Senin, 14 Maret 2011

CHOLEDOCHOLITHIASIS

I. PENDAHULUAN

Choledocholithiasis adalah adanya batu dalam saluran empedu dan merupakan suatu kondisi umum dan bisa menimbulkan berbagai komplikasi. Pada umumnya komposisi utama batu adalah kolesterol.1,2,3

Letak batu di saluran empedu yaitu di : saluran empedu utama atau di duktus choledochus (choledocholithiasis), di saluran sistikus (sistikolitiasis) jarang sekali ditemukan dan biasanya bersamaan dengan batu di dalam kandung empedu, dan di saluran empedu intrahepatal (intrahepatolitiasis) atau hepatolitiasis.4



Sebagian besar batu yang terletak di duktus choledochus berasal dari kandung empedu, tetapi batu tersebut dapat bermigrasi melalui duktus sistikus ke dalam saluran empedu menjadi batu saluran empedu dan disebut sebagai batu saluran empedu sekunder. Choledocholithiasis biasanya disertai dengan kalkulus cholecystitis. Batu yang ada dapat tunggal atau ganda, berbentuk bulat atau oval. Batu dapat terletak di ampula vateri.4,5

Sebagian besar pasien dengan batu empedu tidak mempunyai keluhan. Risiko penyandang batu empedu untuk mengalami gejala dan komplikasi relatif kecil. Namun, sering menimbulkan gejala sumbatan sebagian (partial obstruction), dan menimbulkan gejala kolik. Pada dasarnya dilatasi saluran empedu sangat bergantung pada berat atau tidaknya obstruksi yang terjadi. Pada penderita-penderita yang mengalami obstruksi parsial baik disebabkan oleh batu duktus choledochus, tumor papilla vateri atau cholangitis sklerosis, kadang-kadang tidak memperlihatkan pelebaran saluran empedu sama sekali, tetapi mungkin saja dijumpai pelebaran yang berkala. Bila menimbulkan gejala sumbatan, akan timbul tanda cholestasis ekstrahepatal. Di samping itu dapat terjadi infeksi, timbul gejala cholangitis, dan cairan empedu menjadi kental dan berwarna coklat tua (biliary mud). Dinding dari duktus choledochus menebal dan mengalami dilatasi disertai dengan ulserasi pada mukosa terutama di sekitar letak batu dan di ampula vateri.4,5,7

II. INSIDENS DAN EPIDEMIOLOGI


Kasus batu empedu sering ditemukan di Amerika Serikat yang mengenai 20% penduduk dewasa. Setiap tahunnya, beberapa ratus ribu orang yang menderita penyakit ini menjalani pembedahan saluran empedu. Batu empedu relatif jarang terjadi pada usia dua dekade pertama. Namun, ada sumber menyatakan bahwa jumlah wanita usia 20 - 50 tahun yang menderita batu empedu kira-kira 3 kali lebih banyak dari pada laki-laki. Setelah usia 50 tahun, rasio penderita batu empedu hampir sama antara pria dan wanita. Insidensi batu empedu meningkat sering bertambahnya usia. Faktor ras dan familial tampaknya berkaitan dengan semakin tinggi pada orang Amerika asli, diikuti oleh orang kulit putih, dan akhirnya orang Afro-Amerika. Batu saluran empedu primer lebih banyak ditemukan pada pasien di wilayah Asia dibandingkan dengan pasien di negara barat.3,5,8

III. ETIOLOGI

Batu Empedu hampir selalu dibentuk dalam kandung empedu dan jarang dibentuk pada bagian saluran empedu lain. Etiologi batu empedu masih belum diketahui. Satu teori menyatakan bahwa kolesterol dapat menyebabkan supersaturasi empedu di kandung empedu. Setelah beberapa lama, empedu yang telah mengalami supersaturasi menjadi mengkristal dan mulai membentuk batu. Akan tetapi, tampaknya faktor predisposisi terpenting adalah gangguan metabolisme yang menyebabkan terjadinya perubahan komposisi empedu, stasis empedu, dan infeksi kandung empedu.3,8

IV. ANATOMI DAN FISIOLOGI


Kandung empedu normal berbentuk kista berdinding tipis menempel pada bagian bawah dan medial dari lobus kanan hepar. Kadang-kadang intrahepatik. Duktus sistikus berhubungan dengan kandung empedu dan bersama duktus hepatikus membentuk duktus choledochus.7
Duktus choledochus berjalan ke arah kaudal akhirnya berhubungan dengan duktus pankreatikus dan berakhir pada papilla vateri di dalam duodenum. Duktus pankreatikus biasanya bergabung dengan duktus choledochus proksimal dari papilla. Kecuali distal, duktus biliaris mempunyai jaringan elastik lain dari pada dinding otot. Di distal ada otot (oddi’s) sphincter melibatkan duktus dalam area pendek tepat proksimal dari papilla.7

Fungsi kandung empedu tempat penyimpangan dan pemekatan empedu. Kontraksi kandung empedu dan relaksasi sphincter oddi diketengahi oleh hormon cholecystokinin yang disebabkan oleh dinding duodenum sebagai reaksi dari lemak intramural dan asam amino.7

V. PATOGENESIS DAN TIPE BATU


Pada umumnya batu empedu dapat dibagi menjadi 3 tipe, yaitu :10
1. Tipe kolesterol
2. Tipe pigmen empedu
3. Tipe campuran

Untuk batu saluran empedu dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori mayor, yaitu:5,10
1) Batu kolesterol di mana komposisi kolesterol melebihi 70%. Terjadinya batu kolesterol adalah akibat gangguan hati yang mengekskresikan kolesterol berlebihan hingga kadarnya di atas nilai kritis kelarutan kolesterol dalam empedu.
2) Batu pigmen coklat atau batu calcium bilirubinate yang mengandung Ca-bilirubinate sebagai komponen utama. Tipe pigmen biasanya adalah akibat proses hemolitik atau infestasi Escherichia coli atau Ascaris lumbricoides ke dalam empedu yang dapat mengubah bilirubin diglukuronida menjadi bilirubin bebas yang mungkin dapat menjadi kristal kalsium bilirubin.
3) Batu pigmen hitam yang kaya akan residu hitam tak terekstraksi.

Ada tiga faktor penting yang berperan dalam patogenesis batu kolesterol : 1) hipersaturasi kolesterol dalam kandung empedu, 2) percepatan terjadinya kristalisasi kolesterol dan 3) gangguan motilitas kandung empedu dan usus.5

Patogenesis batu pigmen melibatkan infeksi saluran empedu, stasis empedu, malnutrisi, dan faktor diet. Kelebihan aktifitas enzim β-glucuronidase bakteri dan manusia (endogen) memegang peran kunci dalam patogenesis batu pigmen pada pasien di negara timur. Hidrolisis bilirubin oleh enzim tersebut akan membentuk bilirubin tak terkonjugasi yang akan mengendap sebagai calcium bilirubinate. Enzim β-glucuronidase bakteri berasal dari kuman E. coli dan kuman lainnya di saluran empedu. Enzim ini dapat dihambat oleh glucarolactone yang konsentrasinya meningkat pada pasien dengan diet rendah protein dan rendah lemak.5

Beberapa faktor risiko terjadinya batu empedu antara lain jenis kelamin, umur, hormon wanita, infeksi (cholecystitis), kegemukan, kehamilan, terapi hormon, kehilangan berat badan yang cepat, penyakit crohn, trigliserida darah yang meningkat serta faktor genetik.3,10


VI. DIAGNOSIS

VI.1. Gambaran Klinis

Choledocholithiasis yang tanpa kelainan atau sebagai batu tersembunyi (silent stone) tidak memberikan gejala sama sekali. Bila menimbulkan tanda sumbatan baru memberikan gejala ikterus cholestatic. Pada umumnya ikterusnya ringan, dan sifatnya sementara, karena yang sering menimbulkan sumbatan sebagian, jarang menimbulkan sumbatan lengkap.4

Gejala batu empedu yang dapat dipercaya adalah kolik bilier (cholecystitis akut sering disertai sumbatan batu dalam duktus sistikus), suatu nyeri yang sangat spesifik. Sekitar ¾ penderita mengeluh nyeri yang letaknya di perut kanan atas berlangsung lebih dari 30 menit dan kurang dari 12 jam. Lokasi nyeri bisa juga di kiri dan prekordial. Pada saat serangan timbul kolik empedu yang intermiten, sehingga membuat gelisah penderita. Kadang-kadang sifat nyeri tersebut menetap yang menjalar ke punggung dan di daerah scapula kanan, sering disertai muntah. Pada palpasi teraba nyeri tekan di epigastrium dan perut kanan atas.4,5,8

Penderita dapat berkeringat banyak atau berjalan mondar-mandir atau berguling ke kanan dan ke kiri di atas tempat tidur. Pasien sering memiliki riwayat dispepsia, intoleransi lemak, nyeri ulu hati, atau flatulen yang berlangsung lama.8

Obstruksi aliran empedu juga akan mengganggu absorbsi vitamin A,D,E,K yang larut lemak. Karena itu pasien dapat memperlihatkan gejala defisiensi vitamin-vitamin ini jika obstruksi biliaris berlangsung lama. Defisiensi vitamin K dapat mengganggu pembekuan darah yang normal. Di samping adanya regurgitasi gas berupa flatus dan sendawa.3

VI.2. Pemeriksaan Fisik


Tanda murphy positif ditemukan pada pemeriksaan fisik. Kulit atau mata menguning merupakan suatu tanda penting untuk obstruksi biliaris. Dan pada choledocholithiasis atau pankreatitis sering ditemukan pula adanya ikterus, feses yang tidak lagi diwarnai oleh pigmen empedu akan tampak kelabu, dan biasanya pekat yang disebut “clay-colored”. Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan membuat urin berwarna sangat gelap. Selain tanda-tanda tersebut, jika didapatkan demam dan menggigil, maka diagnosa yang dipertimbangkan adalah cholangitis ascendes.3,11

VI.3. Pemeriksaan Radiologis


Manfaat pemeriksaan radiologi intervensional, diantaranya :1
 Digunakan pemeriksaan endoscopic retrograde cholangiopancreatography dan percutaneous transhepatic cholangiography.
 Radiologi intervensional memiliki keakuratan yang sangat tinggi untuk mendeteksi choledocholithiasis dan sebagai akses dalam memberikan terapi.
 Merupakan suatu tatacara yang invasif dengan risiko terjadinya pankreatitis, hemoragik dan sepsis.

Pemeriksaan untuk menunjukkan lokasi batu dalam saluran empedu, antara lain:6
a. CT Scan Abdominal
b. Endoscopic retrograde cholangiography (ERCP)
c. Magnetic resonance cholangiopancreatography (MRCP)
d. Percutaneous transhepatic cholangiogram (PTCA)

VI.3.a. Ultrasonografi


Batu empedu yang terletak di dalam saluran empedu utama (duktus choledochus) akan menyebabkan timbulnya sumbatan dengan segala gejala-gejalanya. Tetapi bila batunya kecil belum tentu menyebabkan sumbatan, oleh karena itu sulit dideteksi. Hanya saja batu kecil tersebut dapat menimbulkan tanda peradangan, atau menimbulkan kolik. Visualisasi batu yaitu dikelilingi oleh echogenic, ukurannya antara 2 sampai > 20 mm dan bayangannya mungkin lebih sulit untuk didapatkan daripada batu pada kandung empedu. Selain itu, harus curiga meningkatnya jumlah batu empedu khususnya jika multipel dan berukuran kecil.4,12

Batu yang terletak di dalam saluran empedu utama yang mengakibatkan sumbatan, secara USG akan tampak pelebaran saluran empedu. Letak saluran empedu secara anatomi di depan dan berjalan sejajar dengan vena porta, sehingga tampaknya seperti ada dua saluran. Diameter saluran empedu yang normal kurang dari 3 mm, dan diameter saluran empedu utama yang kurang dari 8 mm. Saluran empedu yang melebar diameternya akan melebihi ukuran normal. Untuk usia dekade di atas 60 tahun dilatasi saluran empedu > 6 mm + 1 mm, dan > 10 mm post-cholecystectomy. Pada choledocholithiasis, akan tampak pelebaran duktus choledochus dan juga tampak massa gema padat dengan densitas meninggi disertai bayangan akustik. Selain daripada itu juga terlihat dilatasi saluran empedu intrahepatik dan pembesaran kandung empedu. Gambaran USG demikian merupakan tanda khas dari cholestacys ekstrahepatal.4,12

Pelebaran saluran empedu merupakan tabung (tubulus) yang anekoik (cairan) dengan dinding hiperekoik yang berkelok-kelok dan sering berlobulasi. Kadang-kadang berkonfluensi membentuk gambaran stellata yang tidak terdapat pada vena porta. Pada dinding bawah bagian posteriornya mengalami penguatan akustik (acoustic enhancement). Bila kita ragu-ragu apakah suatu duktus choledochus melebar atau tidak, maka pemeriksaan dilakukan setelah penderita diberi makan lemak terlebih dahulu. Pada keadaan obstruksi duktus choledochus, maka setelah fatty meal tersebut akan terlihat lebih lebar; sedangkan pelebaran fisiologik, misalnya pada usia tua, di mana elastisitas dinding saluran sudah berkurang, maka diameternya akan menjadi lebih kecil. Prosedur ini akan memberikan hasil yang paling akurat jika pasien sudah berpuasa pada malam harinya sehingga kandung empedunya berada dalam keadaan distensi.3,7


VI.3.b. Foto Polos Abdomen

Pada foto polos abdomen kadang-kadang ditemukan batu yang radioopak. Batu radioopak merupakan batu pigmen hitam yang bisa dideteksi oleh x-ray, sedangkan batu pigmen coklat tampak radiolusen dan tidak bisa dideteksi dengan sinar x-ray. Batu berpigmen hitam biasanya ditemukan pada kandung empedu dan batu berpigmen coklat lebih sering terlihat di saluran empedu. Oleh karena itu, dilakukan ERCP yang tampak jelas adanya batu di duktus choledochus. Demikian pula PTC dapat membantu menentukan diagnosis, yaitu akan tampak batu radiolusen di duktus choledochus. Sering pula ditemukan gambaran batu di kandung empedu. Sebagaimana diketahui sebagian besar di duktus choledochus berasal dari kandung empedu yang mengalami migrasi.4,14

VI.3.c. Computed Tomography (CT)


CT sensitif dalam mendeteksi kalsifikasi, dilatasi biliaris, menentukan komposisi batu, dan kadang-kadang kurang sensitif daripada US untuk kalkulus yang memiliki keuntungan visualisasi pada bagian distal biliaris ketika dikaburkan oleh US. CT bisa juga mendeteksi dengan akurat adanya tumor obstruktif.7,16

Gambaran CT untuk choledocholithiasis yaitu :12

 Target sign, lebih rendah dan berada di sekelilingi empedu atau mukosa.
 Rim sign : densitas batu berada diluar garis kulit yang tipis.
 Crescent sign
 Kalsifikasi batu : sayangnya hanya 20% batu yang memiliki densitas tinggi.

Rata-rata 20% choledocholithiasis terjadi bersama kasus-kasus ikterus obstruksi pada orang dewasa. 10% populasi didapatkan adanya batu empedu di dalam kandung empedu, akan tetapi batu ini tidak diartikan penyebabnya adalah obstruksi saluran. Dalam keadaan tertentu, 1% sampai 3% pasien dengan choledocholithiasis tidak memiliki batu dalam kandung empedu.18

VI.3.d. Pemeriksaan Cholecystography


Cholecystography sukar menemukan batu di duktus choledochus. Oral cholecystography ditemukan pertama kali 70 tahun yang lalu dan banyak diadakan perubahan kontras nontoxic iodinated organic compound diberikan oral yang diserap di dalam usus kecil, diekskresi oleh hati dan dipekatkan di dalam empedu memberikan kesempatan untuk menemukan batu kandung empedu yang tidak mengapur sebelum operasi.4,7

Intravenous cholecystography dikerjakan sebagai pengganti oral cholecystography. Bahan kontras dipergunakan adalah iodipamide (biligrafin yang mengandung iodine 50%).7

VI.3.e. Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP)


ERCP terutama digunakan untuk mendiagnosa dan mengobati penyakit-penyakit saluran empedu termasuk batu empedu. Sampai saat ini, endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP) menjadi kriteria standar untuk diagnosis dan terapi choledocholithiasis. Karena ERCP merupakan pedoman tehnik diagnostik untuk visualisasi lithiasis traktus biliaris. Bagaimanapun ini merupakan teknik yang invasif dan dihubungkan dengan kelahiran maupun kematian.3,19,20

ERCP merupakan kombinasi antara sebuah endoskopi (panjang,fleksibel, pipa bercahaya) dengan prosedur fluoroskopi yang menggunakan sinar X pada biliaris memberikan efek yang sama seperti MRCP, tetapi keuntungan yang didapatkan pada sesuai dengan prosedur terapi seperti sfingterotomi dengan pengangkatan batu dan penempatan biliaris. ERCP dikerjakan dengan menyuntikkan bahan kontras di bawah fluoroskopi melalui jarum sempit, gauge berada di dalam parenkim hati. Ini penting, keuntungannya memungkinkan operator mengadakan drainage empedu, bila perlu biopsi jarum (needle biopsy). Drainage dari kumpulan cairan dan menempatkan eksternal dan internal drainage stents dapat dikerjakan secara perkutan.7,16,20

Pemeriksaan ERCP memerlukan waktu sekitar 30 menit hingga 2 jam. Sebaiknya untuk prosedur yang aman dan akurat, perut dan duodenum harus dikosongkan. Tidak boleh makan atau minum apapun setelah tengah malam sebelum malam melakukan prosedur, atau untuk 6 hingga 8 jam sebelumnya, tergantung dari waktu sesuai dengan prosedur dan juga operator harus mengetahui adanya alergi atau tidak, khususnya terhadap iodine.20

VI.3.f. Magnetic Resonance Cholangiopancreatography (MRCP)

MRCP adalah sebuah teknik pencitraan terbaru yang memberikan gambaran sama seperti ERCP tetapi tanpa menggunakan zat kontras medium, instrument, dan radiasi ion. Pada MRCP saluran empedu akan terlihat sebagai struktur yang terang karena mempunyai intensitas sinyal tinggi sedangkan batu saluran empedu akan terlihat sebagai intensitas sinyal rendah yang dikelilingi empedu dengan intensitas sinyal tinggi, sehingga metode ini cocok untuk mendiagnosis batu saluran empedu. MRCP merupakan non-invasif dan tidak menyebabkan kematian, memberikan indikasi yang terbatas terhadap yang diamati.5,19

MRCP memainkan peranan penting atau fundamental untuk diagnosis pasien yang memiliki kemungkinan kecil adanya choledocholithiasis, situasi ini sama seperti ERCP yang mengalami kegagalan untuk mendeteksi choledocholithiasis. Sebagai tambahan, MRCP juga memiliki peranan penting untuk mengkonfirmasi adanya eliminasi choledocholithiasis yang spontan sesudah ERCP dan sfingterotomi dan pasien suspek choledocholithiasis dengan pembedahan gastritis atau kandung empedu.19

VI.3.g. Percutaneous Transhepatic Cholangiography (PTC)

PTC mungkin merupakan pilihan untuk pasien yang tidak bisa menggunakan pemeriksaan ERCP (misalnya, dengan pembedahan gastritis atau obstruksi batu CBD bagian distal atau kurang berpengalamannya operator) dan juga pada pasien dengan penyakit batu intrahepatik yang ekstensif dan cholangiohepatitis. Maka diperlukan needle yang panjang dan besar untuk dimasukkan ke dalam duktus intrahepatik dan cholangiografi. Kontraindikasi untuk PTC yaitu tidak terjadi koagulopati dan ukuran duktus intrahepatik yang normal menyulitkan pemeriksaan ini. Antibiotik propipaktik direkomendasikan untuk faktor risiko cholangitis. Angka kecacatan rata-rata 10 %, dan kematian 1%. Komplikasi PTC adalah perdarahan, luka pada duktus, kebocoran kandung empedu, dan cholangitis. Keberhasilan pemeriksaan ini antara 75-85%.21

VI.4. Pemeriksaan Laboratorium

Tes laboratorium sangat membantu, tetapi memberikan hasil yang tidak spesifik untuk diagnosis choledocholithiasis. Karena pasien dengan choledocholithiasis tidak menimbulkan gejala atau sering asimptomatik sehingga hasil tes laboratorium normal berarti tidak ditemukan kelainan. Pada pasien dilakukan pemeriksaan darah yaitu bilirubin, tes fungsi hati, dan enzim pankreatik. Hasil yang diperoleh, diantaranya : 3,4,5,6,21,23

o Meningkatnya serum kolesterol
o Meningkatnya fosfolipid
o Menurunnya ester kolesterol
o Meningkatnya protrombin serum time
o Tes fungsi hati ; meningkatnya bilirubin total lebih dari 3mg/dL, transaminase (serum glumatic-pyruvic transaminase dan serum glutamic-oxaloacetic transaminase) meningkat pada pasien choledocholithiasis dengan komplikasi cholangitis, pankreatitis atau keduanya.
o Menurunnya urobilirubin
o Jumlah darah ; meningkatnya sel darah putih sebagai tanda adanya infeksi atau inflamasi, tapi penemuan ini non-spesifik.
o Meningkatnya serum amylase/lipase, bila pankreas terlibat yaitu pankreatitis akut akibat komplikasi choledocholithiasis atau bila ada batu di duktus utama.
o Kultur darah ; seringkali positif pada cholangitis.

VII. KOMPLIKASI

Choledocholithiasis paling sering disebabkan adanya obstruksi traktus biliaris. Rata-rata 15% pasien choledocholithiasis, ditemukan batu pada salurannya. Komplikasi cholelithiasis kadang-kadang dalam bentuk cholangitis, abses hati, pankreatitis atau sirosis biliaris. Ditegakkannya sebuah diagnostik yang tepat merupakan penting sekali sebelum diusahakan terapi dalam bentuk apapun.19

Batu empedu dapat berdiam dengan tenang dalam kandung empedu dan tidak menimbulkan masalah, atau dapat menyebabkan timbulnya komplikasi. Komplikasi yang paling sering terjadi adalah infeksi kandung empedu (cholecystitis) dan obstruksi duktus sistikus atau duktus choledochus. Obstruksi seperti ini dapat bersifat sementara, intermiten, atau permanen. Kadang-kadang, batu dapat menembus dinding kandung empedu dan menyebabkan peradangan hebat, sering menyebabkan terjadinya peritonitis, atau menyebabkan ruptur dinding kandung empedu.8

VIII. PENATALAKSANAAN


Penderita choledocholithiasis yang mengalami kolik perlu diberi spasmoanalgetik untuk mengurangi nyeri atau serangan kolik. Bila memperlihatkan peradangan, dapat diberi antibiotik.4

Selanjutnya batu perlu dikeluarkan, dapat secara pembedahan atau endoskopi sfingterotomi. Pembedahan pengangkatan batu dari duktus choledochus (choledocholitotomi), yang diharapkan dapat menyembuhkan sekitar 95% kasus. Karena bila tidak dikeluarkan akan timbul serangan kolik dan peradangan berulangkali, yang nantinya dapat memperburuk kondisi penderita. Batu di dalam saluran empedu dikeluarkan dengan basket kawat atau balon-ekstraksi melalui muara yang sudah besar menuju lumen duodenum sehingga batu dapat keluar bersama tinja atau dikeluarkan melalui mulut bersama skopnya.4,8

Pengobatan paliatif untuk pasien ini adalah dengan menghindari makanan yang kandungan lemak tinggi. Manajemen terapi : 3,8
 Diet rendah lemak, tinggi kalori, tinggi protein.
 Pemasangan pipa lambung bila terjadi distensi perut
 Observasi keadaan umum dan pemeriksaan tanda vital
 Dipasang infus program cairan elektrolit dan glukosa untuk mengatasi syok.
 Pemberian antibiotik sistemik dan vitamin K (anti koagulopati)

IX. PROGNOSIS


Pada choledocholithiasis sendiri tidak perlu dihubungkan dengan meningkatnya kematian atau ditandai dengan kecacatan. Bagaimanapun, bisa disebabkan karena adanya komplikasi. Jadi prognosis choledocholithiasis tergantung dari ada/tidak dan berat/ringannya komplikasi. Namun, adanya infeksi dan halangan disebabkan oleh batu yang berada di dalam saluran biliaris sehingga dapat mengancam jiwa. Walaupun demikian, dengan diagnosis dan pengobatan yang cepat serta tepat, hasil yang didapatkan biasanya sangat baik.6,21,23,24

DAFTAR PUSTAKA

1. Gore-Levine. Choledocholithiasis. In : High-Yield Imaging Gastrointestinal [serial on the internet]. Elsevier Inc ; 2011 [Cited 2/15/2011]. Available from : http://www.expertconsulbook.com/expertconsult/ob/book.do?

2. Verma D, Kapadia A, Eisen Glenn M, Adler D G. EUS vs MRCP for detection of Choledocholithiasis. the American Society for Gastrointestinal Endoscopy 2006;Vol.64,No.2:248-254.

3. Anonym (No Name). Kolelitiasis/Koledokolitiasis. [Cited 2/15/2011]. Available from: http://www.forumsains.com/kesehatan/kolelitiasiskoledokolitiasis/?wap2

4. Hadi Sujono. GASTROENTERONOLOGI. Bandung : Penerbit P.T. Alumni. 1999.p.778-781

5. Lesmana Laurentius A. Penyakit Batu Empedu. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Keempat - Jilid I. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2006.p.479-481.

6. Vorvick Linda, Zieve David. Choledocholithiasis. Washington ; U.S. National Library of Medicine NIH (National Institutes of Health) [serial on the internet]. 2008 [Cited 2/15/2011]. Available from : http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/00274.htm

7. Ekayuda Iwan. RADIOLOGI DIAGNOSTIK EDISI KEDUA. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2005.p.279;465-466.

8. Hartanto Huriawati, Susi Natalia, Wulansari Pita, Mahanani DA,editors. PATOFISIOLOGI : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6, Volume 1. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2003.p.502-503.

9. No Name. Bile duct. The Internet Encyclopedia of Science;[Cited 24/02/2011]. Available from : http//www.daviddarling.info/encyclopedia/B/bile_duct.html

10. Mansjoer Arif, Triyanti Kuspuji, Savitri Rakhmi, Wardhani Ika W, Setiowulan Wiwiek,editors. KAPITA SELEKTA KEDOKTERAN, Edisi Ketiga Jilid Pertama. Jakarta : Penerbit Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2001.p.510.

11. No Name. Gallstone. Wikipedia, the free encyclopedia [serial on the internet]. [Cited 24/02/2011]. Available from : http://en.wikipedia.org/wiki/choledocholithiasis.

12. Gailard Frank. Choledocholithiasis. [Cited 24/02/2011]. Available from : http://radiopaedia.org/articles/choledocholithiasis

13. Azman L, Aliabadi Piran, Holman Leonard B. Choledocholithiasis. The BrighamRAD Teaching Case Database [ Serial online in the internet ]. November,1995 [ Cited 5/03/2011 ]. Available from : http://brighamrad.harvard.edu/Cases/bwh/hcache/99/full.html.

14. Chris. Types of Gallstones – Cholesterol, Pigment and Mixed. Current Health Articles, Liver and Gallbladder [ serial online on the internet ]. [Cited 07/03/2011] Available from : http://www.healthhype.com/types-of-gallstones-cholesterol-pigment-and-mixed.html

15. No Name. X-ray opaque gallbladder stone [Serial on the internet]. 2006 [Cited 3/3/2011]. Available from : http://forsurgeons.net/general-surgery/x-ray-opaque-gallbladder-stone.

16. Conder G., Rendle J., Kidd S., Misra R.R. A-Z of Abdominal Radiology. London : Cambridge University Press. 2009.p.57-63

17. No Name. Contrast – Enhanced Helical CT Choledocholithiasis [Serial on the internet]. [Cited 2/24/2011]. Available from : www.ajronline.org/cgi/content/full/181/1/125

18. Brant W.E, Helms C.A. FUNDAMENTALS OF DIAGNOSTIC RADIOLOGY SECOND EDITION. Charlottesville-Durham : Lippincott Williams & Wilkins. 2007.p.41-44.

19. Calvo Mari M., Bujanda L, Calderon A, Heras I, Cabriada J.L, Bernal A, Orive V, Capelastegi A. Role of Magnetic Resonance Cholangiopancreatography in Patients With Suspected Choledocholithiasis. Mayo Clin Proc. 2002;77:422-428.

20. No Name. ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography). In : Digestive Diseases A-Z List. National Digestive Information Clearinghouse (The NIDDIC), NIDDK Health Information;2004.p.1-3

21. Dandan Imad S, Soweid Assaad M, Ablad Firass. Choledocholithiasis. eMedicine Gastroenterology-Biliary [serial on the internet]. 2009 [Cited 2/24/2011]. Available from : http://emedicine.medscape.com/article

22. Joseph Nicholas. Percutaneous Transhepatic Cholangiography (PTC). Radiography of the Biliary System [Serial online on the internet]. 2007 [Cited 2/27/2011]. Available from : http://www.ceessentials.net/article41.html

23. Joe Dr. Common Bile Duct Stone (Choledocholithiasis, Cholangitis, Obstructive Jaundice) [serial on the internet]. [Cited 2/24/2011]. Available from : http://www.virtualmedicalcentre.com/diseases.asp?did=191&title=Common-Bile-Duct-Stone-(Choledocholithiasis,-Cholangitis,-Obstructive-Jaundice)

24. Gianawati Indah, Sulaiman Ali, Lesmana LA, Lalisang Toar JM, Abdullah Arman A. Diagnostic Approach and Treatment of Choledocholithiasis. The Indonesian Journal of Gastroenterology Hepatology and Digestive Endoscopy;Vol.5,Number 2. 2004;71-75.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar