Senin, 26 September 2011

Bersama Papa [Part One]

Bismillahirrahmanirrahim…


Ada kisah-kisah yang ingin diuraikan, yang terjadi pada diri ini hampir sebulan. Aku tak menduga bahwa ini akan menimpaku. Bukanlah suatu hal yang buruk tapi bukan juga suatu hal yang baik, persepsi itu menurut aku. Aku berusaha menikmati apa yang aku alami, apa yang mendera, apa yang aku rasa. Aku berusaha untuk ikhlas menjalaninya. Aku berusaha untuk tetap bersikap kuat dan tegar. Aku berusaha untuk mengurangi keluh kesah. Aku berusaha menyimpan itu baik-baik, menguncinya di dalam hati yang paling ‘Profunda’.


Bermula dari kelulusan Ayah sebagai ‘MaBa’ di program pasca sarjana (S3). Aku pertama kali mendengar hal itu, aku antara bahagia dan pikiran ku jauh memikirkan ‘nasib’ aku kelak. Aku sadari bahwa kegelisahanku, seringkali membuat aku berfikir ‘negatif’. Tapi aku berusaha untuk yakini diri bahwa aku pasti bisa, bahwa aku akan baik-baik saja. Penguatan yang aku berikan untuk diri aku sendiri, sedikitnya mengurangi kegelisahan, mereda ketakutan. Aku butuh penguatan yang orang-orang sekitar aku, aku butuh itu. Aku butuh pengertian atas diri ini dari mereka.


Hari-hari yang aku lalui bersama ayah selama di Makassar, buat aku tersadar bahwa seberapapun aku tidak menyukai sifat,sikap,karakter beliau. Tetap beliau adalah seorang ayah. Tetap beliau adalah kewajiban aku untuk mengurus kebutuhan beliau. Dan tetap aku harus bisa menjalani semuanya. Masalah keikhlasan,dimana aku ikhlas atau tidak. Aku bertawwakkal kepada Allah azza wa jalla. Tapi yang aku pinta,mohon dariNya adalah terimalah amal aku, aku melakukan apa yang menjadi kewajibanku atas Ayah aku karena Allah, karena aku ingin berbakti. 

Saat aku menulis ini, mata ku berkaca-kaca. Aku menulis, untuk mengungkapkan apa yang belum bisa dikatakan oleh lidah. Menulis adalah Pesan dari Hati. 


Beratnya beban dari Hati, ingin aku kikis melalui tulisan. Aku ingin memberikan sedikit udara untuk hati ini. Biarlah dia hirup dengan bebas, dengan rasa bahagia. 


Aku menyadari bahwa salah satu faktor sakitnya fisik akibat psikis. Karena itu aku ingin mencegah dengan tulisan.


Ayah tahun ini berumur 60 tahun, bukanlah usia yang muda lagi. Tapi aku menghargai dan menghormati semangat beliau dalam menuntut ilmu. Aku memberikan penghargaan untuk beliau. Dengan niat beliau untuk memberikan motivasi kepada kami, anak-anaknya. Niat beliau yang sering beliau sampaikan kepada ‘tiap orang’ yang beliau temui. Mungkin itu udah menjadi salah satu karakter/sifat dari beliau. Menceritakan hal-hal yang ‘membanggakan’ dari sisi pretisius dalam lingkungan bersosial,bermasyarakat.


Aku memaklumi semua yang beliau miliki, sifat-sifatnya,sikap-sikapnya, cara berbicara, cara berpendapat, cara beliau tertawa, cara beliau makan, cara beliau mengungkapkan apa yang beliau rasa, cara beliau beribadah, dan lain sebagainya. Aku hanya berusaha menjadi anak, dan sedikit berusaha jadi seorang teman untuk beliau. Tapi aku gak tau apakah aku telah berhasil menjadi teman beliau ?  Who Knows ?


Ayah, salah satu motivator aku. Aku selalu ingin berkata terimakasih dan maaf sama beliau. Tapi karena momentnya belum pas, jadi aku belum bisa bilang. Kalau ingin mengungkapkan sesuatu, aku selalu menunggu moment yang pas.Soalnya takut. Rasa takut itu lebih menguasai diriku.. (Haaaaaaaaaahhh…cape deh >>> bête kan? Apalagi diriku?)


Aku selalu menilai seseorang bukan saja dari satu sisi, termasuk Ayah aku. Karena keyakinan yang membawa aku untuk berfikir, berasumsi demikian. Manusia pasti ada sisi baiknya, sisi kemanusiaannya. Manusia melakukan keburukan pasti ada alasannya, pasti ada yang mempengaruhinya.


Tapi disini aku ingin mengungkapkan kejujuran. *Bismillah, semoga Allah menuntutku untuk mengikisnya, menghilangkannya yaitu apa yang aku simpan dalam hati.Amin. Aku takut karena rasa ini, saat ajal menjemput ayah maka itu akan menjadi penghalang untuk beliau masuk ke liang lahat. Aku mungkin terpengaruh karena film film ceritanya anak yang belum memaafkan sang ayah, karena perbuatan ayah terhadap dirinya. Aku beristigfar, dan aku ingin meminta maaf kepada ayah.


Aku sangat sayang sama papa, aku berusaha untuk tidak mengeluh jika mengurus papa. Walau capek mendera. Tapi aku juga manusia, aku sangat capek. Aku sekarang coAss di bagian Forensik. Saat masuk minggu ke-4 aku udah mulai merasa badan aku tak kuat. Akhirnya selama sepekan aku beristirahat, tapi tetap aku berusaha masak untuk papa. Seperti biasanya. Aku berusaha untuk tetap mengurus papa. Dan aku memutuskan untuk keluar dari Forensik.


Aku belum bisa untuk membagi waktu untuk hal-hal ini, selama ini yang aku fikirkan hanya coAss. Tapi kalo sudah ada orangTua yang tinggal bersama, yang aku fikirkan adalah orangTua. 

Makanan untuk ayah adalah makanan khusus secara beliau penderita diabetes kalau ngak salah dari tahun 1996. Aku berusaha untuk memasak makanan untuk papa sendiri, gak beli di luar walau secapek apapun. Tapi kadang-kadang ada saja ya sifat beliau yang bikin bête, sebel, jengkel. Aku gak berusaha mengungkapkan dengan kata-kata tapi dengan tingkah laku. Namun berusaha disamarkan.


Usaha aku begitu keras untuk menjaga perasaan orang lain, dibandingkan perasaan aku sendiri. Tapi kadang-kadang kalau sifat egois aku muncul. Ya gitu egois.. :D


[Bersambung…]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar