ABLASIO
RETINA
I.
Pendahuluan
Retina
merupakan lapisan membran neurosensoris dan merupakan lapisan ketiga bola mata
setelah sklera yang merupakan jaringan ikat dan jaringan uvea yang merupakan
jaringan vaskuler yang terdiri dari iris, badan siliar, dan koroid. Retina
berbatas dengan koroid dengan sel pigmen epitel retina. Antara retina dan
koroid terdapat rongga yang potensial
yang bisa mengakibatkan retina terlepas dari koroid. Hal ini yang disebut
sebagai ablasio retina.1
Retina
manusia merupakan suatu struktur yang
sangat terorganisir, yang terdiri dari lapisan-lapisan badan sel dan prosesus
sinaptik. Walaupun ukurannya kompak dan tampak sederhana apabila dibandingkan
dengan struktur saraf misalnya korteks serebrum, retina memiliki daya
pengolahan yang sangat canggih. Pengolahan visual retina diuraikan oleh otak,
dan persepsi warna, kontras, kedalaman, dan bentuk berlangsung di korteks.
Pengolahan informasi di retina berlangsung dari lapisan fotoreseptor
melalui akson sel ganglion menuju ke saraf optikus dan otak.2
II.
Anatomi
retina
Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang
semitransparan, multilapis yang melapisi bagian dalam dua per tiga posterior
dinding bola mata. Retina membentang ke
depan hampir sama jauhnya dengan korpus siliare, dan berakhir di tepi ora
serrata. Pada orang dewasa, ora serrata berada sekitar 6,5 mm di
belakang garis Schwalbe pada sisi temporal dan 5,7 mm di belakang garis
ini pada sisi nasal. Permukaan luar retina sensorik bertumpuk dengan
lapisan epitel berpigmen retina sehingga juga bertumbuk dengan membrane Bruch,
koroid dan sklera. Disebagian besar tempat, retina dan epitelium
pigmen retina mudah terpisah hingga membentuk suatu ruang subretina, seperti
yang terjadi pada ablasio retina. Tetapi
pada diskus optikus dan ora serrata, retina dan epitelium pigmen retina saling
melekat kuat sehingga membatasi perluasan cairan subretina pada ablasio retina.
Hal ini berlawanan dengan ruang subkoroid yang dapat terbentuk antara koroid
dan sklera yang meluas ke taji sklera. Dengan demikian ablasi koroid meluas melewati
ora serrata, di bawah pars plana dan pars plikata. Lapisan - lapisan epitel permukaan dalam
korpus siliare dan permukaan posterior iris merupakan perluasan ke anterior
retina dan epitelium pigmen retina. Permukaan dalam retina menghadap ke
vitreus.2
Lapisan-lapisan retina mulai dari sisi luar ke dalam adalah sebagai
berikut:
1.
Epitelium
pigmen retina
Merupakan lapisan
terluar dari retina. Epitel pigmen
retina terdiri dari satu lapisan sel
mengandung pigmen dan terdiri atas sel-sel silindris
dengan inti di basal. Daerah basal sel melekat erat membran Bruch dari koroid. Fotoreseptor dipelihara oleh epitel pigmen retina,
yang berperan pada proses penglihatan. Epitel pigmen ini bertanggung jawab
untuk fagositosis segmen luar fotoreseptor, transportasi vitamin, mengurangi
hamburan sinar, serta membentuk sawar selektif antara koroid dan retina.3,
4, 5
2. Lapisan fotoreseptor segmen dalam dan luar batang dan kerucut.
Sel-sel batang dan kerucut di lapisan fotoreseptor
mengubah rangsangan cahaya menjadi suatu impuls saraf yang dihantarkan oleh
jaras-jaras penglihatan ke korteks penglihatan ocipital. Fotoreseptor tersusun
sehingga kerapatan sel-sel kerucut meningkat di di pusat makula (fovea), dan
kerapatan sel batang lebih tinggi di perifer. Pigmen fotosensitif di dalam sel
batang disebut rodopsin. Sel kerucut mengandung tiga pigmen yang belum dikenali
sepenuhnya yang disebut iodopsin yang kemungkinan menjadi dasar kimiawi bagi
tiga warna (merah,hijau,biru) untuk penglihatan warna. Sel
kerucut berfungsi untuk penglihatan siang hari
(fotopik). Subgrup sel
kerucut responsif terhadap panjang gelombang pendek, menengah, dan panjang
(biru, hijau merah). Sel batang berfungsi untuk penglihatan malam
(skotopik). Dengan
bentuk penglihatan adaptasi gelap ini terlihat beragam corak abu-abu, tetapi
warnanya tidak dapat dibedakan. Waktu
senja (mesopik) diperantarai oleh kombinasi sel kerucut dan batang.2,4, 5
3. Membrana
limitans externa
4. Lapisan inti luar sel fotoreseptor, Ini
terdiri dari inti dari
batang dan kerucut.3,6
batang dan kerucut.3,6
5. Lapisan
pleksiformis luar, yang mengandung sambungan – sambungan sel bipolar dan sel horizontal dengan fotoreseptor .3,6
6. Lapisan inti
dalam badan sel bipolar, amakrin dan sel horizontal
7. Lapisan
pleksiformis dalam, yang mengandung sambungan – sambungan sel ganglion dengan sel amakrin
dan sel bipolar .3,6
8. Lapisan sel ganglion,
Ini terutama mengandung sel badan sel ganglion (urutan
kedua neuron visual 7 pathway). Ada dua jenis sel ganglion.3,6
9. Lapisan serat
saraf, yang mengandung akson – akson sel ganglion yang berjalan menuju ke nervus optikus.3,6
10. Membrana limitans interna.
Ini adalah lapisan paling dalam dan memisahkan
retina dari vitreous. Itu terbentuk oleh persatuan ekspansi terminal dari serat yang Muller, dan pada
dasarnya adalah
dasar membran.3,6
dasar membran.3,6
Gambar 1. Lapisan
retina dari luar ke dalam.
Dikutip
dari kepustakaan No.3
Retina mempunyai tebal 0,1 mm pada ora serrata dan 0,23 mm pada kutub
posterior. Di tengah – tengah retina posterior terdapat makula.
Secara klinis makula dapat didefinisikan sebagai daerah pigmentasi kekuningan
yang disebabkan oleh pigmen luteal (xantofil) yang berdiameter 1,5 mm. Secara
histologis makula merupakan bagian retina yang lapisan ganglionnya mempunyai
lebih dari satu lapis sel. Secara klinis, makula adalah bagian yang dibatasi
oleh arkade – arkade pembuluh darah retina temporal. Di tengah makula sekitar
3,5 mm di sebelah lateral diskus optikus terdapat fovea yang secara klinis
jelas – jelas merupakan suatu cekungan yang memberikan pantulan khusus bila
dilihat dengan oftalmoskop.2
Gambar 2. Anatomi makula. Dikutip dari
kepustakaan No.6
Retina menerima darah dari dua sumber yaitu koriokapilaria
yang berada tepat diluar membrana Bruch,
yang mendarahi sepertiga luar retina termasuk lapisan pleksiformis luar dan
lapisan inti luar, fotoreseptor, dan lapisan epitel pigmen retina serta cabang –
cabang dari arteri sentralis retina yang mendarahi dua pertiga sebelah dalam.
Fovea sepenuhnya diperdarahi oleh koriokapilaria dan mudah terkena kerusakan
yang tak dapat diperbaiki kalau retina mengalami ablasi. Pembuluh darah retina
mempunyai lapisan endotel yang tidak berlubang yang membentuk sawar darah
retina. Lapisan endotel pembuluh khroid dapat ditembus. Sawar darah retina
sebelah luar terletak setinggi lapisan epitel pigmen retina.2,3
III.
Definisi
Gambar 3. Ablasio
retina. Dikutip dari kepustakaan No. 4.
IV.
Epidemiologi
Penyebab The
most common worldwide etiologic factors associated with retinal detachment are
myopia (ie, nearsightedness), aphakia, pseudophakia (ie, cataract removal with
lens implant), and traumpaling
umum di seluruh dunia yang terkait dengan ablasio retina adalah miop, afakia,
pseudofakia, dan trauma. Approximately 40-50% of
all patients with detachments have myopia, 30-40% have undergone cataract
removal, and 10-20% have encountered direct ocular trauma. Sekitar
40-50% dari semua pasien dengan ablasio memiliki miop, 30-40% mengalami
pengangkatan katarak, dan 10-20% telah mengalami trauma okuli. Traumatic detachments are more common in young persons,
and myopic detachment occurs most commonly in persons aged 25-45 years.Dablasio
Ablasio retina yang terjadi akibat trauma lebih sering terjadi pada orang muda,
dan miop terjadi paling sering pada usia
25-45 tahun. Although no studies are available to
estimate incidence of retinal detachment related to contact sports, specific
sports (eg, boxing and bungee jumping) have an increased risk of retinal
detachment. Meskipun tidak ada penelitian yang menunjukkan untuk terjadinya
ablasio retina yang berhubungan dengan olahraga tertentu (misalnya, tinju dan
bungee jumping) tetapi olahraga tersebut meningkatkan resiko terjadinya ablasio
retina.2,8,9
SexNo
predilection exists; overall, incidence is unchanged even when corrections for
the higher rate of ocular trauma in men is considered.Kejadian
ini tidak berubah ketika dikoreksi, meningkat pada pria dengan trauma okuli.Of those younger than 45 years who have retinal
detachment, 60% are male and 40% are female. Ablasio
retina pada usia kurang dari 45 tahun, 60%
laki-laki dan 40% perempuan.9
AgeAs the population ages, retinal detachments (RDs) are
becoming more common.ablasiAblasio retina
biasanya terjadi pada orang berusia 40-70 tahun. However,
paintball injuries in young children and teens are becoming increasingly common
causes of eye injuries, including traumatic retinal detachments. Namun,
cedera paintball pada anak-anak dan
remaja merupakan penyebab umum dari cedera mata, yang termasuk ablasio retina
traumatik.9
V.
Klasifikasi
Berdasakan
penyebabnya ablasio retina dibagi menjadi:
1.
Ablasio
Retina Primer (Ablasio Retina Regmatogenosa)
Ablasio
regmatogenosa berasal dara kata Yunani rhegma, yang berarti
diskontuinitas atau istirahat . Pada ablasio retina regmatogenosa dimana
ablasi terjadi adanya robekan pada retina sehingga cairan masuk ke belakang
antara sel pigmen epitel dengan retina. Terjadi pendorongan retina oleh badan
kaca cair (fluid vitreus) yang masuk melalui robekan atau lubang pada
retina ke rongga subretina sehingga mengapungkan retina dan terlepas dari lapisan
epitel pigmen koroid. Ablasio retina regmantogenosa spontan biasanya didahului
atau disertai oleh pelepasan korpus vitreum posterior.1,2,8
Faktor predisposisi terjadinya ablasio
retina regmatogenosa antara lain: 2,3
a.
Usia. Kondisi ini paling
sering terjadi pada umur 40 – 60 tahun. Namun usia tidak menjamin secara pasti karena masih banyak faktor yang
mempengaruhi.
b.
Jenis
kelamin. Keadaan ini paling sering terjadi pada laki – laki dengan perbandingan
laki : perempuan adalah 3 : 2
c.
Miopi.
Sekitar 40 persen kasus ablasio retina regmatogenosa terjadi
karena seseorang mengalami miop.
d.
Afakia. Keadaan ini lebih sering terjadi pada orang yang
afakia daripada seseorang yang fakia. Pasien bedah
katarak diduga akibat vitreus ke anterior selama atau setelah pembedahan. Lebih
sering terjadi setelah ruptur kapsul, kehilangan vitreus dan vitrektomi
anterior. Ruptur kapsul saat bedah katarak dapat mengakibatkan pergeseran
materi lensa atau sesekali, seluruh lensa ke dalam vitreus.
e.
Trauma. Mungkin juga bertindak sebagai faktor predisposisi
f.
Senile Posterior Vitreous Detachment (PVD). Hal ini
terkait dengan ablasio retina dalam kasus banyak.
g.
Pasca
sindrom nekrosis akut retina dan sitomegalovirus (CMV) retinitis pada pasien
AIDS berupa nekrosis retina dengan formasi istirahat retina terjadi, kemudian,
cairan dari rongga vitreous dapat mengalir melalui istirahat dan melepas retina
tanpa ada hadir traksi vitreoretinal terbuka. This
commonly occurs in acute retinal necrosis syndrome and in cytomegalovirus (CMV)
retinitis in AIDS patients.
h. Retina
yang memperlihatkan degenerasi di bagian perifer seperti Lattice degeneration, Snail track
degeneration, White-with-pressure and white-without or occult pressure,
acquired retinoschisis
Ablasio
retina akan memberikan gejala prodromal terdapatnya gangguan penglihatan yang
kadang – kadang terlihat sebagai tabir yang menutupi (floaters) akibat dari
vitreous cepat degenerasi dan terdapat riwayat adanya pijaran api (fotopsia)
pada lapangan penglihatan akibat sensasi berkedip cahaya karena iritasi retina
oleh gerakan vitreous.1,3
Ablasio retina yang
berlokalisasi di daerah supratemporal sangat berbahaya karena dapat mengangkat
makula. Penglihatan akan turun secara akut bila lepasnya retina mengenai makula
lutea. Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat retina yang terangkat berwarna
pucat dengan pembuluh darah di atasnya dan terlihat adanya robekan retina
berwarna merah. Bila bola mata
bergerak akan terlihat retina yang lepas (ablasi) bergoyang. Kadang
– kadang terdapat pigmen di dalam badan kaca. Pada pupil terdapat adanya defek
aferen pupil akibat penglihatan menurun. Tekanan bola mata rendah dan dapat
meninggi bila telah terjadi neovaskuler glaukoma pada ablasi yang telah lama.1
Gambar 4. Ablasio retina tipe regmatogenosa.
Arah panah menunjukkan horseshoe tear. Dikutip
dari kepustakaan No.7.
2.
Ablasio
Retina Sekunder (Non regmatogenosa)
§ Ablasio Retina Eksudatif
Ablasio retina
eksudatif terjadi akibat adanya penimbunan cairan eksudat di bawah retina
(subretina) dan mengangkat retina. Penimbunan cairan subretina terjadi akibat
ekstravasasi cairan dari pembuluh retina dan koroid. Penyebab Ablasio retina
eksudatif dibagi menjadi dua yaitu penyakit sistemik yang meliputi toksemia
gravidarum, hipertensi renalis, poliartritis nodosa. Sedangkan penyakit mata
meliputi akibat inflamasi (skleritis posterior, selulitis orbita), akibat
penyakit vaskular (central serous retinophaty, dan exudative retinophaty of
coats, akibat neoplasma (malignant neoplasma koroid dan retinoblastoma), akibat
perforasi bola mata pada operasi intraokuler.1,2,3
Gejala klinis ablasio retina eksudatif antara lain:3
a.
Tidak adanya photopsia, lubang / air mata, lipatan dan undulations.
b.
Ablasio retina eksudatif halus dan cembung. Pada puncak tumor itu biasanya bulat dan tetap dan bisa menunjukkan
gangguan pigmen.
c.
Kadang-kadang, pola pembuluh retina mungkin terganggu akibat adanya neovaskularisasi di puncak tumor.
d.
Pergeseran cairan ditandai dengan mengubah posisi daerah terpisah dengan gravitasi adalah ciri khas yang dari detasemen retina eksudatif.
e.
Pada tes transiluminasi satu ablasio sederhana muncul transparan sedangkan ablasio padat.
Gambar 5. Ablasio retina tipe eksudatif akibat dari hasil metastase karsinoma payudara. Dikutip dari kepustakaan No. 6.
§ Ablasio retina traksi
Pada
ablasio ini lepasnya jaringan retina terjadi akibat tarikan jaringan parut
pada korpus vitreus (badan kaca). Pada
badan kaca terdapat jaringan fibrosis yang dapat disebabkan diabetes melitus
proliferatif, trauma, dan perdarahan badan kaca akibat bedah atau infeksi. Tipe
ini juga dapat terjadi sebagai komplikasi dari ablasio retina regmatogen.1,2,3
Ablasio
retina tipe regmatogeno yang berlangsung lama akan membuat retina semakin halus
dan tipis sehingga dapat menyebabkan terbentuknya proliferatif vitreotinopathy (PVR) yang sering
ditemukan pada tipe regmetogenos yang lama. PVR juga dapat terjadi kegagalan
dalam penatalaksanaan ablasio retina regmatogen. Pada PVR, epitel pigmen
retina, sel glia, dan sel lainya yang berada di dalam maupun di luar retina
pada badan vitreus akan membentuk membran. Kontraksi dari membran tersebut akan
menyebabkan retina tertarik ataupun menyusut, sehingga dapat mengakibatkan
terdapatnya robekan baru atau
brkembang menjadi ablasio retina traksi.1,2,3,6
brkembang menjadi ablasio retina traksi.1,2,3,6
Gambar 6.
Ablasio retina traksi dengan proliferatif vitreoretinopati.
Dikutip
dari kepustakaan No.6
VI.
Diagnosis
Ablasio retina ditegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan oftalmologi dan pemeriksaan penunjang.
1.
Anamnesis
Gejala umum pada ablasio retina yang
sering dikeluhkan penderita adalah:
a. Floaters
(terlihatnya benda melayang – layang) yang terjadi karena adanya kekeruhan di
vitreus oleh adanya darah, pigmen retina yang lepas atau degenerasi vitreus itu sendiri.1,2,3
b. Photopsi/light flashes
(kilatan cahaya), tanpa adanya sumber cahaya di sekitarnya, yang umumnya
terjadi sewaktu mata digerakkan dalam keremangan cahaya atau dalam keadaan
gelap.3
c. Penurunan
tajam penglihatan, penderita mengeluh penglihatannya sebagian seperti tertutup
tirai yang semakin lama semakian luas. Pada keadaan yang telah lanjut, dapat
terjadi penurunan tajam penglihatan yang berat.1,3,6
Pada ablasio
regmatogenosa, pada tahap awal masih relatif terlokalisir, tetapi jika hal
tersebut tidak diperhatikan oleh penderita maka akan berkembang menjadi lebih
berat jika berlangsung sedikit demi sedikit menuju ke arah makula. Keadaan ini
juga tidak menimbulkan rasa sakit tiba- tiba kehilangan penglihatan terjadi
ketika kerusakannya sudah parah. Pasien seperti biasanya mengeluhkan kemunculan
tiba – tiba awan gelap atau kerudung didepan mata.2,3
Selain
itu perlu di anamnesa adanya faktor predisposisi yang menyebakan terjadi ablasio retina seperti adanya riwayat trauma, riwayat
pembedahan sebelumnya seperti ekstraksi katarak, pengangkatan korpus alienum
inokuler, riwayat penyakit mata sebelumnya (uveitis, perdarahan vitreus, ambliopia,
glaukoma, dan retinopati diabetik). Riwayat keluarga dengan sakit mata yang
sama serta penyakit serta panyakit sistemik yang berhubungan dengan ablasio
retina (diabetes melitus, tumor, sickle
cell leukimia, eklampsia, dan prematuritas).1,2,3
2.
Pemeriksaan oftalmologi
Adapun tanda –
tanda yang dapat ditemukan pada keadaan ini antara lain :
a.
Pemeriksaan
visus. Dapat terjadi penurunan tajam penglihatan akibat terlibatnya makula lutea atau kekeruhan media refrakta atau badan kaca yang
menghambat sinar masuk. Tajam penglihatan akan sangat terganggu bila makula lutea ikut terangkat.
1,2,3
b.
Tekanan
intraokuler biasanya sedikit lebih atau mungkin normal.1,3
c.
Pemeriksaan
funduskopi. Merupakan salah satu cara terbaik untuk mendiagnosa ablasio retina
dengan menggunakan oftalmoskop indirek binokuler. Pada pemeriksaan ini retina yang mengalami
ablasio tampak sebagai membran abu – abu merah muda yang menutupi gambaran
vaskuler koroid. Jika terdapat akumulasi cairan pada ruang subretina, didapatkan pergerakkan undulasi retina ketika
mata bergerak. Pembuluh darah retina yang terlepas dari dasarnya berwarna
gelap, berkelok – kelok dan membengkok di tepi ablasio. Pada retina yang
terjadi ablasio telihat lipatan – lipatan halus. Satu robekan pada retina terlihat agak merah muda karena
terdapat pembuluh koroid dibawahnya. 1,3,6
d.
Electroretinography
(ERG) adalah dibawah normal atau tidak ada.3
e.
Ultrasonography
mengkonfirmasikan
diagnosis. Ini adalah nilai khusus pada pasien media berkabut terutama di
hadapan padat katarak.3
VII.
Denegerasi
Lattice
Pasien
biasanya datang dengan umur 20 tahun dan selalu asimptomatik, lattice sendiri
dapat dihubungkan dengan robekan retina, ablasi, atau traksi yang ditandai
dengan fotopsia, floaters, atau gangguan penglihatan. Insidens tinggi dapat
terjadi pada pasien dengan denegerasi lattice. Tidak ada hubungan dengan ras ataupun
predileksi seksual. Lubang yang mengalami atropi sering tampak pada lesi.
Insidens lubang atropik dalam degenerasi lattice rangenya dari 18 hingga 42
persen. Degenerasi lattice merupakan tipikal bilateral. Faktor resiko untuk
latiice tidak diketahui, namun paling sering ditemukan tiba-tiba dalam
pemeriksaan rutin oftalmologi. Lattice mungkin didapatkan simptomatik dengan
robekan atau lubang pada retina. Untuk managementnya, yang harus menjadi
perhatian umum dari degenerasi lattice adalah progres menjadi ablasio retinal
rhegmatogen. Dengan adanya banyak tipe robekan retina, maka tindakan preventif
yang sering dilakukan dengan fotokoagulasi laser atau krioretinopeksi. Barrage
laser merupakan salah satu tipe fotokoagulasi laser yang dilakukan di sekitar
area lubang atau robekan retina sehingga mencegah cairan dari pelepasan retina
normal.10,11,12
Gambar 7.
Degenerasi Lattice. Dikutip dari kepustakaan No.10
VIII.
Penatalaksanaan
Tujuan utama
bedah ablasi adalah untuk menemukan dan memperbaiki semua robekan retina,
digunakan krioterapi atau laser untuk menimbulkan adhesi antara epitel pigmen
dan retina sensorik sehingga mencegah influks cairan lebih lanjut ke dalam ruang
subretina, mengalirkan cairan subretina ke dalam ke luar, dan meredakan traksi
vitreoretina.2,3
Penatalaksanaan pada ablasio retina adalah pembedahan. Prinsip
bedah pada ablasio retina yaitu :6
1.
Menemukan semua bagian
yang terlepas
2.
Membuat iritasi
korioretinal pada sepanjang masing-masing daerah retina yang terlepas.
3.
Menghubungkan koroid
dan retina dalam waktu yang cukup untuk menghasilkan adhesi dinding
korioretinal yang permanen pada daerah subretinal.
Pada pembedahan ablasio retina dapat dilakukan dengan cara :
1.
Scleral
buckling
Metode ini paling banyak digunakan pada ablasio retina
rematogenosa terutama tanpa disertai komplikasi lainnya. Prosedur meliputi
lokalisasi posisi robekan retina, menangani robekan dengan cryoprobe, dan selanjutnya dengan
scleral buckle (sabuk). Sabuk ini biasanya terbuat dari spons silikon atau
silikon padat. Ukuran dan bentuk sabuk yang digunakan tergantung posisi lokasi
dan jumlah robekan retina. Pertama
– tama dilakukan cryoprobe atau laser untuk memperkuat perlengketan antara
retina sekitar dan epitel pigmen retina. Sabuk dijahit mengelilingi sklera
sehingga terjadi tekanan pada robekan retina sehingga terjadi penutupan pada
robekan tersebut. Penutupan retina ini akan menyebabkan cairan subretinal
menghilang secara spontan dalam waktu 1-2 hari. 2,3,6
Gambar 8. Scleral Buckle. Dikutip dari kepustakaan No.13.
2.
Retinopeksi
pneumatik
Retinopeksi pneumatik merupakan metode yang juga sering digunakan
pada ablasio retina regmatogenosa terutama jika terdapat robekan tunggal pada
bagian superior retina. Teknik pelaksanaan prosedur ini adalah dengan
menyuntikkan gelembung gas ke dalam rongga vitreus. Gelembung gas ini akan
menutupi robekan retina dan mencegah pasase cairan lebih lanjut melalui
robekan. Jika robekan dapat ditutupi oleh gelembung gas, cairan subretinal
biasanya akan hilang dalam 1-2 hari. Robekan retina dapat juga dilekatkan
dengan kriopeksi atau laser sebelum gelembung disuntikkan. Pasien harus
mempertahankan posisi kepala tertentu selama beberapa hari untuk meyakinkan
gelembung terus menutupi robekan retina.3,6
Gambar 9. Retinopeksi
pneumatik. Dikutip
dari kepustakaan No.13
3.
Vitrektomi
Merupakan cara yang
paling banyak digunakan pada ablasio akibat diabetes, dan juga pada ablasio
regmatogenosa yang disertai traksi vitreus atau perdarahan vitreus. Cara
pelaksanaannya yaitu dengan membuat insisi kecil pada dinding bola mata kemudian
memasukkan instrumen hinggá
cavum vitreous melalui pars plana. Setelah itu dilakukan vitrektomi dengan
vitreuos untuk
menghilangkan berkas badan kaca (vitreuos stands), membran, dan perleketan – perleketan.
Teknik dan instrumen yang digunakan tergantung tipe dan penyebab ablasio. Lebih dari 90%
lepasnya retina dapat direkatkan kembali dengan teknik-teknik bedah mata
modern, meskipun kadang- kadang diperlukan lebih dari satu kali operasi.3,6
Gambar 10. Vitrektomi. Dikutip dari kepustakaan No.13
IX.
Prognosis
Prognosis dari penyakit ini berdasarkan pada keadaan
makula sebelum dan sesudah operasi serta ketajaman visualnya. Jika, keadaannya
sudah melibatkan makula maka akan sulit menghasilkan hasil operasi yang baik,
tetapi dari data yang ada sekitar 87 % dari operasi yang melibatkan makula dapat mengembalikan fungsi visual sekitar 20/50 lebih
kasus dimana makula yang terlibat hanya sepertiga atau setengah dari makula tersebut.6
Pasien dengan ablasio retina yang melibatkan makula dan perlangsungannya kurang dari 1 minggu, memiliki
kemungkinan sembuh post operasi sekitar 75 % sedangkan yang perlangsungannya 1-8
minggu memiliki kemungkinan 50 %.3
Dalam 10-15 % kasus yang dilakukan pembedahan dengan ablasio
retina yang melibatkan makula, kemampuan visualnya tidak akan kembali sampai level
sebelumnya dilakukannya operasi. Hal ini disebabkan adanya beberapa faktor seperti irreguler astigmat akibat pergeseran pada
saat operasi, katarak progresif, dan edema makula. Komplikasi dari pembedahan misalnya adanya
perdarahan dapat menyebabkan kemampuan visual lebih menurun.6
DAFTAR PUSTAKA
1.
Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata edisi ketiga. 2010. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia:
Jakarta. p.1-10, 183-6
2.
Vaughan, Daniel G.
Asbury, Taylor. 2000. Oftalmologi umum
(General ophthalmology) edisi 17. EGC: Jakarta. p. 12-199
3.
Khurana. Diseases of retina in comprehensive
ophthalmology 4th edition. New Age International Limited
Publisher: India. 2007. p. 249- 279.
4. Junqueira
LC, Jose C. Histologi Dasar Teks &
Atlas. Edisi 10. Jakarta: EGC; 2007. Hal. 458-463
5. Reynolds,J.
Olitsky,S. Anatomy and Physiology of
Retina In : Pediatric retina. 2011. Springer-verlag : Berlin Heidelberg.
Page 39-50.
6.
American Academy
Ophtalmology. Retina and Vitreous:
Section 12 2011-2012. Singapore: LEO; 2008. p. 9-299
7. Lang,
GK. Ophtalmology, A Pocket Textbook Atlas.
2nd Edition. 2006.Thieme. Germany. p. 305-344.
8.
Sundaram venki. Training in Ophthalmology. 2009. Oxford
university press: New York. P.118-119
9.
Larkin L. Gregory. Retinal Detachment.[serial online] 8th
September 2010 [cited 29th July 2012]. Available from : http://emedicine.medscape.com/article/798501-overview#showall
10. Anonim. Lattice Degeneration with and without
Atrophic Holes In : Handbook of Ocular Disease Management. Available from :
http://cms.revoptom.com/handbook/sect5e.htm
11. Kim TI. Lattice Degeneration. [Serial Online]
5th August 2011. [Cited 30th July 2012]. Available from :
http://eyewiki.aao.org/Lattice_Degeneration
12. Anonim. Out Patient Treatment. [Cited 30th
July 2012], Neoretina Eyecare Institute. Available from : http://www.neoretina.com/ourservices.aspx?ID=27
13. Anonim. Retinal
Detachment Surgery. [Serial Online]. [Cited 29th July 2012]. Available from : http://www.nwkec.org
Tidak ada komentar:
Posting Komentar