Pencegahan
Penularan HIV dari Ibu ke Bayi
I.
PENDAHULUAN
Penyakit HIV/AIDS merupakan salah satu
penyakit pembunuh terbesar di dunia. Hal ini karena pada Januari 2006, UNAIDS
dan WHO memperkirakan bahwa AIDS telah menyebabkan kematian lebih dari 25 juta
orang sejak pertama kali diakui pada tanggal 5 Juni 1981. Sejak HIV menjadi
pandemi di dunia, diperkirakan 5,1 juta anak di dunia terinfeksi HIV. Setiap tahun
sekitar 400.000 bayi dilahirkan terinfeksi HIV akibat penularan dari ibu ke
anak (penularan vertikal). Epidemik HIV/AIDS di Indonesia meningkat dengan
cepat, dimana penularan HIV dari ibu ke anak terus meningkat seiring
bertambahnya jumlah perempuan pengidap HIV.1,2
Komisi Penanggulangan AIDS Nasional
menyatakan bahwa saat ini jumlah ibu rumah tangga yang terinfeksi HIV di
Indonesia terus meningkat setiap tahunnya, sementara jumlah pekerja seks
komersil yang terinfeksi HIV terus menurun. Hal ini diduga disebabkan oleh
penularan HIV dari suami atau pasangan intim yang memiliki perilaku beresiko.
Keadaan ini dapat meningkatkan resiko penularan dari Ibu ke anak dan lahir bayi-bayi
terinfeksi HIV di Indonesia.1,3
Dengan peningkatan kasus HIV/AIDS yang
cukup signifikan di kalangan pengguna narkoba suntik di Indonesia sejak tahun
1999, serta mayoritas pengguna narkoba suntik berusia reproduktid aktif (15-24
tahun), diperkirakan jumlah kehamilan dengan HIV positif akan meningkat di
Indonesia sebagai akibat penularan HIV ke pasangan seksualnya dan dikuatirkan
masalah penularan HIV dari ibu ke bayi akan menjadi semakin berat.3,4
PMTCT (Prevention of Mother To Child
Transmission of HIV) adalah suatu program intervensi untuk mencegah penularan
dari ibu penderita HIV/AIDS kepada bayinya dan mencegah infeksi HIV pada
perempuan. PMTCT ini sangat penting karena penularan HIV pada anak sebagian
besar (90%) terjadi secara vertikal, dan hanya sebagian kecil (10%) sisanya
melalui transfusi darah atau penggunaan jarum suntik yang tidak steril. Infeksi
HIV/AIDS pada anak akan mengganggu kesehatan anak, membebani keuangan keluarga,
dan mengurangi kualitas generasi penerus bangsa. Intervensi PMTCT ini mudah
dilaksanakan, memungkinkan pencegahan primer kepada pasangan pengidap, dan
memungkinkan perawatan dan pengobatan dini oleh keluarga. Dengan intervensi
PMTCT, resiko penularan vertikal dapat dikurangi hingga 50%.1,2
Gambar
1. Presentasi anak yang dilahirkan oleh ibu yang HIV-positif. Diambil dari
kepustakaan No.5
Pada
gambar diatas, sebenarnya 60-75% anak tidak terinfeksi, walaupun tidak ada
intervensi apapun. Rata-rata 30% terinfeksi, dengan 50% dalam kandungan, 15%
waktu lahir dan 10% dari ASI. Dari angka ini, dapat dimulai intervensi yang
mungkin dapat mengurangi jumlah anak yang tertular.5
II.
ARTI
PENTING PMTCT
Pencegahan penularan
HIV dari ibu ke bayi merupakan sebuah upaya yang penting. Alasannya adalah
sebagai berikut:2,4
·
Sebagian besar perempuan HIV positif
berada dalam usia reproduksi aktif.
·
Lebih dari 90% kasus bayi yang
terinfeksi HIV, ditularkan melalui proses dari ibu ke bayi.
·
Sepanjang akses pengobatan
antiretroviral belum baik, bayi HIV positif akan menjadi anak yatim/piatu.
·
Bayi HIV positif akan mengalami
gangguan tumbuh kembang. Anak dengan HIV/AIDS lebih sering mengalami penyakit
infeksi bakteri ataupun virus.
·
Perlakuan diskriminatif akan
dihadapi anak-anak yang hidup dengan HIV/AIDS. Stigma negatif terhadap HIV/AIDS
menyebabkan anak-anak dengan HIV/AIDS seringkali didiskriminasi masyarakat di
lingkungan tempat tinggalnya, di sekolah, dan sebagainya.
·
Penelitian di beberapa negara
menunjukkan bahwa anak yang dilahirkan ibu HIV positif, meskipun ibunya masih
hidup, secara signifikan memiliki risiko kesakitan dan kematian yang lebih
tinggi.
·
Setiap anak memiliki hak untuk hidup
sehat, panjang umur, dan mengembangkan potensi diri terbaiknya.
III.
EPIDEMIOLOGI
Penularan HIV dari Ibu ke Anak (MTCT)
termasuk kasus terbesar dari lebih 700.000 perkiraan infeksi HIV baru pada
anak-anak di seluruh dunia setiap tahunnya. Lebih dari 90 persen infeksi HIV-1
pada bayi ditularkan oleh ibu terinfeksi HIV-1 sebelum kelahiran di seluruh
dunia terjadi di negara-negara miskin, seperti di Afrika Gurun, Amerika
Selatan, Asia Selatan, Cina dan Asia Tenggara. Di negara-negara ini, sekitar
1,25 juta dari 18 juta wanita yang melahirkan setiap tahunnya adalah pengidap
HIV positif.3,6
Menurut perkiraan UNAIDS, dari jumlah
kasus HIV/AIDS di seluruh dunia, 45% diantaranya adalah perempuan dan lebih
dari 90% kasus HIV pada anak-anak berusia kurang dari 15 tahun dengan angka
kematian terbanyak adalah mereka yang berusia kurang dari 1 tahun terinfeksi
melalui jalur penularan dari ibu ke bayi. Meskipun 90% anak-anak pengidap HIV
terjangkit infeksi tersebut dari ibu mereka, angka transmisi ini dapat
dikurangi dari 40% dengan adanya program PMTCT yang efektif.3,6
Kebanyakan anak-anak mendapat infeksi
pada saat perinatal. Sebagian besar penderita anak ditemukan di Afrika. Di
Amerika Serikat, hampir 6.000 ibu hamil terinfeksi HIV melahirkan setiap tahun.
Sampai 1995, sebanyak 16.000 bayi terinfeksi HIV-1 di Amerika Serikat mendapat
penularan secara vertikal pada saat perinatal dan umumnya anak-anak meninggal
pada usia muda karena menderita AIDS.6
Di negara berkembang atau negara miskin,
tanpa adanya intervensi, para ibu pengidap HIV memiliki 25% - 45% resiko
menularkan HIV kepada anak mereka selama kehamilan, melahirkan dan masa
menyusui, sedang di negara maju, risiko ini hanya sebesar 2% karena tersedianya
layanan pencegahan penularan dari ibu ke bayi yang optimal.3,4
Pengalaman di Thailand, Cina dan India
menunjukkan bahwa program pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi akan sukses
menjadi program berskala nasional jika terdapat komitmen politik yang kuat
serta adanya pedoman nasional pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi yang
komprehensif.3
Di Indonesia, pelayanan PMTCT menjadi
perhatian karena epidemik HIV/AIDS meningkat dengan cepat akibat adanya banyak
insiden di kelompok-kelompok populasi tertentu, dimana penularan HIV dari ibu
ke anak terus meningkat seiring bertambahnya jumlah perempuan pengidap HIV.
diperkirakan jumlah anak-anak yang tertular HIV akan menjadi semakin besar.2,3
Dari data pada tahun 2008 dari jumlah
ibu hamil yang mengikuti tes HIV sebanyak 5.167 orang dimana 1.306 (25%)
diantaranya positif HIV. Meningkatnya jumlah perempuan hamil yang positif,
jumlah ibu hamil yang positif memerlukan pelayanan PMTCT akan meningkat dari
5.730 orang pada tahun 2010 menjadi 8.170 pada tahun 2014.2
IV.
TRANSMISI
HIV DARI IBU KE BAYI
Transmisi
HIV dari ibu ke bayi dapat terjadi pada 3 tahap :7
- Sebelum
kelahiran,
- Selama
persalinan,
- Setelah
kelahiran melalui menyusui
Faktor
resiko transmisi HIV pada perinatal, diantaranya :7,8,9
- Tinggi
viral load maternal,
- Jumlah
CD4+ Sel T yang rendah,
- Ibu
dengan AIDS
- Persalinan
pervaginam (dengan viral load > 1000 kopi tanpa ART)
- Ruptur
membran lebih dari 4 jam
- Bayi
pre-term ( < 37 minggu kehamilan)
- Menyusui
·
Bila gizi wanita
kurang.
·
Sulit melakukan
episiotomi dan menggunakan forceps,
·
Memiliki infeksi
genitalia (seperti Herpes) selama kehamilan,
·
Pecandu alkohol,
perokok
Faktor-faktor
resiko yang menurunkan transmisi ibu ke janin, yaitu :7
ü Jumlah
viral load yang rendah atau tidak terdeteksi dan jumlah CD4 (sel T) yang
tinggi,
ü Seksio
caesar elektif untuk persalinan,
ü Tidak
menyusui (hanya susu botol),
ü Pengobatan
bayi baru lahir dengan pengobatan anti – HIV.
Berdasarkan data penelitian De Cock, dkk
diketahui bahwa pada ibu yang menyusui bayinya resiko penularan HIV lebih besar
10-15% dibandingkan ibu yang tidak menyusui bayinya.Penularan dari ibu yang
terinfeksi HIV/AIDS kepada anaknya disebut dengan transmisi atau penularan
vertikal. Penularan terjadi selama kehamilan (in-utero), saat persalinan, atau
melalui ASI.1,4,10
Waktu
|
Resiko
|
Selama kehamilan
|
5-10 %
|
Ketika Persalinan
|
10-20%
|
Penularan Melalui Air
Susu Ibu
|
10-15%
|
Keseluruhan Resiko
Penularan
|
25-45%
|
Tabel
1. Waktu dan Resiko Penularan HIV dari Ibu ke Bayi. Diambil Dari kepustakaan
No.4
Banyak para ahli mengatakan bahwa
penularan lebih ering terjadi pada masa kehamilan tua dan pada saat melahirkan,
dan sangat jarang terjadi pada masa permulaan kehamilan, maka yang menjadi
sasaran penting untuk mencegah penularan vertikal adalah janin pada fase akhir
intrauterin dan pada waktu intrapartum.6,7
IV.1.
Selama Kehamilan
Beratnya keadaan infeksi pada ibu
merupakan faktor risiko utama terjadinya penularan perinatal. Berdasarkan hasil
studi ternyata angka penularan vertikal lebih tinggi pada ibu terinfeksi HIV
dengan gejala yang sangat berat dibanding ibu terinfeksi HIV tanpa gejala.
Beratnya keadaan penyakit ibu ditentukan dengan menggunakan kriteria klinis dan
jumlah partikel virus yang terdapat dalam plasma, serta keadaan imunitas ibu.
Ibu dengan gejala klinis penyakit AIDS yang sangat jelas (dengan gejala
berbagai penyakit oportunistik),jumlah muatan virus di dalam tubuh >1000/mL,
dan jumlah limfosit <200-350 aids="aids" antiretrovirus.="antiretrovirus." berat="berat" dan="dan" dianggap="dianggap" harus="harus" mendapat="mendapat" menderita="menderita" ml="ml" pengobatan="pengobatan" penyakit="penyakit" sangat="sangat" sup="sup">6,8200-350>
Ibu yang menderita penyakit infeksi lain
pada genitalia juga mempunyai risiko tinggi untuk menularkan HIV-1 kepada
bayinya. Misalnya, ibu yang menderita penyakit sifilis atau penyakit genitalias
ulseratif yang lain (seperti Herpes
Simplex, infeksi Cytomegalovirus
(CMV), infeksi bakteri pada genitalia), juga mempunyai risiko penularan
vertikal lebih tinggi.6
Ibu yang mempunyai kebiasaan yang tidak
baik mempunyai risiko tinggi untuk menularkan infeksi HIV-1 kepada bayinya.
Berdasarkan hasil penelitian, para ibu yang merokok mempunyai risiko untuk
menularkan HIV-1. Penularan vertikal juga sering terjadi pada ibu pengguna obat
terlarang. Demikian juga, ibu yang melakukan hubungan seksual tanpa alat
pelindung, terutama dengan pasangan yang berganti-ganti, juga mempunyai risiko
tinggi dalam penularan vertikal.6
IV.2. Selama Persalinan
Cara persalinan bayi sangat menentukan
terjadinya penularan vertikal. Bayi yang dilahirkan per vaginam mempunyai
risiko penularan vertikal lebih tinggi dibandingkan bayi yang lahir dengan
bedah saesar atau dikenal dengan elektif C-seksio yang direncanakan pada usia
kehamilan 38 minggu. Bayi yang lahir per vaginam dengan tindakan invasif
seperti tindakan forsep, vakum, penggunaan elektrode pada kepala janin dan
episiotomi, mempunyai risiko lebih tinggi untuk tertular HIV-1.6,7
Banyak kalangan, termasuk juga tenaga
kesehatan, berasumsi bahwa semua bayi yang dilahirkan oleh ibu HIV positif
pastilah akan juga terinfeksi HIV karena darah bayi menyatu dengan darah ibu di
dalam kandungan. Namun sirkulasi darah janin dan ibu dipisahkan di plasenta
oleh beberapa lapisan sel. Oksigen, makanan dan antibodi dan obat-obatan memang
dapat menembus plasenta, tetapi HIV biasanya tidak dapat menembusnya. Plasenta
justru akan melindungi janin dari infeksi HIV.4
Pada saat persalinan, bayi terpapar
darah dan lendir ibu di jalan lahir. Kulit dari bayi yang baru lahir masih
sangat lemah dan lebih mudah terinfeksi jika kontak dengan HIV. Bayi mungkin
juga terinfeksi karena menelan darah ataupun lendir ibu.11
Proses persalinan bayi juga menentukan
terjadinya risiko penularan vertikal. Risiko penularan dalam proses persalinan
ditentukan oleh keutuhan plasenta dan membran janin, lamanya pecah ketuban, dan
adanya komplikasi persalinan (seperti infeksi dan perdarahan pada ibu). Bila
dalam proses persalinan tekanan pada plasenta meningkat yang bisa menyebabkan
terjadi sedikit percampuran antara darah ibu dan darah bayi. Hal ini lebih
sering terjadi jika plasenta meradang atau terinfeksi. Ketuban pecah lebih dari
empat jam sebelum persalinan akan meningkatkan risiko penularan hingga dua kali
lipat dibandingkan jika ketuban pecah kurang dari empat jam sebelum persalinan.4,6,11
IV.3. Setelah Kelahiran melalui Menyusui
Bayi yang menetek mempunyai risiko lebih
tinggi daripada bayi yang diberi susu formula atau makanan campuran (mixed feeding). Risiko akan lebih tinggi
lagi bila tetek ibu terinfeksi atau lecet (mastitis yang tampak secara klinis
ataupun subklinis). Di negara berkembang penularan melalui air susu ibu (ASI)
cukup memegang peranan penting.6,11
Penelitian di Afrika Selatan menunjukkan bahwa bayi
dari ibu HIV positif yang diberi ASI eksklusif selama tiga bulan memiliki
risiko tertular HIV lebih rendah (14,6%) dibandingkan bayi yang mendapatkan
makanan campuran, yaitu susu formula dan ASI (24,1%). Hal ini diperkirakan
karena air dan makanan yang kurang bersih (terkontaminasi) akan merusak usus
bayi yang mendapatkan makanan campuran, sehingga HIV dari ASI bisa masuk ke
tubuh bayi.11
Masa Kehamilan
|
Masa Persalinan
|
Masa Menyusui
|
|
|
|
Tabel 2. Diambil dari kepustakaan No.11
V.
PROGRAM
PELAYANAN PMCTC
Pelayanan pencegahan penularan HIV dari
Ibu ke Anak/Prevention of Mother to Child
HIV Transmission/PMTCT merupakan bagian dari pelayanan perawatan, dukungan
dan pengobatan/CST bagi pasien HIV/AIDS.2
Program pencegahan penularan HIV dari
ibu ke bayi mempunyai dua tujuan yaitu untuk mencegah penularan HIV dari ibu ke
bayi, dilaksanakan secara komprehensif dengan menggunakan empat prong, yaitu :2,9
·
Prong 1 : Mencegah
terjadinya penularan HIV pada perempuan usia reproduktif. Usia yang terinfeksi
sekitar 10-24 tahun. Pencegahan infeksi di dalam keluarga akan membantu
pencegahan penularan HIV ke bayi dan anak. Pencegahan HIV diarahkan secara
langsung ke wanita dan suaminya yang memiliki risiko untuk terinfeksi. Karena
tanpa informasi, keterampilan, dan pelayanan yang dibutuhkan untuk mengubah
perilaku yang berisiko dan management STI (seksually transmitted infection
management).10,13,14,15
·
Prong 2 : Mencegah
kehamilan yang tidak direncanakan pada Ibu HIV positif. Pelayanan
kesehatan reproduktif (termasuk keluarga
berencana) dibutuhkan oleh semua wanita khususnya yang terinfeksi agar bisa
membuat keputusan tentang kehidupan reproduktif di masa yang akan datang. Oleh
karena jumlah kehamilan yang tidak direncanakan lebih dari 50% dari seluruh
kelahiran di beberapa negara, maka kontrasepsi memiliki peluang yang sangat
potensial untuk mencegah terjadi penularan HIV secara vertikal.10,13,14,15
·
Prong 3 : Mencegah
terjadinya penularan HIV dari Ibu hamil HIV positif ke bayi yang dikandungnya.
Untuk ibu hamil yang terinfeksi HIV dan bayinya, maka intervensi yang dilakukan
adalah :10,13,14,15
-
Regimen obat
antiretroviral,
-
Persalinan yang aman
-
Konseling dan dukungan
pada masa menyusui.
·
Prong 4 : Memberikan
dukungan psikologis, sosial dan perawatan kepada ibu HIV positif beserta bayi dan
keluarganya. Termasuk juga intervensi
pelayanan kesehatan reproduktif, kunjungan antenatal, dan obstetri pada wanita
yang terinfeksi HIV.10,14,15
Area
Prong
|
Skala Nasional
|
Area Risiko Tinggi
|
Prong 1:
Mencegah
terjadinya penularan HIV pada perempuan usia reproduktif
|
-
Mengurangi stigma
-
Meningkatkan kemampuan masyarakat melakukan perubahan perilaku dan
melakukan praktek pencegahan penularan HIV
-
Komunikasi perubahan perilaku untuk remaja / anak muda
|
-
Mengurangi stigma
-
Meningkatkan kemampuan masyarakat melakukan perubahan perilaku dan
melakukan praktek pencegahan penularan HIV
-
Komunikasi perubahan perilaku untuk remaja / anak muda
-
Mobilisasi masyarakat untuk memotivasi ibu hamil menjalani konseling dan
tes HIV sukarela
|
Prong 2:
Mencegah kehamilan
yang tidak direncanakan pada ibu HIV positif
|
-
Promosi
dan distribusi kondom
-
Penyuluhan
ke masyarakat tentang pencegahan HIV dari ibu ke bayi, terutama ditujukan ke
laki-laki
-
Konseling
pasangan yang salah satunya terinfeksi HIV
-
Konseling
perempuan/ pasangannya jika hasil tes HIV-nya negatif selama kehamilan
|
-
Promosi
dan distribusi kondom
-
Penyuluhan
ke masyarakat tentang pencegahan HIV dari ibu ke bayi, terutama ditujukan ke
laki-laki
-
Konseling
pasangan yang salah satunya terinfeksi HIV
-
Konseling perempuan/
pasangannya jika hasil tes HIV-nya negatif selama kehamilan
-
Menganjurkan
perempuan yang menderita penyakit kronis untuk menunda kehamilan hingga sehat
selama 6 bulan
-
Membantu
lelaki HIV positif dan pasangannya untuk menghindari kehamilan yang tidak
direncanakan
|
Prong 3:
Mencegah
terjadinya penularan HIV dari ibu hamil HIV positif ke bayi yang dikandungnya
|
-
Merujuk
ibu HIV positif ke sarana layanan kesehatan tingkat kabupaten/provinsi untuk
mendapatkan layanan tindak lanjut
|
-
Memberikan
layanan kepada ibu hamil HIV positif: profilaksis ARV, konseling pemberian
makanan bayi, persalinan seksio sesarea
|
Prong 4:
Memberikan
dukungan psikologis, sosial dan perawatan kepada ibu HIV positif beserta bayi
dan keluarganya
|
-
Merujuk
ibu HIV positif ke sarana layanan kesehatan tingkat kabupaten/provinsi untuk mendapatkan
layanan tindak lanjut
|
-
Memberikan
layanan psikologis dan sosial kepada ibu HIV positif dan keluarganya
|
Tabel 3. Implementasi 4 Prong Pencegahan
HIV dari Ibu ke Bayi. Diambil dari
kepustakaan No.12.
Konsep dasar
intervensi PMTCT adalah :1
- Mengurangi
jumlah ibu hamil pengidap HIV/AIDS.Upaya ini bertujuan :1
a. Mencegah
tertularnya penyakit HIV/AIDS pada seluruh wanita usia reproduksi.
b. Mencegah
kehamilan yang tidak direncanakan pada wanita usia reproduksi yang mengidap
HIV.
Sebelum
seorang ibu dengan HIV memutuskan untuk hamil, hendaknya melalui diskusi yang
intens dengan pasangan, mendapat dukungan keluarga, dan diijinkan dokter. Ibu
akan mendapat konseling mengenai kemungkinan resiko penularan pada janin,
mendapat pengobatan ARV (anti retrovirus terapi) dan pemantauan teratur dari
dokter. Dokter biasanya akan mengijinkan seorang ibu dengan HIV untuk hamil
dengan syarat : bila kadar CD4 > 500, tidak terdeteksi virus (viral load)
dalam darah ibu, dan ibu minum ART secara teratur sebelum dan selama kehamilan.1,10
- Turunkan
viral load (jumlah virus dalam tubuh pengidap) serendah-rendahnya.Upaya
yang dilakukan untuk menurunkan viral load adalah :1
a. Minum
ARV secara teratur (bagi ibu usia subur yang tidak hamil)
b. Minum
ARV profilaksis (pencegahan), bagi ibu dengan HIV positif yang hamil.
Umumnya,
1 atau 2 minggu setelah seseorang terinfeksi HIV, kadar HIV akan cepat sekali
bertambah di tubuh seseorang. Kadar HIV tertinggi sebesar 10 juta kopi/ml darah
terjadi 3-6 minggu setelah terinfeksi (disebut infeksi primer). Setelah
beberapa minggu, biasanya kadar HIV mulai berkurang dan relatif terus rendah
selama beberap tahun pada periode tanpa gejala (asimptomatik). Ketika memasuki
masa stadium AIDS (dimana tanda-tanda gejala AIDS mulai muncul), kadar HIV
kembali meningkat.10
- Meminimalkan
paparan janin/bayi dengan cairan tubuh ibu yang mengidap HIV positif.
Upaya yang dilakukan adalah :1,5,6,7
a. Selama
kehamilan : memberikan ARV profilaksis pada ibu hamil dengan HIV positif.
b. Selama
persalinan : disarankan secara sectio cesarean (operasi) atau bisa per vaginam
dengan syarat tanpa trauma kepada ibu dan janin.
c. Menyusui
(laktasi) :
·
Memberi susu formula
eksklusif bila bayi tumbuh sehat tanpa ASI.
·
ASI eksklusif selama 6
bulan, bila bayi mengalami gangguan tumbuh kembang bila menggunakan ASI
formula.
- Optimalkan
kesehatan ibu dengan HIV positif. Upaya yang dapat dilakukan :1,6
·
Minum roboransia
(penunjang kesehatan misal : vitamin)
·
Ibu menjalani pola
hidup sehat : cukup gizi, cukup istirahat, cukup olahraga, tidak merokok, dan
tidak minum alkohol.
·
Menggunakan kondom,
untuk mencegah infeksi baru (bila pasangannya tidak menderita HIV/AIDS), atau
mencegah superinfeksi (bila pasangannya menderita HIV/AIDS).
VI.
STRATEGI
PMTCT
1) Mencegah
terjadinya penularan HIV pada perempuan usia reproduksi.
a. Mengubah
perilaku risiko tinggi menjadi risiko rendah dengan menggunakan idiom ABCD
(Abstinensia, Be Faithful, Condom, Drugs).1,13
b. VCT
(Voluntary Counselling and Testing)
atau konseling dan testing HIV/AIDS sukarela adalah suatu prosedur diskusi
pembelajaran antara konselor dan klien untuk memahami HIV/AIDS beserta risiko
dan konsekuensi terhadap diri, pasangan dan keluarga serta orang disekitarnya.
Tujuan utamanya adalah perubahan perilaku ke arah perilaku lebih sehat dan
lebih aman.3
PICT
(Provider-Initiated Counselling and Testing)
adalah pendekatan testing dan konseling yang dilakukan oleh provider/petugas
kesehatan secara aktif kepada mereka yang membutuhkan atau diperkirakan
membutuhkan.3
Layanan
informasi dan tes HIV diberikan secara rutin bagi laki-laki dan perempuan yang
merencanakan untuk memiliki bayi.. Semua ibu usia subur yang akan hamil
sebaiknya diberikan konseling HIV untuk mengetahui risiko dan sebaiknya semua
ibu hamil disarankan untuk melakukan tes HIV sebagai bagian dari perawatan
antenatal, tanpa memperhatikan faktor risiko dan pervalensi HIV di masyarakat.
Ibu hamil menjalani konseling dan diberikan kesempatan untuk menetapkan sendiri
keputusannya untuk menjalani tes HIV atau tidak.5,11,13
Pada
tiap jenjang pelayanan kesehatan yang memberikan konseling dan tes HIV
sukarela, koseling pasca tes (post-test
conselling) bagi perempuan HIV negatif memberikan bimbingan untuk tetap HIV
negatif selama kehamilan, menyusui dan seterusnya yang tercakup dalam paket
pelayanan kesehatan ibu dan anak dan layanan keluarga berencana.5,13
2) Mencegah
kehamilan yang tidak direncanakan pada ibu dengan HIV positif. Karena adanya
resiko MTCT, maka pada dasarnya perempuan dengan HIV positif tidak disarankan
hamil. Adapun pilihan kontrasepsi bagi perempuan dengan HIV positif :1
§ Suntik
dan implant : bukan kontraindikasi,
§ Vasektomi
dan Tubektomi : bila tidak ingin punya anak lagi,
§ Spons
dan diafragma : kurang efektif,
§ AKDR
(IUD) : tidak dianjurkan karena adanya resiko perdarahan,
§ Kondom
: sangat dianjurkan (pilihan utama) karena bersifat dua protection (mencegah
kehamilan dan mencegah penularan HIV).
3) Pencegahan
Penularan Perinatal
a. Selama
masa kehamilan.
Tujuan intervensi pada ANC :15
·
Memperbaiki kualitas
kesehatan ibu dan mencegah kematian,
·
Mengidentifikasi wanita
yang positif HIV,
·
Memastikan/menjamin
wanita positif HIV masuk ke program PMTCT,
·
Mencegah penularan ibu
ke bayi,
·
Memberikan AZT dari
minggu ke-14 kehamilan atau memberikan ART selamanya sesegera mungkin
tergantung indikasi klinik ibu.
Asuhan Antenatal
|
Persalinan
|
Postnatal
|
Bagan 1.Ringkasan proses PMTCT.
Diambil dari kepustakaan No.15
b.
Pada saat persalinan.
Intervensi, diantaranya :15
·
Mengidentifikasi wanita
positif HIV,
·
Memberikan informasi
PMTCT yang baik dan benar,
·
Menyambung asuhan
pengobatan dan profilaksis regimen ART,
·
Mengurangi resistensi
nevirapin pada ibu,
·
Mulai memberikan ART
profilaksis untuk bayi baru lahir dengan Ibu positif HVI segera saat kelahiran.
Ibu hamil HIV positif
perlu mendapatkan konseling sehubungan dengan keputusannya untuk menjalani
persalinan secara operasi seksio sesarea ataupun persalinan normal.9
c.
Sesudah persalinan.
Intervensi, diantaranya :15
·
Melakukan follow up
post partum termasuk kunjungan postnatal dalam waktu 3 hari,
·
Memperbaiki kualitas
kesehatan ibu dan mengurangi kematian melalui konseling keluarga berencana dan
deteksi kanker serviks,
·
Memberikan profilaksis
setelah lahir untuk bayi,
·
Mengurangi transmisi
HIV postnatal melalui menyusui,
·
Mengidentifikasi semua
bayi yang diduga HIV,
·
Mengurangi kematian
pada bayi yang dinyatakanHIV,
·
Mengidentifikasi bayi
yang positif HIV dan segera mulai ART.
Antenatal
|
Intrapartum
|
Postnatal
|
·
Memberikan
antiretrovirus
·
Memperbaiki
faktor risiko
|
·
Memberikan
antiretrovirus
·
Mengoptimalkan
cara persalinan
|
·
Memberikan
antiretrovirus
·
Memberikan
pengganti ASI (bila keadaan memungkinkan)
|
Tabel
4.
Strategi untuk mencegah penularan vertikal.
Diambil
dari kepustakaan No.6
c.1.
Penggunaan ARV9
Pengobatan
anti-retroviral (ARV) untuk semua wanita hamil yang memenuhi syarat untuk
mendapatkan pengobatan berdasarkan stadium klinis atau tes CD4 (memiliki
presentasi sekitar 20-30%untuk semua ibu hamil yang terinfeksi HIV).Pedoman
baru dari WHO melonggarkan kriteria ART untuk perempuan hamil. WHO mengusulkan
perempuan hamil dengan penyakit stadium klinis 3 dan CD4 di bawah 350
ditawarkan ART. Jelas bila CD4 di bawah 200, atau mengalami penyakit stadium
klinis 4, sebaiknya si perempuan memakai ART.7,8.10
Stadium Klinik
WHO
|
Tidak Tersedia
Tes CD4
|
Tersedia Tes
CD4
|
1
|
Tidak diobati
|
Diobati
jika jumlah sel CD4 <200 mm="mm" sup="sup">3200>
|
2
Tidak diobati
3
Diobati
Diobati
jika jumlah sel CD4 < 350/mm3
4
Diobati
Diobati
tanpa memandang jumlah sel CD4
Tabel 5. Syarat ART. Diambil
dari kepustakaan No.10
Indikasi
pemberian antiretrovirus pada wanita hamil sama dengan pada wanita tidak hamil.
Untuk wanita hamil yang sudah mendapat pengobatan antiretrovirus, keputusan untuk mengganti obat adalah sama dengan wanita
tidak hamil. Regimen kemoprofilaksis ZDV diberikan tunggal atau bersama dengan
antiretrovirus lain, mulai diberikan pada usia kehamilan 14 minggu dan jangan
ditunda. Karena dengan menunda maka efektivitasnya akan menurun. Hal
ini harus didiskusikan dan ditawarkan kepada seluruh ibu hamil yang terinfeksi
agar risiko penularan HIV perinatal berkurang.6
·
Regimen ART5,10
-
Ibu
i.
Antepartum : AZT + 3TC
+ NVP 2 kali sehari
ii.
Intrapartum : AZT + 3TC
+ NVP 2 kali sehari
iii.
Postpartum : AZT + 3TC
+ NVP 2 kali sehari
-
Bayi
AZT x 7 hari
(Jika ibu menerima ART kurang dari 4 minggu selama kehamilan, 4 minggu AZT
diperlukan oleh bayi).
·
Profilaksis ARV10
-
Ibu
i.
Antepartum : AZT
dimulai pada 28 minggu kehamilan atau sesegera mungkin,
ii.
Intrapartum : Sd-NVP +
AZT/3TC,
iii.
Postpartum : AZT/3TC (7
hari)
-
Bayi
Sd-NVP + AT (7
hari)
·
HIV-210
NNRTIs tidak
efektif untuk pengobatan HIV-2
-
Ibu
i.
Antepartum : AZT + 3TC
+ ABC 2 kali sehari
ii.
Intrapartum : AZT + 3TC
+ ABC 2 kali sehari
iii.
Postpartum : AZT + 3TC
+ ABC 2 kali sehari
-
Bayi
AZT x 7 hari
Bila
wanita tidak memenuhi kriteria untuk mulai ART penuh, sebaiknya dia ditawarkan
protokol yang berikut :5
Ibu: AZT dari minggu 28
NVP dosis tunggal + AZT + 3TC saat
melahirkan
AZT + 3TC diteruskan selama 7 Hari
Bayi: NVP dosis tunggal + AZT segera setelah lahir
AZT diteruskan selama 7 hari
c.2.Menyusui5,6,9,11
-
Ibu hamil HIV positif
perlu mendapatkan konseling sehubungan dengan keputusannya untuk menggunakan
susu formula ataupun ASI eksklusif.
-
10-20% bayi lahir
dengan ibu yang terinfeksi HIV mungkin didapatkan melalui ASI, tergantung
durasi dan faktor resiko lainnya.
-
Makanan bayi,pilihan
diantaranya :
ü Tidak
intervensi, menyusui dalam jangka waktu yang lama (18-24 bulan) : 35%,
ü Tidak
intervensi, menyusui dalam jangka waktu yang pendek (6 bulan) : 30%,
ü Tidak
intervensi, makanan pengganti : 20%
-
ASI eksklusif memiliki
resiko transmisi HIV yang rendah daripada ASI yang dikombinasikan dengan cairan
atau makanan lainnya (ASI campuran). Tetapi pemberian susu formula sangat sulit
terutama di negara sedang berkembang, karena ada kepercayaan bahwa ASI harus
diberikan kepada bayi, tidak ada air bersih, serta orangtua tidak mampu membeli
susu formula.
-
Salah satu alternatif
adalah dengan memanaskan ASI sebelum diberikan kepada bayi. Tetapi cara ini
belum dilakukan secara luas.
-
Pada daerah tertentu
dimana pemberian susu formula tidak memenuhi persyaratan AFASS dari WHO (Acceptable = mudah diterima, Feasible = mudah dilakukan, Affordable = harga terjangkau, Sustainable = berkelanjutan, Safe = aman penggunaannya), maka ibu HIV
positif dianjurkan memberikan ASI eksklusif hingga maksimal tiga bulan atau
lebih pendek jika susu formula memenuhi AFASS sebelum tiga bulan.
4) Perawatan
Ibu Sesudah Melahirkan
Semua
ibu yang terinfeksi HIV dan baru selesai
melahirkan disarankan untuk dirawat di ruang perawatan orang dewasa dan dimasukkan dalam
program pengobatan.6
Yang
sangat penting adalah ibu dan keluarganya harus mendapat perawatan dan
pelayanan paripurna, karena merekaini sering menghadapi tekanan sosial dan
medis, diantaranya :6,4
§ Bayi
positif akan mengalami gangguan tumbuh kembang. Anak dengan HIV/AIDS lebih
sering mengalami penyakit infeksi bakteri ataupun virus.
§ Perlakuan
diskriminatif akan dihadapi anak-anak yang hidup dengan HIV/AIDS. Stigma
negatif terhadap HIV/AIDS menyebabkan anak-anak dengan HIV/AIDS seringkali
didiskriminasi masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya di sekolah, dan
sebagainya.
§ Penelitian
di beberapa negara menunjukkan bahwa anak yang dilahirkan ibu HIV positif, meskipun
ibunya masih hidup, secara signifikan memiliki risiko kesakitan dan kematian
yang lebih tinggi.
Komponen
perawatan paripurna termasuk perawatan medis dan pelayanan pendukungnya adalah
sebagai berikut :6
·
Perawatan khusus yaitu,
perawatan dasar, obstetri/genokologi, anak, dan HIV
·
Pelayanan keluarga
berencana
·
Pelayanan kesehatan
jiwa
·
Pengobatan penyalah
gunaan obat terlarang
·
Pelayanan untuk
mendukung ibu agar lebih bersemangat
·
Koordinasi pelayanan
dengan tatalaksana kasus untuk ibu, anak, serta anggota keluarga yang lain.
Pelayanan
untuk mendukung ibu harus diatur sedemikianrupa sesuai dengan kebutuhan
masing-masing ibu.6
VII.
RANGKUMAN
PMTCT (Prevention of Mother To Child Transmission of HIV) adalah
suatu program intervensi untuk mencegah penularan dari ibu penderita HIV/AIDS kepada bayinya. Penularan dari ibu yang
terinfeksi HIV/AIDS kepada anaknya terjadi selama kehamilan, saat persalinan
atau melalui ASI. Beberapa faktor risiko dapat meningkatkan atau menurunkan transmisi HIV dari ibu ke bayi.
Proses PMTCT dimulai dari asuhan antenatal yaitu memberikan
antiretrovirus dan memperbaiki faktor risiko ; intrapartum yaitu memberikan antiretrovirus dan mengoptimalkan cara
persalinan ; postnatal yaitu memberikan antiretrovirus dan memberikan
pengganti ASI (bila keadaan memungkinkan).
Pelayanan pencegahan penularan HIV dari Ibu ke anak merupakan
bagian pelayanan perawatan, dukungan dan pengobatan bagi pasien HIV/AIDS di
Indonesia. Layanan pencegahan penularan HIV dari Ibu ke bayi diintegrasikan
dengan paket pelayanan kesehatan ibu dan
anak dan layanan keluarga berencana di
tiap jenjang pelayanan kesehatan. 4 prong merupakan program komprehensif untuk mencegah transmisi dari ibu
ke bayi, yaitu : 1) mencegah terjadinya
penularan HIV pada perempuan usia reproduktif ; 2) Mencegah kehamilan yang tidak direncanakan pada ibu HIV positif ; 3) Mencegah terjadinya
penularan HIV dari ibu hamil HIV positif
ke bayi yang dikandungnya ; 4) Memberikan dukungan psikologis, sosial dan perawatan kepada Ibu HIV positif beserta bayi dan keluarganya.
DAFTAR PUSTAKA
- Romadona NF. Penyakit HIV/AIDS
pada Anak. [cited 2012 21 Februari]. Available from: http://repository.upi.edu/operator/upload/pro_2011_iecs_nur_aids_pada_anakx.pdf.
- Fabanjo IJ. Telenursing Dalam
Pelaksanaan Program Pencegahan Penularan HIV dari Ibu Ke Anak/ PMTCT.
2011 [cited 2012 21 Februari]; Available from: http://www.fik.ui.ac.id/pkko/files/.
- Medik DBPP. Pedoman Diagnosis
Laboratorium Bayi dan Anak Usia Kurang dari 18 Bulan Terpapar HIV. In:
Indonesia KR, editor. Jakarta,2009. p. 1-10.
- PMTCT. Besaran Masalah PMTCT.
2008. [cited 2012 21 Februari]; Available from: http://pmtct.bikinsitus.com/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=19
- Setiawan IM. Tatalaksana
Pencegahan Penularan Vertikal dari Ibu Terinfeksi HIV ke Bayi yang
Dilahirkan. Maj Kedokt Indon, Vol : 59, No: 10. 2009:489-94.
- CATIE, Women’s Health. HIV and
Pregnancy : General Information.
[cited 2012 22 Februari]; Available from: www.catie.ca.
- Hoffman C, Rockstroh JK, Kamps BS. HIV Therapy in Pregnancy. In : HIV Medicine. Paris: Flying;
2007. P. 353-365.
- Spiritia. Pencegahan Penularan
dari Ibu ke Bayi (PMTCT).
[cited 2012 21 Februari]; Available from: http://spiritia.or.id/
- PMTCT. Kebijakan PMTCT
Indonesia. 2008 [cited 2012 21 Februari]; Available from: http://pmtct.bikinsitus.com/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=18
10. World
Health Organization. Prevention of
Mother-to-Child Transmission (PMTCT) Briefing Note. Departement of
HIV/AIDS, WHO. 1 Oktober 2007. P. 3-10.
- PMTCT. Resiko Penularan dari
Ibu Ke Bayi. 2008 [cited 2012 21 Februari]; Available from: http://pmtct.bikinsitus.com/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=21
- PMTCT. Implementasi 4 Prong
Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Bayi. 2008 [cited 2012 21
Februari]; Available from: http://pmtct.bikinsitus.com/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=31
13. Family
Health International. Preventing Mother
to Child Transmission of HIV, A Strategic Framework. Arlington, University of
North Carolina. 2004. p. 1-10
14. World
Health Organization. Guidance on Global
Scale-up of the Prevention of Mother-to-Child Transmission of HIV. 2007. p.
2-11
15. Department
Health Republik of South Africa. PMTCT
Processes And Goals of Intervention. In : Clinical Guidelines : PMTCT
(Prevention of Mother-to-Child Transmission). 2010. National Department of
Health, South Africa; South African National AIDS Council. P. 10-12.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar