktivitas pencernaan peptik oleh getah lambung, namun terdapat bukti yang menunjukkan bahwa banyak faktor yang berperan dalam patogenesis ulkus peptikum. Misalnya, bakteri H.Pylori dijumpai pada sekitar 90% penderita ulkus duodenum. Penyebab ulkus peptikum lainnya adalah sekresi bikarbonat mukosa, ciri genetik, dan stress. Ulkus peptikum dan duodenum dapat memiliki penyebab yang berbeda. Sejumlah penyakit yang dihubungkan dengan meningkat resiko terjadi ulkus peptikum, yaitu sirosis hati akibat alkohol, pankreatitis kronis, penyakit paru kronis, hiperparatiroidisme, gagal ginjal, transplantasi ginjal, tumor jinak- tumor ganas, dan sindrom Zollinger-Ellison.(6,8,9,10)
Infeksi Helicobacter pylori (H.pylori) merupakan penyebab ulkus yang paling sering. Akibatnya, pemberian antibiotik telah memperlihatkan bahwa hal ini merupakan pengobatan yang paling efektif bagi sebagian besar pasien ulkus yang tidak mengonsumsi obat anti-inflamasi nonsteroid (OAINS). H.pylori dapat bertahan dalam lingkungan yang asam di lapisan mukosa karena kuman ini memiliki urease khusus. Bakteri ini menggunakan urease untuk menghasilkan CO2 dan NH3. HCO3- serta NH4+ secara berurutan sehingga dapat menyanggan ion H+ di sekelilingnya. H.pylori dipindahkan dari satu orang ke orang lain, menyebabkan inflamasi pada mukosa lambung (gastritis, terutama di antrum). Ulkus peptikum atau duodenum sepuluh kali lebih sering terjadi pada kasus di atas dibandingkan bila orang tersebut tidak menderita gastritis tipe ini. Penyebab utama ulkus ini adalah gangguan fungsi sawar epitel yang disebabkan oleh infeksi.(10)
Mungkin bersamaan dengan pembentukan ulkus akibat infeksi, terdapat juga Peningkatan serangan kimia, seperti oleh radikal oksigen yang dibentuk oleh bakteri sendiri, serta leukosit dan makrofag yang mengambil bagian dalam respons imun, atau oleh pepsin karena H.pylori merangsang sekresi pepsinogen.(10)
Penyebab lain yang sering menimbulkan ulkus adalah penggunaan OAINS atau NSAID (Non-Steroidal Anti-Inflammatory Drugs) merupakan kelompok obat-obatan yang digunakan untuk meredakan rasa nyeri atau sakit, misal naproxen (Aleve®, Naprosyn®), ketorolac (Toradol®), oxaprozin (Daypro®), ibuprofen (Advil®,Motrin ®), dan aspirin (Bayer ®). Orang yang mengkonsumsi NSAID dalam jangka waktu lama dengan dosis tinggi memiliki resiko besar untuk terjadinya ulkus. Efek anti-inflamasi dan analgetiknya terutama didasarkan melalui penghambatan siklo-oksigenase sehingga menghambat sintesis prostaglandin (dari asam arakhidonat). Salah satu efek OAINS yang tidak diinginkan adalah obat ini menghambat sintesis prostaglandin secara sistemik, termasuk di epitel lambung dan duodenum. Pada satu sisi, hal ini menurunkan sekresi HCO3- (memperlemah perlindungan mukosa), tetapi pada sisi lain menghentikan penghambatan sekresi asam. Selain itu, obat ini merusak mukosa secara lokal melalui difusi non-ionik ke dalam sel mukosa (pH getah lambung << pK3+ OAINS). Selama penggunaan OAINS mungkin dapat timbul ulkus akut setelah beberap hari atau minggu. Efek penghambatan obat ini terhadap agregasi trombosit akan meningkatkan bahaya perdarahan ulkus.(1,9,10) Seringkali faktor psikogenik mempermudah pembentukan ulkus. Stres emosional yang kuat tanpa penyaluran dari “katup pengaman” (kadar kortisol tinggi) dan/atau gangguan kemampuan dalam mengatasi stress yang “normal”, misalnya pekerjaan, merupakan penyebab yang sering. Secara psikogenik, Peningkatan sekresi asam lambung dan pepsinogen, serta kebiasaam buruk yang berkaitan dengan stress (merokok dalam jumlah banyak, menggunakan obat sakit kepala (OAINS), dan alkohol berkadar tinggi) seringkali memainkan peranan penting.(10) Merokok merupakan faktor resiko terjadinya ulkus. Keseluruhan rangkaian, faktor tunggal yang cukup efektif tampak berakumulasi di sini. Alkohol dalam jumlah yang banyak atau dalam konsentrasi yang tinggi akan merusak mukosa, sedangkan minum anggur dan bit dalam jumlah yang sedang akan meningkatkan sekresi gastrin melalui komponen non-alkoholnya.(10) PATOFISIOLOGIS Patogenesis terjadinya TP adalah ketidakseimbangan antara faktor agresif yang dapat merusak mukosa dan faktor defensif yang memelihara keutuhan mukosa lambung dan duodenum.(7) Fungsi sfingter pilorus yang abnormal mengakibatkan terjadinya refluks empedu dan dianggap sebagai suatu mekanisme patogenik dalam timbulnya ulkus peptikum. Empedu mengganggu sawar mukosa lambung, menyebabkan timbulnya gastritis dan Peningkatan kepekaan terhadap pembentukan ulkus. Mukosa yang rusak akhirnya mengalami erosi dan dicerna oleh asam dan pepsin.(6) Faktor Asam Lambung “ No Acid No Ulcer” Schwarst 1910; Pengaturan Sekresi Asam Lambung pada Sel Parietal Sel parietal/oxyntic mengeluarkan asam lambung HCl, sel peptik/zimogen mengeluarkan pepsinogen yang oleh HCl dirubah jadi pepsin dimana HCl dan pepsin adalah faktor agresif terutama pepsin dengan mileu pH < 4 (sangat agresif terhadap mukosa lambung). Bahan iritan akan menimbulkan defek barier mukosa dan terjadi difusi balik ion H+. Histamin terangsang untuk lebih banyak mengeluarkan asam lambung, timbul dilatasi dan peningkatan permeabilitas pembuluh kapiler, kerusakan mukosa lambung, gastritis akut/kronik dan tukak gaster.(2) Membran plasma sel epitel lambung terdiri dari lapisan - lapisan lipid bersifat pendukung barier mukosa. Sel parietal dipengaruhi faktor genetik, yaitu seseorang dapat mempunyai massa sel parietal yang besar/sekresi lebih banyak. Tukak gaster yang letak dekat pilorus atau dijumpai bersamaan dengan tukak duodeni/antral gastritis biasanya disertai hipersekresi asam, sedangkan bila lokasinya pada tempat lain di lambung/pangastritis biasanya disertai hiposekresi asam.(2) Shay and Sun : Balance Theory 1974 : Tukak terjadi bila terjadi gangguan keseimbangan antara faktor agresif/asam dan pepsin dengan defensive (mukus, bikarbonat, aliran darah, PG), bisa faktor agresif meningkat atau faktor defensif menurun.(2) Helycobacter pylori (HP), “ No HP No Ulcer” Warren and Marshall 1983 HP adalah kuman pathogen gram negatif berbentuk batang/spiral, microaerofilik berflagela hidup pada permukaan epitel, mengandung urease ( Vac A, cag A, PAI dapat mentrans lokasi cag A kedalam sel host), hidup diantrum, migrasi ke proksimal lambung dapat berubah menjadi kokoid suatu bentuk dorman bakteri. Infeksi kuman HP akut dapat menimbulkan pan gastritis kronik diikuti atrofi sel mukosa korpus dan kelenjar, metaplasia intestinal dan hipoasiditas. Proses ini dipengaruhi oleh faktor host, lama infeksi (lokasi, respon inflamasi, genetik), bakteri (virulensi, struktur, adhesion, porins, enzim (urease vac A, cag A, dll) dan lingkungan (asam lambung, OAINS, empedu dan faktor iritan lainnya) dan terbentuknya gastritis kronik tukak gaster, Mucosal Associated Lymphoid Tissu (MALT) limfoma dan kanker lambung.(2) ANATOMI DAN FISIOLOGI Menurut definisi, ulkus peptikum dapat terletak di setiap bagian saluran cerna yang terkena getah asam lambung, yaitu esophagus, lambung, duodenum, dan setelah gastroenterostomi, juga jejunum. Ulkus peptikum dapat terjadi di setiap tempat dalam lambung, 90% terletak sepanjang kurvatura minor dan daerah kelenjar pilorus.(6) Lambung terletak oblik dari kiri ke kanan menyilang di abdomen atas tepat di bawah diafragma. Dalam keadaan kosong lambung menyerupai tabung bentuk J, dan bila penuh, berbentuk seperti buah pir raksasa. Kapasitas normal lambung adalah 1 sampai 2 L. Secara anatomis lambung terbagi atas fundus, korpus, dan antrum pilorikum atau pilorus. Sebelah kanan atas lambung terdapat cekungan kurvatura minor, dan bagian kiri bawah lambung terdapat kurvatura mayor. Sfingter pada kedua ujung lambung mengatur pengeluaran dan pemasukan yang terjadi. Sfingter kardia atau sfingter esophagus bawah, mengalirkan makanan masuk ke dalam lambung dan mencegah refluks isi lambung memasuki esophagus kembali. Daerah lambung tempat pembukaan sfingter kardia dikenal dengan nama daerah kardia. Di saat sfingter pilorikum terminal berelaksasi, makanan masuk ke dalam duodenum, dan ketika berkontraksi sfingter ini akan mencegah terjadinya aliran balik isi usus ke dalam lambung.(6) Sfingter pylorus memiliki arti klinis yang penting karena dapat mengalami stenosis (penyempitan pilorus yang menyumbat) sebagai penyulit penyakit ulkus peptikum.(6) Lambung tersusun atas empat lapisan. Tunika serosa atau lapisan luar merupakan bagian dari peritoneum viseralis. Bagian muskularis tersusun atas tiga lapis dan bukan dua lapis otot polos: lapisan longitudinal di bagian luar, lapisan sirkular di tengah, dan lapisan oblik di bagian dalam. Submukosa tersusun atas jaringan areolar longgar yang menghubungkan lapisan mukosa dan lapisan muskularis. Lapisan ini juga mengandung pleksus saraf, pembuluh darah, dan saluran limfe. Mukosa, lapisan dalam lambung, tersusun atas lipatan-lipatan longitudinal disebut rugae, yang memungkinkan terjadinya distensi lambung sewaktu diisi makanan.(6) Persarafan lambung sepenuhnya berasal dari sistem saraf otonom. Suplai saraf parasimpatis untuk lambung dan duodenum dihantarkan ke dan dari abdomen melalui saraf vagus. Trunkus mencabangkan ramus gastrika, pilorika, hepatika, dan seliaka. Persarafan simpatis melalui saraf splanchnicus major dan ganglia seliaka. Serabut-serabut aferen menghantarkan impuls nyeri yang dirangsang oleh peregangan, kontraksi otot, serta peradangan, dan dirasakan di daerah epigastrium abdomen. Serabut-serabut eferen simpatis menghambat motilitas dan sekresi lambung.(6) Seluruh suplai darah di lambung dan pankreas (serta hati, empedu dan limpa) terutama berasal dari arteri seliaka atau trunkus seliakus, yang mempercabangkan cabang-cabang yang menyuplai kurvatura minor dan mayor. Dua cabang arteri yang penting dalam klinis adalah arteria gastroduodenalis dan arteria pankreatikoduodenalis (retroduodenalis) yang berjalan sepanjang bulbus posterior duodenum. Ulkus pada dinding posterior duodenum dapat mengerosi arteri ini dan menyebabkan terjadinya perdarahan. Darah vena dari lambung dan duodenum, serta yang berasal dari pankreas, limpa, dan bagian lain saluran gastrointestinal, berjalan ke hati melalui vena porta.(6) Fisiologi Sekresi Gaster(2) HCl dan pepsin produk yang paling utama yang dapat menimbulkan kerusakan mukosa lambung. Sekresi asam basal dalam pola sirkadia, tertinggi terjadi pada malam hari dan terendah pada pagi hari. Faktor kolinergik melalui nervus vagus dan faktor histaminergik melalui sumber lokal digaster mempengaruhi produksi asam basal tersebut. Sekresi asam akibat perangsangan dihasilkan dalam tiga fase yang berbeda tergantung sumber rangsang (sefalik, gastric dan intestinal). Penglihatan, penciuman dan rasa dari makanan merupakan komponen fase sefalik melalui perangsangan nervus vagus. Fase gastrik terjadi pada saat makanan masuk kedalam lambung, komponen sekresi adalah kandungan makanan yang terdapat di dalamnya (asam amino dan amino bentuk lain) yang secara langsung merangsang sel G untuk melepaskan gastrin yang selanjutnya mengaktifasi sel-sel parietal melalui mekanisme langsung maupun mekanisme tidak langsung. Peregangan dinding lambung memicu pelepasan gastrin dan produksi asam.(2) Fase terakhir (intestinal) sekresi asam lambung dimulai pada saat makanan masuk kedalam usus dan diperantarai oleh adanya peregangan usus dan pencampuran kandungan makanan yang ada. Beberapa cara untuk menghambat sekresi asam juga berlangsung bersamaan. Somatostatin, suatu hormone gastrointestinal yang dilepaskan sel-sel endokrin didapati pada mukosa gaster (sel-sel D) dalam rangka merespon HCl. Somatostatin dapat menghambat produksi asalm melalui mekanisme langsung (sel-sel parietal) maupun tidak langsung (menurunkan pelepasan histamine dari sel-sel seperti enterokromafin (ECL) dan menimbulkan pelepasan gastrin melalui sel-sel G). Faktor rangsang tambahan yang dapat mengimbangi sekresi asam, antara lain neural ( sentral dan perifer) dan hormonal (sekresi dan kolesistokinin). Dalam keadaan fisiologi fase-fase tersebut langsung secara bersamaan.(2) GAMBARAN KLINIS Tidak semua nyeri pada abdomen merupakan suatu “ulkus”. Gejala yang paling penting dari ulkus adalah nyeri dan perdarahan. Gambaran klinis utama ulkus peptikum adalah nyeri epigastrium/nyeri ulu hati intermiten kronis yang secara khas akan mereda setelah makan atau menelan antasid. Nyeri biasanya timbul 2 sampai 3 jam setelah makan atau pada malam hari sewaktu lambung kosong. Nyeri ulkus peptikum seringkali digambarkan sebagai nyeri terisi, terbakar, atau rasa tidak enak/discomfort. Sekitar seperempat dari penderita ulkus mengalami perdarahan, walaupun hal ini lebih lazim terjadi pada ulkus duodenum. Gejala dan tanda penyakit ini adalah muntah, muntahan warna merah atau “seperti kopi”, mual, anoreksia, dan penurunan berat badan. Muntah kadang timbul pada tukak peptik disebabkan edema dan spasme seperti tukak kanal pilorik (obstruksi gastric outlet). Tukak prepilorik dan duodeni bisa menimbulkan gastric outlet obstruction melalui terbentuknya fibrosis/oedem dan spasme. Ulkus peptikum jarang bergejala sebagai nyeri perut bagian atas yang menetap; namun ciri khas ulkus peptikum adalah eksaserbasi dan remisi. Pola nyeri yang hilang setelah makan ini dapat saja tidak khas pada ulkus peptikum. Bahkan pada beberapa penderita ulkus peptikum, makanan dapat memperberat nyeri. Perdarahan pada ulkus seperti melena (berak hitam), atau merah tua tidak memberikan gejala apa-apa hingga pasien menjadi anemia, dimana gejala anemia yaitu fatigue, nafas pendek, dan warna kulit pucat.(1,2,6) I. Pemeriksaan Fisis Pemeriksaan jasmani sedikit membantu diagnosa, pada non komplikata adanya “epigastic tenderness” membantu diagnosa sedikit, yaitu karena lokalisasi di epigastrium antara umbilikus dan prosesus sifoideus. Timbulnya “diffuse superfisial tenderness” merupakan kemungkinan refleks viserosomatik. Seperti telah diketahui, semua serabut-serabut nyeri dari traktus gastrointestinalis melalui saraf simpatis menuju ke spinalcord. Tetapi pada persarafan di lambung dan duodenum oleh nervus splanknikus menuju ke segmen dari spinalcord. Telah dicoba dengan memberi infiltrasi dengan anestesi lokal pada dinding abdomen dan ternyata bahwa pada palpasi yang dalam timbul rasa nyeri yang lebih terlokalisasi pada tempat tukak. Pada sebagian penderita dengan palpasi dalam dan disertai dengan penekanan atau dengan masase, maka rasa nyerinya bertambah hebat.(3) Tukak tanpa komplikasi jarang menunjukkan kelainan fisik. Rasa sakit/nyeri ulu hati di kiri garis tengah perut, terjadi penurunan berat badan merupakan tanda fisik yang dapat dijumpai pada tukak gaster tanpa komplikasi. Nilai ramalan untuk tanda fisik ini kurang berarti. Perasaan sangat nyeri, nyeri tekan perut, perut diam tanpa terdengar peristaltik usus merupakan tanda peritonitis. Goncangan perut atau succusion splashing dijumpai 4-5 jam setelah makan disertai muntah-muntah yang dimuntahkan biasanya makanan yang dimakan beberap jam sebelumnya merupakan tanda adanya retensi cairan lambung, dari komplikasi tukak/gastric outlet obstruction atau stenosis pilorus. Takikardi, syok hipopolemik, tanda dari suatu perdarahan. Laboratorium tidak ada yang spesifik untuk penyakit tukak gaster.(2,5) II. Pemeriksaan Penunjang : Radiologi dan Endoskopi Pemeriksaan radiologi dengan barium meal kontras ganda dapat digunakan dalam menegakkan diagnosis tukak peptik. Gambaran radiologi suatu tukak berupa crater/kawah dengan batas jelas disertai lipatan mukosa yang teratur keluar dari pinggiran tukak dan niche dan gambaran suatu proses keganasan lambung biasanya dijumpai suatu filling defect.(2) Indikasi pemeriksaan endoskopi adalah penderita sirosis hati dengan perdarahan saluran cerna, penderita dengan keluhan dispepsia, gastritis, ulkus peptikum, akhalaisa serta kemungkinan tumor lambung. Sebelum dilakukan pemeriksaan endoskopi, penderita dipuasakan sejak jam 12.00 malam dan pada saat akan dilakukan pemeriksaan diberikan sulfas atropine 0,5 mg dan 20 mg Buscopan® secara intrasmuskuler serta anestesi lokal pada orofaring. Gambaran endoskopi untuk tukak jinak berupa luka terbuka dengan pinggiran teratur, mukosa licin dan normal disertai lipatan yang teratur keluar dari pinggiran tukak. Gambaran tukak gaster akibat keganasan adalah : Boorman I/polipoid, B-II/ulcerative, B-III/ infiltrative, B-IV/linitis plastika (scirrhus). Karena tingginya kejadian keganasan pada tukak gaster (70%) maka dianjurkan untuk dilakukan biopsi dan endoskopi ulang setelah 8-12 minggu terapi eradikasi.(2,3) III. Pemeriksaan Histopatologi Biopsi diambil dari pinggiran dan dasar tukak minimal 4 sampel untuk 2 kuadran, bila ukuran tukak besar diambil sampel dari 3 kuadran dari dasar, pinggir dan sekitar tukak (minimal 3x2 = 6 sampel). Dengan ditemukannya kuman Helicobacter pylori sebagai etiologi tukak peptik maka dianjurkan pemeriksaan tes CLO, serologi, dan UBT dengan biopsi melalui endoskopi. DIAGNOSIS Diagnosis tukak gaster ditegakkan berdasarkan: 1) pengamatan klinis, dispepsia (sakit dan discomfort), kelainan fisik yang dijumpai, sugesti pasien tukak. 2) hasil pemeriksaan Penunjang (radiologi dan endoskopi GI Upper). 3) hasil biopsi untuk pemeriksaan tes CLO (rapid ureum test),kriteria minimal untuk menegakkan diagnosis H.pylori jika hasil CLO dan atau PA positif ; histopatologi kuman Hp. 4) Antibodi (immunoglobulin G
DIAGNOSA BANDING
Diferensial diagnosa tukak peptik: 1) dispepsia non tukak; 2) dispepsia fungsional; 3) tumor lambung/saluran cerna atas proksimal; 4) Gastro esophageal reflux disease (GERD); 5) penyakit vaskular; 6) penyakit pankreato bilier; 7) Penyakit gastroduodenal Crohn’s.(2)
KOMPLIKASI
Komplikasi menurun setelah datangnya obat ARH2/PPI dan terapi eradikasi kuman HP. Komplikasi terdiri atas : 1) perdarahan saluran cerna bagian atas (hematemesis, melena); 2) perforasi/penetrasi (nyeri abdomen akut); 3) obstruksi/stenosis; 4) ulkus; 5) anemia karena gangguan abdsorpsi vitamin B12 ; 6) Kanker lambung (penurunan berat badan).(2,8,9,11)
PENATALAKSANAAN
Sugesti seseorang menderita penyakit tukak perlu dipikirkan bila ditemukan : 1) Adanya riwayat pasien tukak dalam keluarga, 2) Rasa sakit klasik dengan keluhan yang spesifik, 3) Faktor predisposisi seperti pemakaian OAINS, perokok berat dan alkohol, 4) Adanya penyakit kronik seperti PPOK dan sirosis hati, 5) Adanya hasil positif kuman HP dari serologi/IgG anti HP atau UBT.(2)
Istirahat. Dalam memberikan terapi terhadap tukak peptik akuta pada umumnya serupa dengan terhadap penderita tukak peptik kronik. Bila ditemukan penderita dengan keluhan berat, maka sebaiknya dirawat di rumah sakit, serta perlu istirahat untuk beberapa minggu. Penderita dengan keluhan ringan umumnya dapat dilakukan dengan berobat jalan. Penyembuhan akan lebih cepat dengan rawat inap walaupun mekanismenya belum jelas, kemungkinan oleh bertambahnya jam istirahat berkurangnya refluks empedu, stres dan penggunaan analgetik. Stres dan kecemasan memegang peran dalam Peningkatan asam lambung dan penyakit tukak. Walaupun masih ada silang pendapat mengenai hubungan stress dengan asam lambung, sebaiknya pasien hidup tenang dan menerima stress dengan wajar.(2,5)
Secara garis besar pengelolaan penderita dengan tukak peptik adalah sebagai berikut:(5)
1. Terapi konservatif
a. Diit. Merupakan peranan yang terpenting. Pada garis besarnya yang dipakai ialah cara pemberian diit lambung dengan dasarnya makan sedikit berulang kali, makanan yang banyak mengandung susu dalam porsi kecil. Jadi makanan yang dimakan harus lembek dan mudah dicernakan, tidak merangsang, kemungkinan dapat menetralisir asam HCl. Pemberiannya dalam porsi kecil dan berulang kali. Dilarang makan pedas, masam, alkohol.(5)
Perut tidak boleh kosong atau terlalu penuh. Kalau merasa lapar, harap segera diisi makanan lunak (boleh bubur, roti, buah-buahan yang tidak masam atau minum susu). Sebaliknya bila waktu makan, perut merasa penuh, walaupun porsi makanannya belum habis, sebaiknya dihentikan. Jangan memaksakan sampai porsi makanannya dihabiskan, kemungkinan akan menambah sakit perut atau timbul reaksi muntah. Jadi sebaiknya penderita tukak peptik mengetahui kemampuan perut yang sedang sakit.(5)
b. Tata cara hidup. Penderita tukak peptik, terutama yang berat harus banyak istirahat dan sebaiknya dirawat di rumah sakit untuk mencegah timbulnya komplikasi. Mereka yang ada dasar kelainan psikis, emosional, sebaiknya perlu ketenangan atau bila perlu dikonsulkan pada ahli jiwa klinik (psikologis klinik). Untuk sementara dapat diberikan sedative atau pemenang (tranquilizer) lainnya. Harus diingat bahwa obat ini bukan untuk mengobati tukak peptiknya, dan hanya sebagai obat tambahan. Oleh karena itu dosis yang diberikan sebaiknya yang rendah. Dengan dosis rendah akan menenangkan jiwa, atau mengurangi emosi penderita dan akan membantu mengurangi rasa nyeri, tetapi tidak menyembuhkan tukak.(5)
c. Merokok. Sampai saat sekarang tidak ada bukti bahwa merokok merupakan predisposisi untuk timbulnya tukak peptik. Yang jelas bahwa merokok akan mengurangi nafsu makan, dan dengan menghentikan merokok akan menambah nafsu makan. Buat perokok yang biasa merokok, dan sedang menderita tukak peptik atau sindroma dispepsia lainnya, akan menghambat proses penyembuhan. Sebaiknya penderita tukak peptik yang mengurangi/menghentikan merokok akan ikut membantu proses penyembuhannya. Oleh karena itu penderita perokok dengan sindroma dispepsia apapun bentuknya, dianjurkan untuk menghentikan kebiasaan merokok.(5)
d. Alkohol. Belum terbukti mempunyai bukti yang merugikan. Air jeruk yang asam, coca cola, bir, kopi tidak mempunyai pengaruh ulserogenik pada mukosa lambung tetapi dapat menambah sekresi asam lambung dan belum jelas dapat menghalangi penyembuhan tukak dan sebaiknya diminum jangka sewaktu perut kosong. Perubahan gaya hidup dan pekerjaan kadang-kadang menimbulkan kekambuhan penyakit tukak.(2)
2. Terapi Medikamentosa
Obat-obat tukak peptik adalah obat-obat yang bertujuan menghilangkan rasa nyeri / keluhan, menyembuhkan tukak, mencegah kekambuhan dan mencegah komplikasi. Berbagai macam obat telah banyak beredar untuk mengobati tukak peptik, di antaranya ialah : antasida, antikolinergik, prokinetik, obat golongan sitoprotektif, H2 reseptor antagonis, dan omeprazol.(5)
Penggunaan obat-obat ini sangat sering digunakan dengan kombinasi karena mengingat banyaknya faktor penyebab tukak peptik tersebut. Kombinasi obat digunakan karena hasil yang diperoleh dari terapi tunggal kurang memuaskan untuk tujuan pengobatan yang diinginkan. Perkembangan terapi kombinasi ini sangat mendukung kepatuhan pasien, karena selain efektifitas yang tinggi kemungkinan efek samping menjadi lebih kecil walaupun relatif lebih mahal. Terapi kombinasi dapat menekan angka kekambuhan dalam jangka panjang.(7)
Untuk mencegah perkembangan ulkus pada pasien yang mengkonsumsi NSAID dihubungkan dengan faktor resiko (riwayat ulkus peptikum atau perdarahan lambung, usia lebih dari 75 tahun, riwayat masalah pada kardiovaskuler) diberikan Misoprostole 200 mg 3x1.(9)
3. Terapi Pembedahan
Tujuan utama dari terapi pembedahan pada tukak peptik, ada dua pokok yang penting, yaitu: (5)
Untuk menekan faktor agresif terutama sekresi asam lambung dan pepsin terhadap pathogenesis tukak peptik. Hal ini penting sekali pada tukak duodenum.
Pada tukak lambung terutama untuk mengeluarkan tempat yang paling resisten di antrum, dan mengoreksi stasis di lambung. Untuk ini dilakukan reseksi antrum atau melakukan vagotomi.
Jadi tindakan pembedahan ada dua macam, yaitu : (5)
Reseksi bagian distal lambung atau gastrektomi sebagian (partial gastrectomy) ada dua cara, yaitu : gastroduodenostomi atau Billroth I dan gastroyeyenostomi atau Billroth II. Akibat tindakan gastrektomi, akan timbul beberapa keluhan, di antaranya; refluks esofagal, pengosongan lambung terlalu cepat (sindroma dumping), refluks enterogastrik, gastritis dan kemungkinan timbulnya karsinoma lambung di daerah anstomosis.(5,8)
Vagotomi. Ummnya vagotomi bermanfaat untuk mengurangi sekresi asam lambung terutama pada tukak duodenum. Beberapa keluhan yang sering timbul akibat vagotomi, di antaranya : disfagia, lambatnya pengosongan lambung atau retensi lambung, refluks duodenogastrik, muntah, dan diare. Ada tiga cara vagotomi, yaitu:(5)
Vagotomi Trunkal (VT)
Vagotomi lambung selektif (VLS)
Vagotomi lambung bagian proksimal (VLP) atau disebut pula vagotomi proksimal selektif.
Tukak Akibat Obat/Drug Induced Ulcer/Gastropati OAINS. Terapi tukak gastropati OAINS. Intervensi pengobatan: (2)
• Mencegah timbulnya tukak (selektip COX2 inhibitor)/profilaksis (Misoproston 4x250 / PPI pada gastropati OAINS menyembuhkan tukak aktif (OAINS distop diberi ARH2/PPI, OAINS diteruskan diberi PPI.
• Infeksi Helicobacter pylori (eradikasi bila tukak aktif atau pernah menderita tukak peptik).
Hasil evaluasi endoskopi pada penderita yang mendapatkan NSAID menunjukkan adanya iritasi mukosa lambung berupa petekiae, bahkan dapat timbul ulkus pada mukosa lambung; secara lokal umumnya obat-obat NSAID telah menyebabkan iritasi mukosa; bila terjadi kontak selama 3 jam, dengan endoskopi tampak tanda-tanda perdarahan mikroskopik.(3)
PROGNOSIS (8)
Apabila penyebab yang mendasari dari tukak peptik ini diatasi maka akan memberikan prognosis yang bagus.
Kebanyakan penderita sembuh dengan terapi untuk infeksi H.Pylori, menghindari OAINS dan meminum obat antisekretorus pada lambung.
Terapi untuk infeksi H.pylori akan mengubah secara alamiah riwayat penyakit dengan menurunkan angka rekurens 60-90 % dari 10% per tahun (menurut beberapa sumber, rekurensnya adalah 1-2%)
DAFTAR PUSTAKA
1. Schafer Theodore W. Peptic Ulcer Disease. The American College of Gastroenterology, Bethesda, Maryland.
2. Tarigan Pengarepen dan Akil H.A.M . Tukak Gaster dan Tukak Duodenum. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Keempat - Jilid I. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2006.p.338.
3. Djuwantoro Dwi ; Zubir Nasrul dan Julius. Diagnosis dan Pengobatan Tukak Pepti ; Gambaran Endoskopi Saluran Cerna Bagian Atas di Bagian Penyakit Dalam RSU dr.M. Jamil, Padang. Dalam : Cermin Dunia Kedokteran No. 79, 1992. Available from : http://kalbe.co.id/files/cdk/files/cdk_079_masalah_saluran_cerna.pdf
4. Anoynim. Peptic Ulcer Disease. [Cited 5/19/2011]. Available from : http://www.medicinenet.com/peptic_ulcer/article.htm
5. Hadi Sujono. GASTROENTERONOLOGI. Bandung : Penerbit P.T. Alumni. 1999.p.204-247
6. Hartanto Huriawati, Susi Natalia, Wulansari Pita, Mahanani DA,editors. PATOFISIOLOGI : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6, Volume 1. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2003.p.417.
7. Nasif Hansen, Dahlan Rajjudin, dan Lingga Laida Ida. Profil dan Optimalisasi Penggunaan Kombinasi Anti Tukak Peptik dengan Antasida pada Pasien Tukak Peptik di Ruang Rawat Inap SMF Penyakit Dalam RSAM Bukit Tinggi. Fakultas Farmasi Universitas Andalas Padang, Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi. Vol. 12, No. 1, 2007, halaman 24-33. Available from : http://ffarmasi.unand.ac.id/pub/jurnal%20hansen.pdf
8. Anonym. Peptic Ulcer Disease.
9. Lebedeva Marta. Protocol for Diagnosis and Treatment of PEPTIC ULCER IN ADULTS. The American International Health Alliance. New Jersey, USA.
10. Liena, Resmisari Titiek, Setiawan Iwan, Mochtar Iqbal. TEKS & ATLAS BERWARNA PATOFISIOLOGI. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2007.p.144-146
11. Mansjoer Arif, Triyanti Kuspuji, Savitri Rakhmi, Wardhani Ika W, Setiowulan Wiwiek,editors. KAPITA SELEKTA KEDOKTERAN, Edisi Ketiga Jilid Pertama. Jakarta : Penerbit Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2001.p.493.
1 komentar:
keren blognya. sangat membantu.
Posting Komentar