Jumat, 23 Juli 2010
Berawal dari Curhat...
Bismillahirrahmanirrahim...
Seseorang duduk di atas tempat tidur yang hanya muat untuk satu orang, dengan laptopnya yang kadang-kadang layarnya menunjukkan “sakit”nya, Namun Alhamdulillah karena laptop “turun temurun” inilah yang membantunya dalam menyelesaikan setiap amanah yang ada. Jari jemarinya mulai memainkan tombol tiap huruf, laksana memainkan sebuah piano. Iramanya tak beraturan. Tapi enak di dengar dan dia pun mulai bercerita.
________________________________________________________________________________
Alur Hidup yang kujalani adalah sebuah takdir. Tak pernah ku tahu ataupun ku meminta akan lahir di keluarga manakah aku, dan aku akan tumbuh-berkembang di lingkungan yang seperti apa. Aku berusaha bersyukur dengan apa yang ada, dengan apa yang terjadi, dengan apa yang kurasa. Fase-fase kehidupan menjadi pembelajaran yang punya makna tersendiri, baik tersirat ataukah tersurat. Akal mencoba menalar semua yang terjadi. Mengingat yang pahit dan manis. Semua adalah Pengalaman. Benarlah kata bijak “Pengalaman adalah guru yang terbaik”. Karena semuanya butuh proses.
Tak baik menyesal jikalau sudah terjadi, karena itulah yang terbaik menurut Allah untuk ku. Walaupun sebenarnya, ada rasa berat di hati. Namun, berusaha mencintainya seperti sebuah lirik lagu Dewa “Cinta datang karena telah terbiasa.” Ada yang berkata, “Kamu hebat, karena mampu bertahan untuk menjalani sesuatu yang tidak kamu cintai” Kata-kata seperti yang itu yang kubutuhkan, tapi sekarang jarang ku dengar bahkan tak ada sama sekali. Sedih, ya memang sedih. Itsn’t my soul. Jiwa ku bukan berada ditempat ini, lingkungan ini. Tapi, apakah yang membuat ku bertahan? “Allah, Keluarga dan teman-teman.”
Jika aku tidak ada disini, mungkin aku tidak akan berada di antara orang-orang yang cerdas, berwawasan luas dengan skill, dengan ability yang baik. Subhanallah, itulah salah satu karunia dari Allah. Anugerah luar biasa. Bersama mereka, ritme dakwah kian menarik, butuh usaha, kesabaran dan keikhlasan. Hingga terbentuk kematangan jiwa. Dan Alhamdulillah, ku mulai suka dengan”nya”. Ditambah dengan diskusi Aku dan Ayah.
Aku berusaha menjadi pendengar yang baik untuk siapapun, walau terkadang untuk memahami cukup sulit. Sebelum memahami, kita perlu mengerti. Awal mula datang nya pengertian adalah dengan seringnya mendengar. Allah memberikan kenikmatan dengan 2 telinga. Banyak artikel yang ku baca menyebutkan “Allah memberikan 2 telinga dan 1 mulut, agar kita lebih banyak mendengar dan sedikit Berbicara” Namun Mendengar hal-hal yang seperti apa dulu. Dusta kah, Ghibah kah, atau apa? Wallahu ‘Alam.
Selama beberapa pekan, ku mulai mencoba untuk membangun komunikasi dengan baik. Dengan style ku yang terkadang humoris, terkadang diam dan pada dasarnya ku emang tidak banyak bertanya mengenai privasi orang. Yang Ku mau adalah orangnya sendiri yang bercerita karena dia percaya padaku, bukan karena ku desak dengan pertanyaan yang takutnya akan memojokkan dia atau membuatnya tersinggung. Aku juga berusaha untuk menempatkan diri pada posisi orang tersebut, jika ku juga di buat seperti itu. Karena kita tak tahu hati seseorang kecuali dia dan Allah swt. Bersikap hati-hati itu perlu atas apa yang kita ucapkan ataupun yang kita lakukan. Seperti status FB ku beberapa hari yang lalu “Ketika seseorang memberikan saran/kritik terkadang mereka tidak memanage lidahnya dengan baik. Nasehatlah dengan menggunakan Ilmu. Berkatalah yang baik untuk kebaikan”
Lihatlah dan dengarlah begitu hebatnya LIDAH yang TAK BERTULANG. Lidah laksana pedang bermata 2. Salah-salah digunakan maka akan menjadi penyakit, boomerang yang menyebabkan kehancuran bahkan kehinaan untuk yang mengucapkan, yang mendengarkan. Astagfirullahal ‘adzim. Lidah akan mengikuti apa yang dirasa dan difikirkan orang lain. Bisa jadi kebiasaannya atau lingkungan dimana dia berada mempengaruhi cara bicara seseorang, namun semua itu adalah tergantung manusianya, karena manusia adalah nahkoda untuk dirinya sendiri, maka pengendalian diri itu perlu.
Dari Mu’az bin Jabal radhiallahuanhu dia berkata : Saya berkata : Ya Rasulullah, beritahukan saya tentang perbuatan yang dapat memasukkan saya ke dalam syurga dan menjauhkan saya dari neraka, beliau bersabda: Engkau telah bertanya tentang sesuatu yang besar, dan perkara tersebut mudah bagi mereka yang dimudahkan Allah ta’ala, : Beribadah kepada Allah dan tidak menyekutukannya sedikitpun, menegakkan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan pergi haji. Kemudian beliau (Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam) bersabda: Maukah engkau aku beritahukan tentang pintu-pintu syurga ?; Puasa adalah benteng, Sodaqoh akan memastikan (menghapus) kesalahan sebagaimana air mematikan api, dan shalatnya seseorang di tengah malam (qiyamullail), kemudian beliau membacakan ayat (yang artinya) : “ Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya….”. Kemudian beliau bersabda: Maukah kalian aku beritahukan pokok dari segala perkara, tiangnya dan puncaknya ?, aku menjawab : Mau ya Nabi Allah. Pokok perkara adalah Islam, tiangnya adalah shalat dan puncaknya adalah Jihad. Kemudian beliau bersabda : Maukah kalian aku beritahukan sesuatu (yang jika kalian laksanakan) kalian dapat memiliki semua itu?, saya berkata : Mau ya Rasulullah. Maka Rasulullah memegang lisannya lalu bersabda: Jagalah ini (dari perkataan kotor/buruk). Saya berkata: Ya Nabi Allah, apakah kita akan dihukum juga atas apa yang kita bicarakan ?, beliau bersabda: Ah kamu ini, adakah yang menyebabkan seseorang terjungkel wajahnya di neraka –atau sabda beliau : diatas hidungnya- selain buah dari yang diucapkan oleh lisan-lisan mereka . (Riwayat Turmuzi dan dia berkata: Haditsnya hasan shaheh)
Segala apa yang kita perbuat dan kita lakukan akan dipertanggungjawabkan di akhirat, dan tidak ada yang menolong diri kita selain kita sendiri. Bahaya lisan dan perbuatannya akan dibalas dan bahwa dia dan mencampakkan seseorang ke neraka karena ucapannya. Subhanallah, Begitu Pentingnya menjaga lisan.
Dari Abu Hurairah radhiallahuanhu, sesungguhnya Rasulullah bersabda: Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah dia berkata baik atau diam, siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah dia menghormati tetangganya dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah dia memuliakan tamunya (Riwayat Bukhori dan Muslim)
Dari Hadist di atas dapat kita ambil pelajaran bahwa :
• Termasuk kesempurnaan iman adalah perkataan yang baik dan diam dari selainnya .
• Berlebih-lebihan dalam pembicaraan dapat menyebabkan kehancuran, sedangkan menjaga pembicaraan merupakan jalan keselamatan.
• Islam sangat menjaga agar seorang muslim berbicara apa yang bermanfaat dan mencegah perkataan yang diharamkan dalam setiap kondisi.
• Tidak memperbanyak pembicaraan yang diperbolehkan, karena hal tersebut dapat menyeret kepada perbuatan yang diharamkan atau yang makruh.
• Wajib berbicara saat dibutuhkan, khususnya jika bertujuan menerangkan yang haq dan beramar ma’ruf nahi munkar.
Dan terkait dengan Lisan, diidentik dengan kaum Hawa, dengan suka menghibah,dengan cerewetnya. Wanita perlu mengintropeksi hati nuraninya dan mengevaluasi apa yang telah dikatakan ataukah di perbuat. Jangan sampai karena lisan kita, maka seluruh pahala yang telah kita lakukan telah lenyap. Astagfirullah. Namun kita pun jangan pula berbangga diri dengan amal-amal yang ada, karena kita tidak pernah tahu apakah amal diterima atau tidak? Seperti kisah singkat ini, “Saudah, seorang wanita ahli ibadah dari Bashrah ditanya,”Apakah anda tidak takut ujub (bangga diri)?”Dia mengangkat kepala dan berkata, “Bagaimana seseorang bisa ujub terhadap amalnya sementara dia tidak tahu apakah amalnya diterima?” Intinya cubit dulu daging sendiri, jika sakit maka jangan lakukan hal itu ke orang lain.
Ada pepatah, wallahu ‘alam apakah popular tidak dalam kehidupan?, pepatahnya gini “Barangsiapa yang manis lidahnya, akan banyak kawan akrabnya” Begitu jitu jurus Bermulut Manis, namun tetap ingat Lisan bisa mendatangkan musuh tapi juga teman. Its All, according to ourselves. Mari SEMANGAT memperbaiki diri, dimulai dari diri kita dengan hal-hal kecil!!!.
______________________________________________________________________________
Sejenak dia tertegun, berawal dari curhatan tentang apa yang dia alami, namun dia telah bercerita dengan mentausiyah dirinya sendiri dan berharap bahwa inipun berguna untuk orang lain. Mengingat betapa Pentingnya lisan. Suatu hari, Imam Al Ghozali berkumpul dengan murid-muridnya. Lalu ia bertanya kepada mereka, "Apakah yang paling tajam di dunia ini?". Murid-muridnya menjawab dengan serentak, pedang. Benar kata Imam Ghozali, tapi yang paling tajam adalah "lidah manusia". Karena melalui lidah, manusia dengan gampangnya menyakiti hati dan melukai perasaan saudaranya sendiri.
Semoga kita selalu memuhasabah diri kita masing-masing, karena sejatinya tak ada manusia yang sempurna. Karena sejatinya manusia adalah tempat salah dan dosa. Karena sejatinya hidayahNya datang atas kehendak apakah melalui peristiwa atau perantara(manusia). Wallahu Alam Bisshawab. Semoga Allah selalu mencurahkan HidayahNya untuk kita semua. Aamiin Allahumma Aamiin..
Makassar, Dimulai 05 April dan berakhir 24 April 2010
09.21 Wita
Tidak ada komentar:
Posting Komentar