Sabtu, 22 Juni 2013

JURNAL : Cell Therapy In Burn Injury Repair



TERAPI SEL PADA OPERASI LUKA BAKAR

Abstrak
Penggantian kulit telah menjadi bagian yang menantang dalam penyembuhan luka bakar. Penerapan laboratorium berbasis teknik ekspansi jaringan adalah solusi potensial terhadap masalah penutupan pada area permukaan kulit. Untungnya, kemajuan telah dibuat melalui pendekatan transplantasi allograft dan autograft untuk menggantikan kulit secara sementara ataupun permanen. Meskipun begitu dalam progressnya, perkembangan pengobatan baru untuk korban luka bakar masih menjadi masalah pada skin grafts.  Folikel rambut, kelenjar keringat dan bagian kulit normal lainnya tidak terdapat pada kulit yang dicangkok. Para ilmuwan percaya bahwa stem cell dengan karakteristik unik termasuk pembaharuan diri (self renewal) dan diferensiasi mungkin memiliki potensi sebagai jalan untuk melakukan rekonstruksi pada beberapa struktur di dalam luka. Jadi, peningkatan pemahaman tentang stem cell secara potensial dapat membantu pengembangan terapi baru untuk mengatasi masalah dalam penyembuhan luka.
Kata kunci : Luka Bakar, Terapi Sel, Transplantasi Kulit, Stem Cell


Pendahuluan
Luka bakar merupakan salah satu bentuk trauma yang paling sering. Pasien-pasien dengan cedera termal yang serius dengan segera memerlukan perawatan khusus untuk meminimalisir morbiditas dan mortalitas. Sebuah laporan dari National Center for Injury Prevention and Control di Amerika Serikat menunjukkan sekitar 1,2 juta orang terkena cedera luka bakar. Kasus luka bakar di Iran, seperti negara-negara berkembang lainnya, jauh lebih sering daripada di USA. Selain itu, rata-rata usia pasien Iran adalah lebih muda daripada yang lain, dan tingkat mortalitasnya lebih tinggi. Pada studi epidemiologi di Tokyo, tingkat mortalitas secara keseluruhan adalah 15,4%, sedangkan di Shiraz pada tingkat ini adalah 32%.
Pilihan antara perbaikan jaringan atau metode penggantian karena kehilangan kulit baik akut maupun kronis membutuhkan informasi tentang tingkat keparahan dari luka bakar, termasuk usia pasien, ukuran dan kedalaman luka bakar, dan lokasi luka bakar. Luka bakar dibagi menurut kedalamannya, meliputi derajat satu, dua, tiga yang terkadang dikenal sebagai superfisial, partial-thickness, atau full-thickness, secara berturut-turut.
Luka bakar derajat satu (superfisial) melibatkan kerusakan jaringan minimal dan melibatkan lapisan kulit superfisial saja (epidermis). Tipe ini biasanya sembuh dalam 5-6 hari tanpa skar permanen. Luka derajat dua (partial-thickness) mempengaruhi epidermis dan dermis sehingga menyebabkan kemerahan, nyeri, bengkak dan lepuh. Tipe ini biasanya sembuh dalam 3-4 minggu, dan pembentukan skar mungkin terjadi. Luka bakar derajat tiga (full-thickness) mempengaruhi epidermis, dermis, dan hipodermis; menyebabkan luka hangus di kulit, atau putih translusen akibat koagulasi pembuluh darah yang terlihat di bawah permukaan kulit. Tipe ini dapat sangat nyeri atau relatif tidak nyeri jika luka bakar sudah merusak ujung saraf. Luka bakar ini kritis dan segera memerlukan perhatian medis.
Hilangnya kulit fungsional sebagai barrier dapat meningkatkan kerentanan terjadinya infeksi yang merupakan penyebab mayor dari morbiditas dan mortalitas luka bakar. Kulit adalah organ terbesar tubuh. Struktur kulit telah didesain fungsinya sebagai lini pertama pertahanan tubuh dalam melawan organisme dan benda asing. Kulit mempunyai sistem imun spesifik dan fungsi metabolik dan penting dalam meregulasi suhu tubuh, cairan dan elektrolit. Kulit mengandung tiga lapisan utama, yaitu epidermis, dermis, hipodermis atau lemak subkutan. Lapisan barrier epidermis ini relatif tipis (kedalaman 0,1-0,2 mm) dan sel-sel yang paling banyak di epidermis adalah keratinosit yang membentuk permukaan lapisan barrier. Dermis bervariasi ketebalannya tergantung lokasinya dalam tubuh, tersusun oleh kolagen I, inklusi dermal dari folikel rambut, dan kelenjar keringat; yang dilapisi oleh keratinosit epidermal. Fibroblast membentuk lapisan kulit lebih bawah dan memberikan kekuatan dan kelenturan.
Sejumlah pendekatan yang diambil untuk operasi luka bakar, salah satu caranya adalah cangkok kulit (skin graft). Keuntungan dari graft yang diambil untuk penyembuhan luka meliputi barrier langsung terhadap invasi mikroorganisme dan sintesis jaringan baru yang minimal yang diperlukan untuk menutupi defek. Pengambilan cangkok kulit membutuhkan sintesis jaringan baru yang minimal. Pendekatan lain adalah dengan mengembangkan pengganti kulit seperti matriks aseluler kompleks yang akan memandu migrasi fibroblast menjadi pola dermal-like. Cara lain adalah memperluas sepotong kecil epidermis menjadi lapisan sel epidermal-autolog yang viabel melalui kultur jaringan. Metode baru adalah mengembangkan suatu ekuivalen kulit yang terdiri dari kolagen matriks yang diisi dengan fibroblast yang viabel dan lapisan ekuivalen dermal yang ditutupi dengan keratinosit viabel (lapisan epidermis). Ekuivalen kulit ini memiliki komponen jaringan ikat dan sel-sel viabel. Namun, metode untuk menangani luka bakar telah berubah dalam beberapa dekade terakhir seperti: transplantasi, rekayasa jaringan dan sekarang, dengan terapi stem cell. Akan tetapi, kemudian pertanyaan muncul yaitu terkait dengan jenis sel yang optimal untuk kultur, teknik kultur, transplantasi lembaran sel yang konfluen atau nonkonfluen, pengambilan akhir langsung, modalitas carrier dan transfer, sebagaimana hasil akhirnya, kemampuan untuk menghasilkan epitel setelah transplantasi, dan kualitas skar masih belum sepenuhnya dijawab. Dalam ulasan artikel ini, kita akan menyebutkan terapi sel saat ini dan menjanjikan untuk operasi luka bakar.

Cangkok kulit (Skin grafts)
Ada berbagai skin graft, beberapa diantaranya untuk menutupi secara sementara dan yang lainnya untuk menutupi luka secara permanen.

Allogenic skin graft (Temporary Wound Covering/Penutup Luka Sementara)
Pengganti kulit allogenik atau alloplastik adalah solusi sementara yang diperlukan sampai penutup definitif tercapai. Penggunaan klinis dari allograft kulit di era modern dipopulerkan oleh James Barrett Brown, yang menggambarkan penggunaannya pada tahun 1942. Pencangkokan kulit, yang terdiri dari eksisi atau operasi pengangkatan jaringan luka bakar; memilih lokasi donor atau area kulit yang sehat untuk digunakan sebagai penutup untuk area yang terbakar; dan pemanenan (harvesting), dimana graft akan diambil dari lokasi donor dengan menggunakan alat dermatom untuk mengambil sepotong kulit, sekitar ketebalan 10/1000 inchi, dari area yang tidak terbakar. Terakhir, ahli bedah akan menempatkan dan mengamankan graft kulit di atas luka pembedahan yang sudah dibersihkan sehingga dapat sembuh. Untuk membantu penyembuhan dan mengamankan area graft, area graft tidak bergerak selama lima hari setelah operasi (periode imobilisasi). Selama periode imobilisasi ini, pembuluh darah mulai tumbuh dari jaringan ke dalam kulit donor, mengikat dua lapisan tersebut bersama-sama. Lima hari setelah pencangkokan, program terapi latihan, mandi, dan kegiatan normal sehari-hari lainnya dapat dilanjutkan. Allogenik skin graft dapat benar-benar diintegrasikan ke dalam penyembuhan luka dan merupakan waktu yang kritis pada tahap pengobatan awal luka bakar.
Namun, kebutuhan untuk sebagai penutup kulit pada situasi area donor yang tidak adekuat dapat menyebabkan unsur kultur dari kulit allograft yang tidak terluka, dimana ini mempengaruhi percepatan penyembuhan luka. Tampaknya, penyembuhan luka oleh allografts epidermal yang dicangkok, berkontribusi pada adanya sitokin dalam epidermis yang dicangkok, misalnya TGF-α, IL-1α, IL-1β, IL-6, IL-8, GMCSF dan faktor pertumbuhan sel T yang berasal dari keratinosit, dimana mereka bisa merekonstruksi area yang rusak menjadi lebih cepat. Namun, allografts pada akhirnya akan memprovokasi reaksi penolakan melalui ekspresi imunologi HLA-DR antigen oleh sel Langerhans. Dokter telah merespon masalah penolakan ini dengan meningkatkan penggunaan terapi imunosupresif, tetapi konsekuensinya yang berbahaya telah membatasi aplikasi klinis dari pendekatan ini. Keterbatasan lain dalam penerapan allograft kulit yang tidak dikultur (uncultured skin allograft) adalah untuk anak-anak. Perawatan luka bakar pada anak-anak dibandingkan orang dewasa berhubungan dengan beberapa kesulitan, misalnya terbatasnya penggantian kulit yang tersedia, ekspansi area donor, peningkatan hipertrofi skar setelahnya dan kontraktur akibat pertumbuhan fisik mereka. Target utama dalam pengobatan luka bakar pada anak adalah (i) penutupan awal luka, (ii) meminimalisir ukuran bekas luka, dan (iii) meminimalisir area donor. Yanaga et.al telah menerapkan cryopreserved cultured epidermal allografts untuk pediatri (Gambar 1).
  
Autogenic skin graft (Permanent Wound Covering/Penutupan Luka Permanen)
Mereka percaya bahwa cryopreserved cultured epidermal allografts memiliki beberapa keunggulan: (i) penyimpanannya dibekukan, dan dapat digunakan kapan saja bila diperlukan, (ii) menghasilkan penutupan awal luka, (iii) dapat diterapkan berulang-ulang, dan (iv) donor tidak diperlukan, tetapi merugikan karena adalah ia tidak diambil secara permanen. Autograft adalah kulit yang diambil dari individu yang memiliki luka bakar, yang digunakan untuk menutupi luka secara permanen. Ada dua jenis uncultured autograft  (autograft yang tidak dikultur) yang digunakan untuk menutupi luka secara permanen: sheet grafts dan meshed grafts. Perlu dicatat bahwa uncultured autograft  hanya dapat digunakan untuk area luka bakar yang terbatas dan untuk luka bakar luas, cultured autograft (autograft yang dikultur) mungkin dibutuhkan.

Uncultured skin autograft (autograft kulit tidak dikultur)
Sheet Graft
Sheet Graft adalah potongan kulit donor, yang diambil dari area tubuh yang tidak terbakar, suatu proses yang disebut “memanen donor”. Ukuran dari kulit donor yang digunakan untuk menambal area yang terbakar adalah dengan ukuran yang sama dengan ukuran luka bakar. Lembar donor (donor sheet) di letakkan di atas luka yang telah dipotong dan distaple (dijepret/dikokohkan) pada tempat tersebut. Kelemahan sheet grafts ini dimana area kecil dari graft mungkin hilang akibat adanya cairan (hematoma) tepat di bawah lembaran tersebut setelah operasi. Sheet grafts juga membutuhkan area donor yang lebih besar daripada teknik meshed graft. Sebuah sheet graft biasanya bertahan dan bekas lukanya akan kurang.

Meshed skin graft
Sulit untuk menutupi bila area luka yang terbuka sangat besar dikarenakan area donor yang sehat tidak cukup tersedia. Jadi, perlu melebarkan kulit donor untuk menutupi area permukaan tubuh yang lebih besar. Meshing berarti memperbesar atau memperluas kulit donor. Meshing berarti membuat kulit donor melalui mesin yakni membuat celah kecil, yang memungkinkan ekspansi yang mirip dengan jaring ikan. Dalam meshed skin graft, kulit dari area donor meregang untuk memungkinkan mencakup area yang lebih besar dari dirinya. Kebanyakan kulit donor disatukan dengan rasio 1:1 atau 1:2 karena semakin besar ukuran mesh maka semakin rapuh graftnya. Tidak masalah berapapun ukuran meshing yang digunakan, penyembuhan terlihat sebagai adanya ruang di antara mesh tersebut, yang disebut intricities, yang kemudian diisi dengan pertumbuhan epitel kulit yang baru. Kelemahan meshing adalah graftnya kurang tahan lama dibandingkan sheet graft. Meshing berperan dalam dua hal: memungkinkan darah dan cairan tubuh lewat dari bawah skin grafts, mencegah hilangnya graft, dan memungkinkan kulit donor untuk menutupi area luka bakar yang lebih besar karena diperlebar.

Cultured skin autograft (autograft kulit yang dikultur)
Namun, pada luka bakar yang besar, area donor kulit yang tersedia untuk autografting mungkin sangat terbatas. Ini telah mendorong pengembangan metode alternatif seperti autologous cultured skin graft (cangkok kulit dikultur autolog) and allograft skin substitutes (pengganti kulit allograft) sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya. Dua teknik utama dalam autogenous graft untuk pengobatan luka bakar meliputi "cultured epithelial autografts; CEA" dan "cell suspension".

Cell cultured epithelial autograft (CEA)
Pada tahun 1975, Reinwald dan Green menunjukkan bahwa sel-sel yang terpisah (Gambar 2) dapat diisolasi dan secara serial di sub-kultur in vitro (ditunjukkan pada Gambar 3). Tak lama setelah itu, lembaran epitel yang viabel, yang sesuai untuk grafting kemudian dihasilkan. Pada tahun 1981, laporan kasus klinis yang menggambarkan penggunaan keratinosit yang dikultur sebagai autografts permanen dalam penanganan luka bakar telah diterbitkan. Lembaran yang telah dikultur dari epitel autolog manusia (CEA = cultured epithelial autografts) masih merupakan "gold standard " untuk menutupi luka besar. Jadi, cultured epidermal sheet autografts menjadi tersedia untuk melengkapi cangkok kulit autolog dalam mengobati luka bakar mayor atau luka besar lainnya. Meskipun memerlukan keterampilan laboratorium yang lebih banyak dalam menghasilkan graft konfluent dari keratinosit, epidermal sheet grafts memiliki beberapa kekurangan. Pertama, memanen lembaran sel dari cawan kultur melalui perlakuan tripsin bisa merusak protein penahan dari sel-sel tersebut. Ini bisa menjadi salah satu alasan dari ketidakstabilan mekanik dari epidermal sheet grafts dan pemulihan dermal-epidermal yang tidak adekuat akan menurunkan rasio uptake cangkokan untuk waktu yang lama setelah transplantasi. Kedua, epidermal sheet grafts biasanya memerlukan periode fabrikasi yang panjang. Ketiga, cultured epidermal sheet grafts terdiri dari keratinosit yang berdeferensiasi yang mungkin tidak menunjukkan proliferasi lebih lanjut dari keratinosit setelah transplantasi. Keempat, epidermal sheets hanya 8-10 sel tebalnya, yang membuat mereka rapuh dan sulit untuk ditangani dan memiliki biaya yang tinggi dari produksi. Pemahaman tentang kekurangan ini telah menghasilkan perkembangan progresif dari teknik kultur kulit dan penggunaannya meningkat pada suspensi sel keratinosit tunggal yang ditransplantasikan, dan bukan sheet grafts.

Cell suspensions (Suspensi sel)
Hasil klinis yang mengejutkan dengan menggunakan teknik "epithelial cell seeding" telah diterbitkan oleh von Mangoldt pada tahun 1895 untuk mengobati luka kronis dan kavitas luka. Dalam deskripsi aslinya, ia memanen sel-sel epitel atau kelompok sel dengan cara mengambil epitel superfisial dari lengan bawah pasien dengan pisau bedah sampai fibrin keluar dari luka. Campuran ini kemudian digunakan untuk luka. Dia mengklaim morbiditas area donor berkurang dan aspek yang lebih teratur dari luka yang muncul kembali bila dibandingkan dengan metode Reverdin, yang merupakan metode umum pada waktu itu. Salah satu pengamatan utamanya adalah fakta bahwa sel tunggal atau sel cluster akan lebih menempel pada dasar luka daripada potongan konvensional kulit.
Satu masalah yang terkait dengan pipetting (mempipet) keratinosit dalam suspensi adalah untuk mencegah tumpahnya sel dari luka. Fraulin et al., pada tahun 1998, telah menggambarkan sebuah teknik baru dimana mereka menggunakan perangkat aerosol untuk menyemprot sel epitel di atas luka pada babi. Mereka mencatat bahwa re-epithelialisasi, pertumbuhan kembali jaringan epitel di atas permukaan, adalah lebih cepat daripada kelompok kontrol yang tidak disemprot. Keuntungan lebih lanjut dari transplantasi suspensi adalah waktu yang kurang yang dibutuhkan untuk kultur dan fakta bahwa keratinosit yang disuspensi dapat diangkut dari laboratorium kepada pasien pada vial kecil, sehingga mengurangi biaya yang terlibat dan teknik penyimpanan beku dalam klinik untuk transplantasi. Karena sel-sel tersebut, dalam kultur dan transplantasi, adalah sebagai suatu suspensi dan bukan suatu lembaran; penggunaan enzim seperti, dispasel dapat dihindari. Navarro dkk. telah mengembangkan teknik ini dengan menggabungkannya dengan teknik meshed split thickness skin grafts. Mereka melaporkan penyembuhan lebih cepat dan kualitas yang lebih baik dari sel ketika mereka disemprot.
Sebuah studi komparatif in vitro telah dilakukan oleh Fredriksson dan lainnya, yang mempertimbangkan teknik aplikasi yang sering digunakan. Meskipun, belum dibandingkan secara in vivo dengan kondisi in vitro, hal itu memberikan informasi berharga tentang langkah-langkah yang berbeda dalam transplantasi keratinosit autolog sebagai suatu suspensi sel tunggal. Ada harapan bahwa, dengan adanya penelitian lebih lanjut, kemajuan di bidang ini akan mengarah pada pengembangan suatu peralatan yang cukup murah dan mudah dioperasikan.
Namun, pendekatan alternatif untuk memfasilitasi penghantaran keratinosit dalam suspensi adalah menggunakan matriks material seperti lem fibrin untuk melekatkan sel-sel.

Membrane delivery systems (Sistem penghantaran Membran)
Untuk mentransfer keratinosit prekonfluen kepada sebuah luka, sistem penghantaran diperlukan. Berbagai metode telah telah dijelaskan. Sel dapat tumbuh dalam wadah kultur, ditripsinisasi, dan diterapkan secara langsung dalam suspensi atau ditumbuhkan secara langsung ke dalam membran penghantaran yang kemudian di angkat dari cawan, diinversikan, dan diterapkan pada luka.
Sejumlah sistem penghantaran yang berdasar pada jaringan biologis termasuk kolagen I, Fibrin Glue, konsentrat protein plasma manusia yang mengandung fibrinogen, faktor XIII, dan fibronektin yang telah mengalami inaktivasi virus, Hyaluronic Acid, Acellular Porcine Dermis atau berdasar pada polimer sintetis seperti Polyurethane, Polymeric Film, Teflon® Film, Poly (hydroxyethyl Methacrylate), Celltran, Spherical Microcarriers telah dikembangkan.
Sistem penghantaran membran memiliki keuntungan dalam penanganan yang mudah dan memastikan kontak sel dengan luka. Kerugian potensialnya adalah bahwa proporsi keratinosit mungkin tidak melekat ke membran, dan dari mereka yang melekat, tidak semua akan ditransfer ke luka. Ketidakefisiensi ini perlu dinilai untuk setiap metode penghantaran. Namun, sulit untuk membandingkan efikasi dari sistem penghantaran karena variasi pada densitas pembenihan keratinosit yang digunakan dan jenis luka yang diteliti.
Selain itu, metode penghantaran ini hanyalah mentransfer keratinosit dan hanya sebagai penutup luka pada luka bakar full-thickness. Hal ini secara luas telah dihargai dengan penambahan pengganti dermal pada luka seperti ini adalah penting untuk penyembuhan luka yang stabil. Sehingga mungkin memerlukan transplantasi fibroblast untuk meningkatkan penyembuhan lebih lanjut dan meningkatkan sifat mekanik graft. Peranan penghantaran keratinosit prekonfluen dalam hubungannya dengan metode penghantaran dermal harus juga dinilai.
Pada saat ini, prinsip-prinsip ilmiah dan pendekatan praktis untuk mengganti kulit secara sementara atau secara permanen sedang maju. Namun, telah ada kemajuan untuk mengoptimalkan kinerja pengganti kulit melalui prosedur teknik jaringan.

 Rekayasa Jaringan Kulit
Kulit memang merupakan struktur kompleks yang menggabungkan perpaduan dari beberapa jenis sel yang berbeda, terintegrasi dalam matriks tiga dimensi yang mengandung unsur fibrillar dan nonfibrillar. Untuk mensintesis kompleks struktur seperti ini melalui identifikasi bagian komponen dan menempatkan mereka bersama-sama adalah tidak praktis dan tidak realistis. Namun, harus diamati bahwa strategi integratif ini menjadi salah satu yang utama yang digunakan dalam rekayasa jaringan kulit.
Tiga faktor harus dipertimbangkan dalam pengembangan bahan rekayasa jaringan: keselamatan pasien, efikasi klinis dan kenyamanan penggunaan. Setiap unsur sel yang dikultur membawa risiko penularan infeksi virus atau bakteri, dan beberapa materi pendukung dari hewan (seperti kolagen sapi dan murine feeder cells) juga mungkin memiliki risiko penyakit. Harus ada bukti yang jelas bahwa unsur jaringan yang direkayasa memberikan manfaat kepada pasien. Karakteristik penting adalah bahwa ia akan sembuh dengan baik dan memiliki sifat fisik kulit normal. Untuk mencapai penyembuhan yang efektif, produk dari jaringan yang direkayasa harus melekat baik pada tempat luka, yang didukung oleh tumbuhnya pembuluh darah baru, bukan ditolak oleh sistem imun dan mampu memperbaiki diri sepanjang hidup pasien.
Kebanyakan kulit dari jaringan yang direkayasa dibuat dengan memperluas sel-sel kulit di laboratorium (pada tingkat yang jauh lebih besar daripada luka yang dicapai pada pasien) dan digunakan untuk memulihkan fungsi barrier (tujuan utama untuk pasien-pasien luka bakar) atau untuk menginisiasi penyembuhan luka (untuk ulkus kronik). Saat ini, tersedia atau dipasarkan secara komersial matriks dan produk pengganti kulit dari jaringan yang direkayasa yang ditunjukkan pada Tabel 1. Ada produk yang mengganti lapisan epidermis saja, ada yang menyediakan suatu pengganti dermal, dan ada juga sejumlah kecil yang menyediakan keduanya. Dalam beberapa kondisi klinis (seperti ulkus kronik dan luka bakar superfisial), mentransfer sel yang diperluas dapat bermanfaat bagi pasien, namun pengobatan utama luka bakar full-thickness memerlukan penggantian dermis dan epidermis. Ada empat tantangan utama di bidang ini: meningkatkan keselamatan, menemukan pengganti split-thickness grafts, meningkatkan angiogenesis dalam penggantian jaringan setelah dicangkokkan pada luka, dan meningkatkan kemudahan penggunaan. Gambar 4  menunjukkan konsep 'biologis' sebagai lawan dari konsep 'rekayasa' dari struktur kulit.
Meskipun kemajuan telah dibuat dalam mengembangkan pengobatan baru untuk pasien luka bakar, termasuk pencangkokan kulit dan teknologi kulit buatan, cultured skin grafts ini tidak memiliki folikel rambut, kelenjar keringat dan tampilan lainnya kulit normal. Hasilnya adalah kulit tipis, tidak fleksibel (yang menghambat mobilitas sendi), dan kulit yang secara dramatis berbeda dari kulit yang sehat. Sebuah alternatif yang menjanjikan untuk teknik ini adalah terapi stem cell. Para ilmuwan percaya bahwa hasil penelitian stem cell akan membantu mengidentifikasi sel-sel yang bertanggung jawab dalam berdiferensiasi ke dalam berbagai elemen yang terdiri dari dermis, dan akhirnya menghasilkan kulit yang akan membantu pasien sembuh lebih cepat dengan jaringan parut yang kurang dan lebih fleksibel, dan bahkan menghasilkan kulit yang benar-benar cocok dengan seluruh tubuh.

Strategi Stem Cell pada Penanganan Luka Bakar
Stem cell ditandai dengan kapasitas pembaharuan diri yang berkepanjangan
dan replikasi asimetris mereka (Gambar 5). Replikasi asimetris menjelaskan properti khusus milik stem cell: dengan setiap pembelahan sel, salah satu sel mempertahankan kapasitas memperbaharui diri, sedangkan yang lainnya memasuki jalur diferensiasi dan bergabung dengan populasi yang tidak membelah. Stem cell pertama kali diidentifikasi sebagai sel pluripotential pada embrio, dan ini adalah disebut sel
embryonic stem (ES) yang ditentukan oleh asal mereka (massa inner cell dari blastokist). Sekarang jelas bahwa stem cell juga hadir dalam banyak jaringan pada hewan dewasa dan berkontribusi pada pemeliharaan pembaharuan jaringan dan homeostasis. Saat ini, tantangannya adalah menentukan sumber yang optimal; pengolahan, metode penerapan stem cell, dan mendefinisikan peran mereka.

Telah dikenal selama beberapa dekade bahwa epidermis kulit mengandung subpopulasi sel-sel basal yang menunjukkan sifat yang diharapkan dari stem cell somatik: siklus sel yang lambat, potensi proliferatif tinggi, kapasitas untuk mempertahankan dan memperbaiki jaringan di mana mereka berada, dan rentang hidup yang panjang (Gambar 6). Perlahan-lahan, stem cell epidermis telah diidentifikasi oleh retensi nuklir jangka panjang dari label tritiated thymidine or bromodeoxyuridine. Stem cell yang tak berdiferensiasi ini telah terbukti berada di daerah tonjolan folikel rambut dan dalam lapisan basal interfollicular dari epidermis. Mereka memperbarui diri dan mampu menghasilkan anak sel dalam jumlah terbatas dari pembelahan sel sebelum mereka berdiferensiasi dan meninggalkan kompartemen basal proliferatif, properti yang mirip dengan stem cell pada jaringan yang memperbarui diri secara terus menerus. Para ilmuwan telah menemukan bahwa skin progenitor stem cells (progenitor keratinosit)  pada kulit manusia dewasa memiliki kapasitas yang signifikan untuk pertumbuhan dan regenerasi jaringan. 

Stem cell dapat diinduksi untuk berdiferensiasi menjadi sel dengan fungsi khusus, seperti keratinosit kulit. Stem cell menunjukkan potensi tersebut untuk mengobati luka bakar. Tapi jenis apa dari stem cell yang paling aplikabel ? Aplikasi klinis stem cell embrionik cenderung dilanda bukan hanya oleh berbagai masalah etika tetapi juga masalah keamanan. Jaringan fetus, juga, akan terkait dengan isu-isu etika. Realitas dari aplikasi luas dari stem cell tanpa dimensi etika kompleks benar-benar dimulai dengan stem cell dari darah tali pusat (umbillical cord) dan sumsum tulang manusia. Ini telah digunakan dalam sejumlah aplikasi klinis 'haematopoetic' sebagai 'transplantasi' yang menggarisbawahi keamanan dan efikasi dari sumber stem cell. Ada tiga jenis utama dari stem cell: sumsum tulang (BM), stem cell hematopoietik (HSCS) dan stem cell mesenchymal (MSC). HSCS yang diturunkan dari sumsum-tulang dewasa telah lama diakui menghasilkan semua garis keturunan sel darah dan beberapa sel non-darah seperti hepatosit, sel endotel (EC), sel otot polos, dan miosit jantung.

Namun, ada banyak kontroversi atas plastisitas HSC. Sebaliknya, BM-MSCs dapat memperbarui diri, prekursor kloning dari jaringan non-hematopoietik. Meskipun mereka hadir sebagai populasi sel yang langka dalam sumsum tulang, mewakili sekitar 0,001-0,01% dari sel-sel berinti dan sekitar 10-kali lipat kurang banyak dari HSCS, mereka dapat diperbanyak dalam kultur, multipoten, dan mampu berdiferensiasi menjadi osteoblast, kondrosit, astrosit, pneumosit, hepatosit, neuron, dan miosit jantung. Karena Bone Marrow derived Cells (BMDCs) telah ditemukan pada epidermis kulit pada beberapa studi, diasumsikan bahwa Bone Marrow Stem Cells (BMSCs) mungkin terlibat dalam perbaikan kulit dan regenerasi. jenis sel progenitor yang paling sering dipelajari adalah hematopoietic stem cell (HSC) dari sumsum tulang. Dengan menciptakan tikus chimeric yang mengekspresikan green fluorescent protein (GFP) hanya dalam sel sumsum tulang mereka; Hocking dan et al telah menemukan bahwa HSCS bermigrasi ke area cedera dermal, berdiferensiasi menjadi beberapa fenotipe sel, dan bergabung ke dalam kulit yang luka untuk jangka panjang. Sebagian besar sumsum tulang ini menyerupai fibroblast dermal yang berdiferensiasi dengan jenis sel dendritik dan sel endotel. Temuan ini menunjukkan bahwa sel-sel yang berasal dari sumsum tulang di luka, tidak hanya berpartisipasi dalam respon inflamasi, tetapi juga merupakan sumber penting untuk sel-sel yang dermis. MSC tampaknya non imunogenik dan mungkin “universal”. Mereka dapat memberi status toleransi imun terhadap resipien. Jika ini benar, sebuah era baru tentang pemahaman akan dimulai pada Transplantasi. Tapi, mengapa sel telah berevolusi sedemikian rupa bisa terlihat baik dalam regenerasi dan toleransi ? Pasien luka bakar memiliki status supresi imun yang sementara dan penerimaan allografts dalam fase akut akan meningkatkan cadangan MSC sirkulasi mereka. Injeksi langsung dari stem cell mesenchymal yang berasal dari sumsum tulang atau sel progenitor endotelial dalam jaringan yang terluka dapat menunjukkan perbaikan yang meningkat melalui mekanisme diferensiasi dan/atau pelepasan faktor parakrin. Studi sebelumnya telah menunjukkan bahwa Epithelial Cells(EPCs) yang dikultur dapat melepaskan faktor-faktor pertumbuhan, seperti vascular endothelial growth factor (VEGF), hepatocyte growth factor, G-CSF, GM-CSF, and platelet-derived growth factor-B61 yang bisa memberikan suatu efek protektif pada EC endogen dan sel miokard lainnya. BM-MSCs yang dikultur telah terbukti dapat melepaskan VEGF, basic fibroblast growth factor (bFGF), IL-6, placental growth factor (PlGF), and monocyte chemoattractant protein-1.
Dapatkah MSC menjadi hubungan antara status toleransi ini dan kapasitas untuk regenerasi ? Jika itu terbukti, bidang baru dari Regenerative Medicine, Transplantation dan Burns dan disiplin ilmu lainnya akan mendapatkan keuntungan dari penemuan ini. Bahkan, Han et al telah menunjukkan bahwa serum tikus memiliki efek chemotactic kuat pada MSC dan kemampuan migrasi MSC berasal dari tikus dengan luka bakar lebih kuat daripada MSC yang berasal dari tikus normal.
Prospek mampu menggantikan jaringan yang rusak melalui proses regenerasi akan secara dramatis mengubah dampak, manajemen dan hasil akhir dari luka bakar. Pemahaman terkini tentang modulasi berbasis-stem cell dan terapi bersama dengan perkembangan potensial mereka dapat membawa prospek ini ke arah yang lebih dekat dengan kenyataan klinis. Meskipun terdapat potensi seputar bidang stem cell, kami tetap jauh dari penelitian klinis untuk terapi bagi pasien.

Kesimpulan
Luka bakar adalah salah satu luka fisik yang paling berbahaya dan kompleks. Mereka sering terjadi tiba-tiba dan memiliki potensi untuk menyebabkan kematian, cacat seumur hidup dan disfungsi. Tantangan ini utamanya bergantung pada perbaikan kulit. Saat ini, cangkok kulit (skin graft) telah berkembang mulai dari autograft awal dan preparasi allograft hingga biosintesis dan rekayasa jaringan pengganti kulit. Teknik rekayasa jaringan saat ini menyediakan dokter dengan pilihan yang lebih terapeautik dan lebih menantang. Karena itu, penting untuk menganalisis secara kritis kebutuhan klinis dari operasi kulit dan memahami penggantian kulit dalam hal ketersediaan, kompatibilitas, keamanan dan daya tahan.
Namun penelitian dasar dan klinis, merupakan peningkatan besar dalam pemahaman dan kemampuan untuk secara efektif menangani masalah penyembuhan luka dan penggantian kulit yang benar-benar fungsional dengan unsur dermal lainnya. Penelitian stem cell dapat menyebabkan meningkatkan pemulihan kulit, sambil mengatasi keterbatasan dari area donor dan morbiditas area donor pada pasien luka bakar.



1 komentar:

Unknown mengatakan...

referensinya donk...
please...

Posting Komentar