Sabtu, 30 Oktober 2010

KB : Teori Malthus, Kedokteran dan Islam


Keluarga berencana dianggap sebagai salah satu solusi untuk menekan laju pertumbuhan penduduk yang tidak sinkron dengan laju pertumbuhan ekonomi khususnya di Indonesia yang menempati urutan ke-4 sebagai negara dengan populasi penduduk terbanyak di dunia. Di samping itu, Indonesia merupakan negara berkembang dengan angka kemiskinan yang masih tergolong tinggi. Dan ada anggapan bahwa Program keluarga berencana dilaksanakan atas dasar suka rela serta tidak bertentangan dengan agama, kepercayaan dan moral Pancasila.

Latar Belakang


Dasar pemikiran lahirnya KB di Indonesia adalah adanya permasalahan kependudukan. Aspek-aspek yang penting dalam kependudukan adalah :
1. Jumlah besarnya penduduk
2. Jumlah pertumbuhan penduduk
3. Jumlah kematian penduduk
4. Jumlah kelahiran penduduk
5. Jumlah perpindahan penduduk
Teori Malthus


Malthus adalah orang pertama yang mengemukakan tentang penduduk. Dalam “Essay on Population”, Malthus beranggapan bahwa bahan makanan penting untuk kelangsungan hidup, nafsu manusia tak dapat ditahan dan pertumbuhan penduduk jauh lebih cepat dari bahan makanan.


Menurut pendapatnya, faktor pencegah dari ketidakseimbangan penduduk dan manusia antara lain Preventive checks (penundaan perkawinan, mengendalikan hawa nafsu dan pantangan kawin); Possitive checks (bencana alam, wabah penyakit, kejahatan dan peperangan).


Kontroversi Teori Malthus


Salah sama sekali, karena mengabaikan peningkatan teknologi, penanaman modal dan perencanaan produksi. Pengikut Malthus (Neo Malthusionism), berpendapat: untuk mencegah laju cepatnya peningkatan penduduk dilakukan Methode Birth Control dengan menggunakan alat kontrasepsi.

Pengikut Malthus



Pengikut teori Malthus antara lain Francis Flace (1771 – 1854) : menulis buku yang berjudul “Illustration And Proofs of The Population” atau penjelasan dari bukti mengenai asas penduduk. Richard Callihie (1790 – 1843) : menulis buku “What’s love ?” (Apakah Cinta Itu?).


Any C. Besant (1847-1933) : menulis buku berjudul “Hukum Penduduk, Akibatnya dan Artinya Terhadap Tingkah Laku dan Moral Manusia”.


dr. George Drysdale : keluarga berencana dapat dilakukan tanpa merugikan kesehatan dan moral.


Sejarah Lahirnya Keluarga Berencana


Sebelum abad XX, di negara barat sudah ada usaha pencegahan kelangsungan hidup anak karena berbagai alasan. Caranya adalah dengan membunuh bayi yang sudah lahir, melakukan abortus dan mencegah/ mengatur kehamilan. KB di Indonesia dimulai pada awal abad XX.


Di Inggris, Maria Stopes. Upaya yg ditempuh untuk perbaikan ekonomi keluarga buruh dg mengatur kelahiran. Menggunakan cara-cara sederhana (kondom, pantang berkala).
Amerika Serikat, Margareth Sanger.Memperoleh pengalaman dari Saddie Sachs, yang berusaha menggugurkan kandungan yang tidak diinginkan. Ia menulis buku “Family Limitation” (Pembatasan Keluarga). Hal tersebut merupakan tonggak permulaan sejarah berdirinya KB.

PERKEMBANGAN KB DI INDONESIA



Tujuan utama pelaksanaan keluarga berencana dalam Repelita I adalah untuk meningkatkan derajat kesehatan dan ke¬sejahteraan ibu dan anak, keluarga serta masyarakat pada umumnya. Dengan berhasilnya pelaksanaan keluarga berencana diharapkan angka kelahiran dapat diturunkan, sehingga tingkat kecepatan perkembangan penduduk tidak melebihi ke¬mampuan kenaikan produksi. Dengan demikian taraf kehi- dupan dan kesejahteraan rakyat diharapkan akan lebih me¬ningkat.


Program keluarga berencana dilaksanakan atas dasar suka- rela serta tidak bertentangan dengan agama, kepercayaan dan moral Pancasila. Dengan demikian maka bimbingan, pendidikan serta pengarahan amat diperlukan agar masyarakat dengan kesadarannya sendiri dapat menghargai dan, menerima pola keluarga kecil sebagai salah satu langkah utama untuk me¬ningkatkan kesejahteraan hidupnya. Oleh karena itu pelaksa-naan program keluarga berencana tidak hanya menyangkut masalah tehnis medis semata-mata, melainkan meliputi berbagai segi penting lainnya dalam tata hidup dan kehidupan masyarakat.


Organisasi pelaksanaan keluarga berencana dalam Repelita I mengalami perkembangan-perkembangan. Kegiatan secara ter¬organisir mulai dirintis dengan didirikannya Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) pada tahun 1957. Akan tetapi barulah sejak tahun 1968 dengan dibentuknya Lembaga Keluarga Berencana Nasional (LKBN), kegiatan keluarga berencana telah ditingkatkan menjadi suatu program nasional. Sesuai dengan perkembangan pelaksanaan keluarga be¬rencana, dibutuhkan (penyempurnaan organisasi, sehingga dalam tahun 1970 LKBN telah dirubah menjadi Badan Koor¬dinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Selanjutnya dalam Repelita I terus dilakukan usaha-usaha penyempurnaan organisasi BKKBN.


Untuk lebih mengembangkan pelaksanaan program keluarga berencana dalam Repelita I telah dimanfaatkan pula berbagai bantuan luar negeri yang serasi dengan pola kebijaksanaan nasional untuk program keluarga berencana.


Selama masa Repelita I pelaksanaan program keluarga be¬rencana di pusatkan di daerah Jawa dan Bali. Di daerah- daerah tersebut terdapat situasi kepadatan penduduk yang relatif lebih kritis keadaannya dibandingkan dengan daerah¬daerah lainnya di Indonesia. Walaupun demikian ternyata bahwa di beberapa daerah di luar Jawa dan Bali selama masa Repelita I telah dirintis pula usaha pelaksanaan keluarga be-rencana oleh pelbagai organisasi kemasyarakatan serta Peme¬rintah Daerah yang bersangkutan.
Pelaksanaan program keluarga berencana dalam Repelita I terutama meliputi kegiatan penerangan dan motivasi, pelayanan medis, pendidikan dan latihan, pengembangan logistik, penca¬tatan dan pelaporan serta penelitian dan penilaian kegiatan keluarga berencana.


Dengan kita mengetahui asal mula “lahirnya” KB di dunia dan mengikuti perkembangan KB di Indonesia, maka yang perlu dicermati adalah motivasi yang melatarbelakangi ada nya KB. Faktor utama yang selalu dikaitkan dengan KB adalah masalah Ekonomi dan Reproduksi. Namun bisa saja ada motivasi yang mungkin salah luput dari “perhatian” kita sebagai seorang intelektual yang dituntut untuk cerdas dalam menanggapi permasalahan, dengan melihatnya bukan hanya dari satu sisi, yang kemudian “diminta” solusi apa yang ditawarkan untuk permasalahan tersebut. Akan tetapi solusi yang adalah haruslah dari sumber yang qhot’ih, yaitu ISLAM dengan sumber hukum adalah AL QUR’AN, AS SUNNAH, dan IJTIHAD.


KB DALAM TINJAUAN AGAMA ISLAM


Fatwa Idarah Iftah Saudi Arabia176
Perbedaan antara ‘mencegah’, ‘merencanakan’ dan ‘membatasi’ kehamilan



Di sela-sela kegiatan seminar VIII Organisasi Ulama Besar Saudi Arabia yang diselenggarakan pada pertengahan bulan Rabiul-Awal tahun 1396 Hijriyah menyimpulkan bahwa : “Masalah mencegah, merencanakan dan membatasi kehamilan menjadi bahasan penting dan masing-masing telah dibedakan.” Berikut ini, hasil seminar tersebut.


a) Mencegah Kehamilan (Man’ul-haml)


Yaitu menggunakan alat-alat kontrasepsi yang berfungsi mencegah kehamilan pada diri wanita, seperti: ‘Azl (membuang air sperma sebelum masuk ke vagina), mengkonsumsi pil, memakai kondom, spiral, tidak berhubungan seksual di masa subur, dan sebagainya.
Tujuannya, mencegah reproduksi keturunan, baik alat atau cara kontrasepsi itu menyebabkan mandul maupun tidak.

b) Membatasi Kehamilan (Tahdidun-nasl)



Yaitu menghentikan kehamilan pada jumlah anak tertentu dengan memakai alat-alat yang dianggap mampu mencegah kehamilan.
Tujuannya, meminimalisir jumlah anak/keturunan, baik setelah penggunaan cara dan alat ini, wanita menjadi mandul (steril) maupun tidak.


c) Merencanakan Kehamilan (Tandzimul-haml


Yaitu menggunakan alat-alat kontrasepsi yang populer. Penggunakaan alat-alat ini tidak bertujuan menciptakan kemandulan (Sterilisasi), tapi hanya bermaksud menghentikan kehamilan untuk ‘sementara waktu’ demi kemaslahan suami-isteri atau atas permintaan orang lain yang berpengalaman. Tujuannya, memperhatikan kondisi keluarga seperti masalah kesehatan dan kesejahteraan keluarga yang kesemuanya dipercayakan pada fungsi alat-alat kontrasepsi.


Berikut ini penjelasan para ulama tentang batasan di atas dan tertuang pada Surat Keputusan Nomor 42 Tanggal 13/4/1396 H.


Berdasarkan syariat Islam yang menghendaki jumlah keturunan yang banyak, dan memandangkan keturunan sebagai nikmati dan karunia besar dari Allah SWT kepada hamba-Nya, maka ditemukan berbagai teks atau dalil dari Al-Qur’an dan Sunnah yang telah dinukilkan oleh lembaga riset dan fatwa untuk dibahas dan dikemukakan.


Mengingat munculnya permasalahan tentang ‘membatasi keturunan’ atau ‘mencegah kehamilan’, telah bertentangan dengan fitrah kemanusiaan yang telah diciptakan Allah SWT dan syariat Islam yang diperuntukkan bagi hamba-hambaNya.


Mengingat adanya pihak-pihak yang mensponsori program ‘membatasi keturunan’ atau ‘mencegah kehamilan’ dan propaganda mereka yang bertujuan menyerang umat Islam secara umum, terutama bangsa Arab, yang pada akhirnya mereka akan leluasa menjajah warga negara.


Mengingat bahwa slogan mereka termasuk bagian dari tradisi jahiliyah dan sikap su’udzan kepada Allah SWT, sekaligus memperlemah kekuatan ISLAM yang nantinya hanya bertumpu pada populasi muslim wanita.


Maka, Majelis memutuskan bahwa usaha membatasi keturunan dan mencegah keturunan, secara mutlak, tidak diperbolehkan, jika motivasinya karena tidak mampu secara ekonomis, sebab Allah SWT adalah DZAT PEMBERI REZEKI. Allah berfirman: “Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rizkinya...”. (QS.Hud:6)


Namun,Jika usaha mencegah kehamilan tersebut karena adanya kondisi darurat seperti wanita yang tidak bisa melahirkan secara normal dan terpaksa harus dioperasi untuk mengangkat janinnya, atau menunda kehamilan demi kemaslahatan suami-istri, maka dalam hal ini tidak ada larangan untuk mencegah kehamilan atau menundanya. Hal ini didasarkan pada hadits-hadits shahih dan riwayat dari para fuqaha yang menyebutkan kebolehan meminum obat untuk mengeluarkan nuthfah (sperma) dari rahim sebelum berusia 40 hari. Bahkan, usaha mencegah kehamilan diperbolehkan dalam kondisi dan situasi darurat.


Didalam Al-qur`an dan Hadist , yang merupakan sumber pokok hukum Islam dan yang menjadi pedoman hidup umat islam, tidak ada nas yang sharih (clear steatment) yang melarang ataupun yang memerintahkan ber-KB secara eksplisit. Karena itu hukum ber-KB harus dikembalikan kepada kaidah kaidah hukum islam yang menyatakan Pada dasarnya segala sesuatu perbuatan itu boleh , kecuali ada dalil yang menunjukan keharamannya .


Selain berpegang dengan kaidah hukum islam tersebut diatas , kita juga bisa menemukan beberapa ayat Al-qur`an dan Hadist Nabi yang memberikan indikasi, bahwa pada dasarnya Islam memperbolehkan orang ber-KB. Bahkan kadang-kadang hukum ber-KB itu bisa berubah dari mubah (boleh) menjadi sunah, wajib makruh atau haram , seperti halnya hukum perkawinan bagi orang islam yang hukum asalnya mubah. Tetapi hukum mubah ini bisa berubah sesuai dengan kondisi dan situasi individu muslim yang bersangkutan dan juga memperhatikan perubahan zaman, tempat dan keadaan masyarajkat dan negara. Hal ini sesuai dengan kaidah hukum islam yang artinya: hukum – hukum itu bisa berubah sesuai dengan perubahan zaman tempat dan keadaan.


Ayat-ayat Al-qur`an yang dapat dijadikan dalil untuk dibenarkan ber-KB antara lain:


• Surat An-nisa ayat 9 yang artinya


”Dan hendaklah orang-orang merasa khawatir kalau mereka meninggalkan dibelakang mereka anak cucu yang lemah , yang mereka khawatir akan kesejahteraanya . oleh karena itu hendaknya merka bertakwa kepada Allah dan hendaknya mengucapkan yang benar”.


• Surat Al-Baqarah ayat 233 yang artinya :


”Para ibu hendaknya menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi orang yang ingin menyempurnakan penyusuannya. Dan ayah berkewajiban memberi makan dan pakaian kepada ibu dengna cara yang patut. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya . Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan ahli warisnya berkewajiban demekian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengna kerelaan dari keduannya untuk musyawarah , maka tidak adadosa atau keduanya. Dan jika ingin anaknya disusukan oleh orang lain , maka tidak ada dosa baginya apabila kamu memberikan pembayaran mneurut yang patut. Bertakwalah kepada Allh dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan”.


Surat Luqman ayat 14, yang artinya:


”Dan Kami amanatkan kepada manusia terhadap kedua orang tuanya. Ibunya yang telah mengandung dalam keadaan lemah dan telah menyapihnya dalam dua tahun . bersyukurlah kepada-KU dan kepada orang tuamu. KepadaKu-lah kamu kembali.”


Dari ayat-ayat diatas memberi petunjuk kepada kita bahwa kita perlu melaksanakan perencanaan keluarga atas dasar mencapai keseimbangan antara mendapatkan keturunan dengan:


• Terpeliharanya kesehatan ibu anak, terjaminnya keselamatan jiwa ibu karena beban jasmani dan rohani selama hamil , melahirkan, menyusui dan memelihara anak serta timbulbya kejadian-kejadian yang tidak diinginkan dalam keluarganya.
• Terpeliharanya kesehatan jiwa , kesehatan jasmani dan rohani anak serta tersedianya pendidikan bagi anak
• Terjaminnya keselamatan agama orang tua yang dibebani kewajiban mencukupkan kebutuhan hidup keluarga


ALAT KONTRASEPSI


Bila dari segi motivasi sudah sejalan, tinggal masalah teknisnya. Di dunia kedokteran tersedia banyak jenis alat kontrasepsi. Sebagian dari alat itu ada yang dianggap tidak sejalan dengan hukum Islam, seperti yang berfungsi membunuh janin. Adalagi yang berfungsi membunuh zygot, di mana sebagian dari para ulama berpandangan bahwa zygot itu pun harus dihormati layaknya manusia.


Maka alat-alat kontrasepsi yang mekanisme kerjanya membunuh zygot atau janin, termasuk alat kontrasepsi yang tidak dibenarkan dalam Islam. Sebaliknya, bila tidak sampai membunuh janin atau zygot, melainkan hanya berfungsi untuk menghalangi terjadinya pembuahan, oleh sementara kalangan ulama dipandang boleh untuk digunakan.


Setelah kita mengetahui bahwa para ulama membolehkan penggunaan obat pencegah kehamilan dan alat kontrasepsi jika ada sebab yang dibenarkan dalam syariat, maka dalam menggunakannya harus memperhatikan beberapa hal berikut:


1) Sebelum menggunakan alat kontrasepsi/obat anti hamil hendaknya berkonsultasi dengan seorang dokter muslim yang dipercaya agamanya, sehingga dia tidak gampang membolehkan hal ini, karena hukum asalnya adalah haram, sebagaimana penjelasan yang lalu. Ini perlu ditekankan karena tidak semua dokter bisa dipercaya, dan banyak di antara mereka yang dengan mudah membolehkan pencegahan kehamilan (KB) karena ketidakpahaman terhadap hukum-hukum syariat Islam, sebagaimana ucapan syaikh Shaleh al-Fauzan di atas. (Lihat keterangan Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu dalam Khataru Tahdiidin Nasl (8/16) Muallafaatusy syaikh Muhammad bin Jamil Zainu), dan keputusan Majelis al Majma’ al Fiqhil Islami dalam Majallatul Buhuutsil Islaamiyyah (30/286))


2) Pilihlah alat kontrasepsi yang tidak membahayakan kesehatan, atau minimal yang lebih ringan efek sampingnya terhadap kesehatan (Lihat keterangan Syaikh al-’Utsaimin dalam al-Fatawal Muhimmah (1/160) dan kitab Buhuutsun Liba’dhin Nawaazilil Fiqhiyyatil Mu’aashirah (28/6)).


3- Usahakanlah memilih alat kontrasepsi yang ketika memakai/memasangnya tidak mengharuskan terbukanya aurat besar (kemaluan dan dubur/anus) di hadapan orang yang tidak berhak melihatnya. Karena aurat besar wanita hukum asalnya hanya boleh dilihat oleh suaminya (Lihat Tafsir al-Qurthubi (12/205) dan keterangan syaikh al-’Utsaimin dalam Kutubu Wa Rasaa-ilu Syaikh Muhammad bin Shaleh al-’Utsaimiin (10/175)), adapun selain suaminya hanya diperbolehkan dalam kondisi yang sangat darurat (terpaksa) dan untuk keperluan pengobatan (Lihat kitab an-Nazhar Fi Ahkamin Nazhar (hal. 176) tulisan Imam Ibnul Qaththan al-Faasi, melalui perantaraan kitab Ahkaamul ‘Auraat Linnisaa’ (hal. 85)). Berdasarkan keumuman makna firman Allah ta’ala:
والذين هم لفروجهم حافظون، إلا على أزواجهم أو ما ملكت أيمانهم فإنهم غير ملومين
“…Dan mereka (orang-orang yang beriman) adalah orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela.” (Qs. al-Mu’minuun: 5-6)


Referensi


• Arjoso, S. Rencana Strategis BKKBN. Maret, 2005.
• Pusat Pendidikan dan Pelatihan BKKBN. Sejarah Perkembangan Keluarga Berencana dan Program Kependudukan. Jakarta, 1981.
• Makalah Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia. www.bkkbn.go.id
• Adil Yusuf al-Izazy,Dr. Fiqih Kehamilan : Panduan Hukum Islam Seputar Kehamilan, Janin, Aborsi, dan Perawatan Bayi. Cetakan pertama, 1428 H
• Merencanakan kelahiran anak sesuai syari'at Islam : http://assunnah.or.id
• Penulis: Ustadz Abdullah bin Taslim al-Buthoni, M.A. Artikel: www.muslim.or.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar