Selasa, 13 November 2012

OBGYN : PMTCT

Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Bayi

I.                   PENDAHULUAN
Penyakit HIV/AIDS merupakan salah satu penyakit pembunuh terbesar di dunia. Hal ini karena pada Januari 2006, UNAIDS dan WHO memperkirakan bahwa AIDS telah menyebabkan kematian lebih dari 25 juta orang sejak pertama kali diakui pada tanggal 5 Juni 1981. Sejak HIV menjadi pandemi di dunia, diperkirakan 5,1 juta anak di dunia terinfeksi HIV. Setiap tahun sekitar 400.000 bayi dilahirkan terinfeksi HIV akibat penularan dari ibu ke anak (penularan vertikal). Epidemik HIV/AIDS di Indonesia meningkat dengan cepat, dimana penularan HIV dari ibu ke anak terus meningkat seiring bertambahnya jumlah perempuan pengidap HIV.1,2
Komisi Penanggulangan AIDS Nasional menyatakan bahwa saat ini jumlah ibu rumah tangga yang terinfeksi HIV di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya, sementara jumlah pekerja seks komersil yang terinfeksi HIV terus menurun. Hal ini diduga disebabkan oleh penularan HIV dari suami atau pasangan intim yang memiliki perilaku beresiko. Keadaan ini dapat meningkatkan resiko penularan dari Ibu ke anak dan lahir bayi-bayi terinfeksi HIV di Indonesia.1,3
Dengan peningkatan kasus HIV/AIDS yang cukup signifikan di kalangan pengguna narkoba suntik di Indonesia sejak tahun 1999, serta mayoritas pengguna narkoba suntik berusia reproduktid aktif (15-24 tahun), diperkirakan jumlah kehamilan dengan HIV positif akan meningkat di Indonesia sebagai akibat penularan HIV ke pasangan seksualnya dan dikuatirkan masalah penularan HIV dari ibu ke bayi akan menjadi semakin berat.3,4
PMTCT (Prevention of Mother To Child Transmission of HIV) adalah suatu program intervensi untuk mencegah penularan dari ibu penderita HIV/AIDS kepada bayinya dan mencegah infeksi HIV pada perempuan. PMTCT ini sangat penting karena penularan HIV pada anak sebagian besar (90%) terjadi secara vertikal, dan hanya sebagian kecil (10%) sisanya melalui transfusi darah atau penggunaan jarum suntik yang tidak steril. Infeksi HIV/AIDS pada anak akan mengganggu kesehatan anak, membebani keuangan keluarga, dan mengurangi kualitas generasi penerus bangsa. Intervensi PMTCT ini mudah dilaksanakan, memungkinkan pencegahan primer kepada pasangan pengidap, dan memungkinkan perawatan dan pengobatan dini oleh keluarga. Dengan intervensi PMTCT, resiko penularan vertikal dapat dikurangi hingga 50%.1,2
 










Gambar 1. Presentasi anak yang dilahirkan oleh ibu yang HIV-positif. Diambil dari kepustakaan No.5
            Pada gambar diatas, sebenarnya 60-75% anak tidak terinfeksi, walaupun tidak ada intervensi apapun. Rata-rata 30% terinfeksi, dengan 50% dalam kandungan, 15% waktu lahir dan 10% dari ASI. Dari angka ini, dapat dimulai intervensi yang mungkin dapat mengurangi jumlah anak yang tertular.5

II.                ARTI PENTING PMTCT
Pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi merupakan sebuah upaya yang penting. Alasannya adalah sebagai berikut:2,4
·         Sebagian besar perempuan HIV positif berada dalam usia reproduksi aktif. 
·         Lebih dari 90% kasus bayi yang terinfeksi HIV, ditularkan melalui proses dari ibu ke bayi.
·         Sepanjang akses pengobatan antiretroviral belum baik, bayi HIV positif akan menjadi anak yatim/piatu.
·         Bayi HIV positif akan mengalami gangguan tumbuh kembang. Anak dengan HIV/AIDS lebih sering mengalami penyakit infeksi bakteri ataupun virus.
·         Perlakuan diskriminatif akan dihadapi anak-anak yang hidup dengan HIV/AIDS. Stigma negatif terhadap HIV/AIDS menyebabkan anak-anak dengan HIV/AIDS seringkali didiskriminasi masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya, di sekolah, dan sebagainya.
·         Penelitian di beberapa negara menunjukkan bahwa anak yang dilahirkan ibu HIV positif, meskipun ibunya masih hidup, secara signifikan memiliki risiko kesakitan dan kematian yang lebih tinggi.
·         Setiap anak memiliki hak untuk hidup sehat, panjang umur, dan mengembangkan potensi diri terbaiknya.  

III.             EPIDEMIOLOGI
Penularan HIV dari Ibu ke Anak (MTCT) termasuk kasus terbesar dari lebih 700.000 perkiraan infeksi HIV baru pada anak-anak di seluruh dunia setiap tahunnya. Lebih dari 90 persen infeksi HIV-1 pada bayi ditularkan oleh ibu terinfeksi HIV-1 sebelum kelahiran di seluruh dunia terjadi di negara-negara miskin, seperti di Afrika Gurun, Amerika Selatan, Asia Selatan, Cina dan Asia Tenggara. Di negara-negara ini, sekitar 1,25 juta dari 18 juta wanita yang melahirkan setiap tahunnya adalah pengidap HIV positif.3,6
Menurut perkiraan UNAIDS, dari jumlah kasus HIV/AIDS di seluruh dunia, 45% diantaranya adalah perempuan dan lebih dari 90% kasus HIV pada anak-anak berusia kurang dari 15 tahun dengan angka kematian terbanyak adalah mereka yang berusia kurang dari 1 tahun terinfeksi melalui jalur penularan dari ibu ke bayi. Meskipun 90% anak-anak pengidap HIV terjangkit infeksi tersebut dari ibu mereka, angka transmisi ini dapat dikurangi dari 40% dengan adanya program PMTCT yang efektif.3,6
Kebanyakan anak-anak mendapat infeksi pada saat perinatal. Sebagian besar penderita anak ditemukan di Afrika. Di Amerika Serikat, hampir 6.000 ibu hamil terinfeksi HIV melahirkan setiap tahun. Sampai 1995, sebanyak 16.000 bayi terinfeksi HIV-1 di Amerika Serikat mendapat penularan secara vertikal pada saat perinatal dan umumnya anak-anak meninggal pada usia muda karena menderita AIDS.6
Di negara berkembang atau negara miskin, tanpa adanya intervensi, para ibu pengidap HIV memiliki 25% - 45% resiko menularkan HIV kepada anak mereka selama kehamilan, melahirkan dan masa menyusui, sedang di negara maju, risiko ini hanya sebesar 2% karena tersedianya layanan pencegahan penularan dari ibu ke bayi yang optimal.3,4
Pengalaman di Thailand, Cina dan India menunjukkan bahwa program pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi akan sukses menjadi program berskala nasional jika terdapat komitmen politik yang kuat serta adanya pedoman nasional pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi yang komprehensif.3
Di Indonesia, pelayanan PMTCT menjadi perhatian karena epidemik HIV/AIDS meningkat dengan cepat akibat adanya banyak insiden di kelompok-kelompok populasi tertentu, dimana penularan HIV dari ibu ke anak terus meningkat seiring bertambahnya jumlah perempuan pengidap HIV. diperkirakan jumlah anak-anak yang tertular HIV akan menjadi semakin besar.2,3
Dari data pada tahun 2008 dari jumlah ibu hamil yang mengikuti tes HIV sebanyak 5.167 orang dimana 1.306 (25%) diantaranya positif HIV. Meningkatnya jumlah perempuan hamil yang positif, jumlah ibu hamil yang positif memerlukan pelayanan PMTCT akan meningkat dari 5.730 orang pada tahun 2010 menjadi 8.170 pada tahun 2014.2

IV.             TRANSMISI HIV DARI IBU KE BAYI
Transmisi HIV dari ibu ke bayi dapat terjadi pada 3 tahap :7
  • Sebelum kelahiran,
  • Selama persalinan,
  • Setelah kelahiran melalui menyusui
Faktor resiko transmisi HIV pada perinatal, diantaranya :7,8,9
  • Tinggi viral load maternal,
  • Jumlah CD4+ Sel T yang rendah,
  • Ibu dengan AIDS
  • Persalinan pervaginam (dengan viral load > 1000 kopi tanpa ART)
  • Ruptur membran lebih dari 4 jam
  • Bayi pre-term ( < 37 minggu kehamilan)
  • Menyusui
·         Bila gizi wanita kurang.
·         Sulit melakukan episiotomi dan menggunakan forceps,
·         Memiliki infeksi genitalia (seperti Herpes) selama kehamilan,
·         Pecandu alkohol, perokok
Faktor-faktor resiko yang menurunkan transmisi ibu ke janin, yaitu :7
ü  Jumlah viral load yang rendah atau tidak terdeteksi dan jumlah CD4 (sel T) yang tinggi,
ü  Seksio caesar elektif untuk persalinan,
ü  Tidak menyusui (hanya susu botol),
ü  Pengobatan bayi baru lahir dengan pengobatan anti – HIV.
Berdasarkan data penelitian De Cock, dkk diketahui bahwa pada ibu yang menyusui bayinya resiko penularan HIV lebih besar 10-15% dibandingkan ibu yang tidak menyusui bayinya.Penularan dari ibu yang terinfeksi HIV/AIDS kepada anaknya disebut dengan transmisi atau penularan vertikal. Penularan terjadi selama kehamilan (in-utero), saat persalinan, atau melalui ASI.1,4,10
Waktu
Resiko
Selama kehamilan
5-10 %
Ketika Persalinan
10-20%
Penularan Melalui Air Susu Ibu
10-15%
Keseluruhan Resiko Penularan
25-45%
Tabel 1. Waktu dan Resiko Penularan HIV dari Ibu ke Bayi. Diambil Dari kepustakaan No.4
Banyak para ahli mengatakan bahwa penularan lebih ering terjadi pada masa kehamilan tua dan pada saat melahirkan, dan sangat jarang terjadi pada masa permulaan kehamilan, maka yang menjadi sasaran penting untuk mencegah penularan vertikal adalah janin pada fase akhir intrauterin dan pada waktu intrapartum.6,7

IV.1. Selama Kehamilan
Beratnya keadaan infeksi pada ibu merupakan faktor risiko utama terjadinya penularan perinatal. Berdasarkan hasil studi ternyata angka penularan vertikal lebih tinggi pada ibu terinfeksi HIV dengan gejala yang sangat berat dibanding ibu terinfeksi HIV tanpa gejala. Beratnya keadaan penyakit ibu ditentukan dengan menggunakan kriteria klinis dan jumlah partikel virus yang terdapat dalam plasma, serta keadaan imunitas ibu. Ibu dengan gejala klinis penyakit AIDS yang sangat jelas (dengan gejala berbagai penyakit oportunistik),jumlah muatan virus di dalam tubuh >1000/mL, dan jumlah limfosit <200-350 aids="aids" antiretrovirus.="antiretrovirus." berat="berat" dan="dan" dianggap="dianggap" harus="harus" mendapat="mendapat" menderita="menderita" ml="ml" pengobatan="pengobatan" penyakit="penyakit" sangat="sangat" sup="sup">6,8
Ibu yang menderita penyakit infeksi lain pada genitalia juga mempunyai risiko tinggi untuk menularkan HIV-1 kepada bayinya. Misalnya, ibu yang menderita penyakit sifilis atau penyakit genitalias ulseratif yang lain (seperti Herpes Simplex, infeksi Cytomegalovirus (CMV), infeksi bakteri pada genitalia), juga mempunyai risiko penularan vertikal lebih tinggi.6
Ibu yang mempunyai kebiasaan yang tidak baik mempunyai risiko tinggi untuk menularkan infeksi HIV-1 kepada bayinya. Berdasarkan hasil penelitian, para ibu yang merokok mempunyai risiko untuk menularkan HIV-1. Penularan vertikal juga sering terjadi pada ibu pengguna obat terlarang. Demikian juga, ibu yang melakukan hubungan seksual tanpa alat pelindung, terutama dengan pasangan yang berganti-ganti, juga mempunyai risiko tinggi dalam penularan vertikal.6

IV.2. Selama Persalinan
Cara persalinan bayi sangat menentukan terjadinya penularan vertikal. Bayi yang dilahirkan per vaginam mempunyai risiko penularan vertikal lebih tinggi dibandingkan bayi yang lahir dengan bedah saesar atau dikenal dengan elektif C-seksio yang direncanakan pada usia kehamilan 38 minggu. Bayi yang lahir per vaginam dengan tindakan invasif seperti tindakan forsep, vakum, penggunaan elektrode pada kepala janin dan episiotomi, mempunyai risiko lebih tinggi untuk tertular HIV-1.6,7
Banyak kalangan, termasuk juga tenaga kesehatan, berasumsi bahwa semua bayi yang dilahirkan oleh ibu HIV positif pastilah akan juga terinfeksi HIV karena darah bayi menyatu dengan darah ibu di dalam kandungan. Namun sirkulasi darah janin dan ibu dipisahkan di plasenta oleh beberapa lapisan sel. Oksigen, makanan dan antibodi dan obat-obatan memang dapat menembus plasenta, tetapi HIV biasanya tidak dapat menembusnya. Plasenta justru akan melindungi janin dari infeksi HIV.4
Pada saat persalinan, bayi terpapar darah dan lendir ibu di jalan lahir. Kulit dari bayi yang baru lahir masih sangat lemah dan lebih mudah terinfeksi jika kontak dengan HIV. Bayi mungkin juga terinfeksi karena menelan darah ataupun lendir ibu.11
Proses persalinan bayi juga menentukan terjadinya risiko penularan vertikal. Risiko penularan dalam proses persalinan ditentukan oleh keutuhan plasenta dan membran janin, lamanya pecah ketuban, dan adanya komplikasi persalinan (seperti infeksi dan perdarahan pada ibu). Bila dalam proses persalinan tekanan pada plasenta meningkat yang bisa menyebabkan terjadi sedikit percampuran antara darah ibu dan darah bayi. Hal ini lebih sering terjadi jika plasenta meradang atau terinfeksi. Ketuban pecah lebih dari empat jam sebelum persalinan akan meningkatkan risiko penularan hingga dua kali lipat dibandingkan jika ketuban pecah kurang dari empat jam sebelum persalinan.4,6,11

IV.3. Setelah Kelahiran melalui Menyusui
Bayi yang menetek mempunyai risiko lebih tinggi daripada bayi yang diberi susu formula atau makanan campuran (mixed feeding). Risiko akan lebih tinggi lagi bila tetek ibu terinfeksi atau lecet (mastitis yang tampak secara klinis ataupun subklinis). Di negara berkembang penularan melalui air susu ibu (ASI) cukup memegang peranan penting.6,11
Penelitian di Afrika Selatan menunjukkan bahwa bayi dari ibu HIV positif yang diberi ASI eksklusif selama tiga bulan memiliki risiko tertular HIV lebih rendah (14,6%) dibandingkan bayi yang mendapatkan makanan campuran, yaitu susu formula dan ASI (24,1%). Hal ini diperkirakan karena air dan makanan yang kurang bersih (terkontaminasi) akan merusak usus bayi yang mendapatkan makanan campuran, sehingga HIV dari ASI bisa masuk ke tubuh bayi.11





Masa Kehamilan
Masa Persalinan
Masa Menyusui
  • Ibu baru terinfeksi HIV
  • Ibu memiliki infeksi virus, bakteri, parasit (seperti malaria)
  • Ibu memiliki infeksi menular seksual (IMS)
  • Ibu menderita kekurangan gizi (akibat tak langsung)


  • Ibu baru terinfeksi HIV
  • Ibu mengalami pecah ketuban lebih dari 4 jam sebelum persalinan
  • Terdapat tindakan medis yang dapat meningkatkan kontak dengan darah ibu atau cairan tubuh ibu (seperti penggunaan elektrode pada kepala janin, penggunaan vakum atau forseps, dan episiotomi) 
  • Bayi merupakan anak pertama dari beberapa kali kelahiran
  • Ibu memiliki khorioamnionitis (dari IMS yang tak diobati atau infeksi lainnya)
  • Ibu baru terinfeksi HIV
  • Ibu memberikan ASI dalam periode yang lama
  • Ibu memberikan makanan campuran (mixed feeding) untuk bayi
  • Ibu memilki masalah pada payudara, seperti mastitis, abses, luka di puting payudara.
  • Bayi memiliki luka di mulut
Tabel 2. Diambil dari kepustakaan No.11

V.                PROGRAM PELAYANAN PMCTC
Pelayanan pencegahan penularan HIV dari Ibu ke Anak/Prevention of Mother to Child HIV Transmission/PMTCT merupakan bagian dari pelayanan perawatan, dukungan dan pengobatan/CST bagi pasien HIV/AIDS.2
Program pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi mempunyai dua tujuan yaitu untuk mencegah penularan HIV dari ibu ke bayi, dilaksanakan secara komprehensif dengan menggunakan empat prong, yaitu :2,9
·         Prong 1 : Mencegah terjadinya penularan HIV pada perempuan usia reproduktif. Usia yang terinfeksi sekitar 10-24 tahun. Pencegahan infeksi di dalam keluarga akan membantu pencegahan penularan HIV ke bayi dan anak. Pencegahan HIV diarahkan secara langsung ke wanita dan suaminya yang memiliki risiko untuk terinfeksi. Karena tanpa informasi, keterampilan, dan pelayanan yang dibutuhkan untuk mengubah perilaku yang berisiko dan management STI (seksually transmitted infection management).10,13,14,15
·         Prong 2 : Mencegah kehamilan yang tidak direncanakan pada Ibu HIV positif. Pelayanan kesehatan  reproduktif (termasuk keluarga berencana) dibutuhkan oleh semua wanita khususnya yang terinfeksi agar bisa membuat keputusan tentang kehidupan reproduktif di masa yang akan datang. Oleh karena jumlah kehamilan yang tidak direncanakan lebih dari 50% dari seluruh kelahiran di beberapa negara, maka kontrasepsi memiliki peluang yang sangat potensial untuk mencegah terjadi penularan HIV secara vertikal.10,13,14,15
·         Prong 3 : Mencegah terjadinya penularan HIV dari Ibu hamil HIV positif ke bayi yang dikandungnya. Untuk ibu hamil yang terinfeksi HIV dan bayinya, maka intervensi yang dilakukan adalah :10,13,14,15
-          Regimen obat antiretroviral,
-          Persalinan yang aman
-          Konseling dan dukungan pada masa menyusui.
·         Prong 4 : Memberikan dukungan psikologis, sosial dan perawatan kepada ibu HIV positif beserta bayi dan keluarganya.  Termasuk juga intervensi pelayanan kesehatan reproduktif, kunjungan antenatal, dan obstetri pada wanita yang terinfeksi HIV.10,14,15






Area
Prong
Skala Nasional
Area Risiko Tinggi
Prong 1:
Mencegah terjadinya penularan HIV pada perempuan usia reproduktif
-          Mengurangi stigma
-          Meningkatkan kemampuan masyarakat melakukan perubahan perilaku dan melakukan praktek pencegahan penularan HIV
-          Komunikasi perubahan perilaku untuk remaja / anak muda

-          Mengurangi stigma
-          Meningkatkan kemampuan masyarakat melakukan perubahan perilaku dan melakukan praktek pencegahan penularan HIV
-          Komunikasi perubahan perilaku untuk remaja / anak muda
-          Mobilisasi masyarakat untuk memotivasi ibu hamil menjalani konseling dan tes HIV sukarela
Prong 2:
Mencegah kehamilan yang tidak direncanakan pada ibu HIV positif
-          Promosi dan distribusi kondom
-          Penyuluhan ke masyarakat tentang pencegahan HIV dari ibu ke bayi, terutama ditujukan ke laki-laki
-          Konseling pasangan yang salah satunya terinfeksi HIV
-          Konseling perempuan/ pasangannya jika hasil tes HIV-nya negatif selama kehamilan
-          Promosi dan distribusi kondom
-          Penyuluhan ke masyarakat tentang pencegahan HIV dari ibu ke bayi, terutama ditujukan ke laki-laki
-          Konseling pasangan yang salah satunya terinfeksi HIV
-          Konseling perempuan/ pasangannya jika hasil tes HIV-nya negatif selama kehamilan
-          Menganjurkan perempuan yang menderita penyakit kronis untuk menunda kehamilan hingga sehat selama 6 bulan
-          Membantu lelaki HIV positif dan pasangannya untuk menghindari kehamilan yang tidak direncanakan
Prong 3:
Mencegah terjadinya penularan HIV dari ibu hamil HIV positif ke bayi yang dikandungnya
-          Merujuk ibu HIV positif ke sarana layanan kesehatan tingkat kabupaten/provinsi untuk mendapatkan layanan tindak lanjut

-          Memberikan layanan kepada ibu hamil HIV positif: profilaksis ARV, konseling pemberian makanan bayi, persalinan seksio sesarea

Prong 4:
Memberikan dukungan psikologis, sosial dan perawatan kepada ibu HIV positif beserta bayi dan keluarganya

-          Merujuk ibu HIV positif ke sarana layanan kesehatan tingkat kabupaten/provinsi untuk mendapatkan layanan tindak lanjut

-          Memberikan layanan psikologis dan sosial kepada ibu HIV positif dan keluarganya

Tabel 3. Implementasi 4 Prong Pencegahan HIV dari Ibu ke Bayi.  Diambil dari kepustakaan No.12.

Konsep dasar intervensi PMTCT adalah :1
  1. Mengurangi jumlah ibu hamil pengidap HIV/AIDS.Upaya ini bertujuan :1
a.       Mencegah tertularnya penyakit HIV/AIDS pada seluruh wanita usia reproduksi.
b.      Mencegah kehamilan yang tidak direncanakan pada wanita usia reproduksi yang mengidap HIV.
Sebelum seorang ibu dengan HIV memutuskan untuk hamil, hendaknya melalui diskusi yang intens dengan pasangan, mendapat dukungan keluarga, dan diijinkan dokter. Ibu akan mendapat konseling mengenai kemungkinan resiko penularan pada janin, mendapat pengobatan ARV (anti retrovirus terapi) dan pemantauan teratur dari dokter. Dokter biasanya akan mengijinkan seorang ibu dengan HIV untuk hamil dengan syarat : bila kadar CD4 > 500, tidak terdeteksi virus (viral load) dalam darah ibu, dan ibu minum ART secara teratur sebelum dan selama kehamilan.1,10
  1. Turunkan viral load (jumlah virus dalam tubuh pengidap) serendah-rendahnya.Upaya yang dilakukan untuk menurunkan viral load adalah :1
a.       Minum ARV secara teratur (bagi ibu usia subur yang tidak hamil)
b.      Minum ARV profilaksis (pencegahan), bagi ibu dengan HIV positif yang hamil.
Umumnya, 1 atau 2 minggu setelah seseorang terinfeksi HIV, kadar HIV akan cepat sekali bertambah di tubuh seseorang. Kadar HIV tertinggi sebesar 10 juta kopi/ml darah terjadi 3-6 minggu setelah terinfeksi (disebut infeksi primer). Setelah beberapa minggu, biasanya kadar HIV mulai berkurang dan relatif terus rendah selama beberap tahun pada periode tanpa gejala (asimptomatik). Ketika memasuki masa stadium AIDS (dimana tanda-tanda gejala AIDS mulai muncul), kadar HIV kembali meningkat.10
  1. Meminimalkan paparan janin/bayi dengan cairan tubuh ibu yang mengidap HIV positif. Upaya yang dilakukan adalah :1,5,6,7
a.       Selama kehamilan : memberikan ARV profilaksis pada ibu hamil dengan HIV positif.
b.      Selama persalinan : disarankan secara sectio cesarean (operasi) atau bisa per vaginam dengan syarat tanpa trauma kepada ibu dan janin.
c.       Menyusui (laktasi) :
·         Memberi susu formula eksklusif bila bayi tumbuh sehat tanpa ASI.
·         ASI eksklusif selama 6 bulan, bila bayi mengalami gangguan tumbuh kembang bila menggunakan ASI formula.
  1. Optimalkan kesehatan ibu dengan HIV positif. Upaya yang dapat dilakukan :1,6
·         Minum roboransia (penunjang kesehatan misal : vitamin)
·         Ibu menjalani pola hidup sehat : cukup gizi, cukup istirahat, cukup olahraga, tidak merokok, dan tidak minum alkohol.
·         Menggunakan kondom, untuk mencegah infeksi baru (bila pasangannya tidak menderita HIV/AIDS), atau mencegah superinfeksi (bila pasangannya menderita HIV/AIDS).

VI.             STRATEGI PMTCT
1)      Mencegah terjadinya penularan HIV pada perempuan usia reproduksi.
a.       Mengubah perilaku risiko tinggi menjadi risiko rendah dengan menggunakan idiom ABCD (Abstinensia, Be Faithful, Condom, Drugs).1,13
b.      VCT (Voluntary Counselling and Testing) atau konseling dan testing HIV/AIDS sukarela adalah suatu prosedur diskusi pembelajaran antara konselor dan klien untuk memahami HIV/AIDS beserta risiko dan konsekuensi terhadap diri, pasangan dan keluarga serta orang disekitarnya. Tujuan utamanya adalah perubahan perilaku ke arah perilaku lebih sehat dan lebih aman.3
PICT (Provider-Initiated Counselling and Testing) adalah pendekatan testing dan konseling yang dilakukan oleh provider/petugas kesehatan secara aktif kepada mereka yang membutuhkan atau diperkirakan membutuhkan.3
Layanan informasi dan tes HIV diberikan secara rutin bagi laki-laki dan perempuan yang merencanakan untuk memiliki bayi.. Semua ibu usia subur yang akan hamil sebaiknya diberikan konseling HIV untuk mengetahui risiko dan sebaiknya semua ibu hamil disarankan untuk melakukan tes HIV sebagai bagian dari perawatan antenatal, tanpa memperhatikan faktor risiko dan pervalensi HIV di masyarakat. Ibu hamil menjalani konseling dan diberikan kesempatan untuk menetapkan sendiri keputusannya untuk menjalani tes HIV atau tidak.5,11,13
Pada tiap jenjang pelayanan kesehatan yang memberikan konseling dan tes HIV sukarela, koseling pasca tes (post-test conselling) bagi perempuan HIV negatif memberikan bimbingan untuk tetap HIV negatif selama kehamilan, menyusui dan seterusnya yang tercakup dalam paket pelayanan kesehatan ibu dan anak dan layanan keluarga berencana.5,13
2)      Mencegah kehamilan yang tidak direncanakan pada ibu dengan HIV positif. Karena adanya resiko MTCT, maka pada dasarnya perempuan dengan HIV positif tidak disarankan hamil. Adapun pilihan kontrasepsi bagi perempuan dengan HIV positif :1
§  Suntik dan implant : bukan kontraindikasi,
§  Vasektomi dan Tubektomi : bila tidak ingin punya anak lagi,
§  Spons dan diafragma : kurang efektif,
§  AKDR (IUD) : tidak dianjurkan karena adanya resiko perdarahan,
§  Kondom : sangat dianjurkan (pilihan utama) karena bersifat dua protection (mencegah kehamilan dan mencegah penularan HIV).
3)      Pencegahan Penularan Perinatal
a.       Selama masa kehamilan.
Tujuan intervensi pada ANC :15
·         Memperbaiki kualitas kesehatan ibu dan mencegah kematian,
·         Mengidentifikasi wanita yang positif HIV,
·         Memastikan/menjamin wanita positif HIV masuk ke program PMTCT,
·         Mencegah penularan ibu ke bayi,
·         Memberikan AZT dari minggu ke-14 kehamilan atau memberikan ART selamanya sesegera mungkin tergantung indikasi klinik ibu.
Asuhan Antenatal
Persalinan
Postnatal
 


Bagan 1.Ringkasan proses PMTCT. Diambil dari kepustakaan No.15

b.      Pada saat persalinan. Intervensi, diantaranya :15
·         Mengidentifikasi wanita positif HIV,
·         Memberikan informasi PMTCT yang baik dan benar,
·         Menyambung asuhan pengobatan dan profilaksis regimen ART,
·         Mengurangi resistensi nevirapin pada ibu,
·         Mulai memberikan ART profilaksis untuk bayi baru lahir dengan Ibu positif HVI segera saat kelahiran.
Ibu hamil HIV positif perlu mendapatkan konseling sehubungan dengan keputusannya untuk menjalani persalinan secara operasi seksio sesarea ataupun persalinan normal.9
c.       Sesudah persalinan. Intervensi, diantaranya :15
·         Melakukan follow up post partum termasuk kunjungan postnatal dalam waktu 3 hari,
·         Memperbaiki kualitas kesehatan ibu dan mengurangi kematian melalui konseling keluarga berencana dan deteksi kanker serviks,
·         Memberikan profilaksis setelah lahir untuk bayi,
·         Mengurangi transmisi HIV postnatal melalui menyusui,
·         Mengidentifikasi semua bayi yang diduga HIV,
·         Mengurangi kematian pada bayi yang dinyatakanHIV,
·         Mengidentifikasi bayi yang positif HIV dan segera mulai ART.
Antenatal
Intrapartum
Postnatal

·         Memberikan antiretrovirus
·         Memperbaiki faktor risiko

·         Memberikan antiretrovirus
·         Mengoptimalkan cara persalinan

·         Memberikan antiretrovirus
·         Memberikan pengganti ASI (bila keadaan memungkinkan)
Tabel 4. Strategi untuk mencegah penularan vertikal.
                                         Diambil dari kepustakaan No.6                   

c.1. Penggunaan ARV9
Pengobatan anti-retroviral (ARV) untuk semua wanita hamil yang memenuhi syarat untuk mendapatkan pengobatan berdasarkan stadium klinis atau tes CD4 (memiliki presentasi sekitar 20-30%untuk semua ibu hamil yang terinfeksi HIV).Pedoman baru dari WHO melonggarkan kriteria ART untuk perempuan hamil. WHO mengusulkan perempuan hamil dengan penyakit stadium klinis 3 dan CD4 di bawah 350 ditawarkan ART. Jelas bila CD4 di bawah 200, atau mengalami penyakit stadium klinis 4, sebaiknya si perempuan memakai ART.7,8.10
Stadium Klinik WHO
Tidak Tersedia Tes CD4
Tersedia Tes CD4
1
Tidak diobati
Diobati jika jumlah sel CD4 <200 mm="mm" sup="sup">3
2
Tidak diobati
3
Diobati
Diobati jika jumlah sel CD4 < 350/mm3
4
Diobati
Diobati tanpa memandang jumlah sel CD4
Tabel 5. Syarat ART. Diambil dari kepustakaan No.10

Indikasi pemberian antiretrovirus pada wanita hamil sama dengan pada wanita tidak hamil. Untuk wanita hamil yang sudah mendapat pengobatan antiretrovirus, keputusan  untuk mengganti obat adalah sama dengan wanita tidak hamil. Regimen kemoprofilaksis ZDV diberikan tunggal atau bersama dengan antiretrovirus lain, mulai diberikan pada usia kehamilan 14 minggu dan jangan ditunda. Karena  dengan  menunda maka efektivitasnya akan menurun. Hal ini harus didiskusikan dan ditawarkan kepada seluruh ibu hamil yang terinfeksi agar risiko penularan HIV perinatal berkurang.6
·         Regimen ART5,10
-          Ibu
i.                    Antepartum : AZT + 3TC + NVP 2 kali sehari
ii.                  Intrapartum : AZT + 3TC + NVP 2 kali sehari
iii.                Postpartum : AZT + 3TC + NVP 2 kali sehari
-          Bayi
AZT x 7 hari (Jika ibu menerima ART kurang dari 4 minggu selama kehamilan, 4 minggu AZT diperlukan oleh bayi).
·         Profilaksis ARV10
-          Ibu
i.                    Antepartum : AZT dimulai pada 28 minggu kehamilan atau sesegera mungkin,
ii.                  Intrapartum : Sd-NVP + AZT/3TC,
iii.                Postpartum : AZT/3TC (7 hari)
-          Bayi
Sd-NVP + AT (7 hari)
·         HIV-210
NNRTIs tidak efektif untuk pengobatan HIV-2
-          Ibu
i.                    Antepartum : AZT + 3TC + ABC 2 kali sehari
ii.                  Intrapartum : AZT + 3TC + ABC 2 kali sehari
iii.                Postpartum : AZT + 3TC + ABC 2 kali sehari
-          Bayi
AZT x 7 hari
Bila wanita tidak memenuhi kriteria untuk mulai ART penuh, sebaiknya dia ditawarkan protokol yang berikut :5
Ibu:     AZT dari minggu 28
           NVP dosis tunggal + AZT + 3TC saat melahirkan
           AZT + 3TC diteruskan selama 7 Hari
Bayi:   NVP dosis tunggal + AZT segera setelah lahir
           AZT diteruskan selama 7 hari


            c.2.Menyusui5,6,9,11
-          Ibu hamil HIV positif perlu mendapatkan konseling sehubungan dengan keputusannya untuk menggunakan susu formula ataupun ASI eksklusif.
-          10-20% bayi lahir dengan ibu yang terinfeksi HIV mungkin didapatkan melalui ASI, tergantung durasi dan faktor resiko lainnya.
-          Makanan bayi,pilihan diantaranya :
ü  Tidak intervensi, menyusui dalam jangka waktu yang lama (18-24 bulan) : 35%,
ü  Tidak intervensi, menyusui dalam jangka waktu yang pendek (6 bulan) : 30%,
ü  Tidak intervensi, makanan pengganti : 20%
-          ASI eksklusif memiliki resiko transmisi HIV yang rendah daripada ASI yang dikombinasikan dengan cairan atau makanan lainnya (ASI campuran). Tetapi pemberian susu formula sangat sulit terutama di negara sedang berkembang, karena ada kepercayaan bahwa ASI harus diberikan kepada bayi, tidak ada air bersih, serta orangtua tidak mampu membeli susu formula.
-          Salah satu alternatif adalah dengan memanaskan ASI sebelum diberikan kepada bayi. Tetapi cara ini belum dilakukan secara luas.
-          Pada daerah tertentu dimana pemberian susu formula tidak memenuhi persyaratan AFASS dari WHO (Acceptable = mudah diterima, Feasible = mudah dilakukan, Affordable = harga terjangkau, Sustainable = berkelanjutan, Safe = aman penggunaannya), maka ibu HIV positif dianjurkan memberikan ASI eksklusif hingga maksimal tiga bulan atau lebih pendek jika susu formula memenuhi AFASS sebelum tiga bulan.



4)      Perawatan Ibu Sesudah Melahirkan
Semua ibu yang terinfeksi HIV dan  baru selesai melahirkan disarankan untuk dirawat di ruang  perawatan orang dewasa dan dimasukkan dalam program pengobatan.6
Yang sangat penting adalah ibu dan keluarganya harus mendapat perawatan dan pelayanan paripurna, karena merekaini sering menghadapi tekanan sosial dan medis, diantaranya :6,4
§  Bayi positif akan mengalami gangguan tumbuh kembang. Anak dengan HIV/AIDS lebih sering mengalami penyakit infeksi bakteri ataupun virus.
§  Perlakuan diskriminatif akan dihadapi anak-anak yang hidup dengan HIV/AIDS. Stigma negatif terhadap HIV/AIDS menyebabkan anak-anak dengan HIV/AIDS seringkali didiskriminasi masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya di sekolah, dan sebagainya.
§  Penelitian di beberapa negara menunjukkan bahwa anak yang dilahirkan ibu HIV positif, meskipun ibunya masih hidup, secara signifikan memiliki risiko kesakitan dan kematian yang lebih tinggi.
Komponen perawatan paripurna termasuk perawatan medis dan pelayanan pendukungnya adalah sebagai berikut :6
·          Perawatan khusus yaitu, perawatan dasar, obstetri/genokologi, anak, dan HIV
·          Pelayanan keluarga berencana
·          Pelayanan kesehatan jiwa
·          Pengobatan penyalah gunaan obat terlarang
·          Pelayanan untuk mendukung ibu agar lebih bersemangat
·          Koordinasi pelayanan dengan tatalaksana kasus untuk ibu, anak, serta anggota keluarga yang lain.
Pelayanan untuk mendukung ibu harus diatur sedemikianrupa sesuai dengan kebutuhan masing-masing ibu.6
VII.  RANGKUMAN
PMTCT (Prevention of Mother To Child Transmission of HIV) adalah suatu program intervensi untuk mencegah penularan dari ibu penderita HIV/AIDS  kepada bayinya. Penularan dari ibu yang terinfeksi HIV/AIDS kepada anaknya terjadi selama kehamilan, saat persalinan atau melalui ASI. Beberapa faktor risiko dapat meningkatkan atau  menurunkan transmisi HIV dari ibu ke bayi.
Proses PMTCT dimulai dari asuhan antenatal yaitu memberikan antiretrovirus dan memperbaiki faktor risiko ; intrapartum yaitu memberikan  antiretrovirus dan mengoptimalkan cara persalinan ; postnatal  yaitu  memberikan antiretrovirus dan memberikan pengganti ASI (bila keadaan memungkinkan).
Pelayanan pencegahan penularan HIV dari Ibu ke anak merupakan bagian pelayanan perawatan, dukungan dan pengobatan bagi pasien HIV/AIDS di Indonesia. Layanan pencegahan penularan HIV dari Ibu ke bayi diintegrasikan dengan paket pelayanan  kesehatan ibu dan anak dan layanan  keluarga berencana di tiap jenjang  pelayanan  kesehatan. 4 prong merupakan  program  komprehensif untuk mencegah transmisi dari ibu ke bayi, yaitu : 1) mencegah  terjadinya penularan HIV  pada  perempuan  usia reproduktif ; 2) Mencegah  kehamilan yang  tidak direncanakan  pada ibu HIV positif ; 3) Mencegah terjadinya penularan HIV dari ibu hamil HIV  positif ke bayi yang dikandungnya ; 4) Memberikan dukungan psikologis, sosial dan  perawatan kepada Ibu HIV positif  beserta bayi dan keluarganya.





DAFTAR PUSTAKA

  1. Romadona NF. Penyakit HIV/AIDS pada Anak. [cited 2012 21 Februari]. Available from: http://repository.upi.edu/operator/upload/pro_2011_iecs_nur_aids_pada_anakx.pdf.
  2. Fabanjo IJ. Telenursing Dalam Pelaksanaan Program Pencegahan Penularan HIV dari Ibu Ke Anak/ PMTCT. 2011 [cited 2012 21 Februari]; Available from: http://www.fik.ui.ac.id/pkko/files/.
  3. Medik DBPP. Pedoman Diagnosis Laboratorium Bayi dan Anak Usia Kurang dari 18 Bulan Terpapar HIV. In: Indonesia KR, editor. Jakarta,2009. p. 1-10.
  4. PMTCT. Besaran Masalah PMTCT. 2008. [cited 2012 21 Februari]; Available from: http://pmtct.bikinsitus.com/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=19
  5. Setiawan IM. Tatalaksana Pencegahan Penularan Vertikal dari Ibu Terinfeksi HIV ke Bayi yang Dilahirkan. Maj Kedokt Indon, Vol : 59, No: 10. 2009:489-94.
  6. CATIE, Women’s Health. HIV and Pregnancy : General Information.  [cited 2012 22 Februari]; Available from: www.catie.ca.
  7. Hoffman C, Rockstroh JK, Kamps BS. HIV Therapy in Pregnancy. In : HIV Medicine. Paris: Flying; 2007. P. 353-365.
  8. Spiritia. Pencegahan Penularan dari Ibu ke Bayi (PMTCT).  [cited 2012 21 Februari]; Available from: http://spiritia.or.id/
  9. PMTCT. Kebijakan PMTCT Indonesia. 2008 [cited 2012 21 Februari]; Available from: http://pmtct.bikinsitus.com/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=18
10.  World Health Organization. Prevention of Mother-to-Child Transmission (PMTCT) Briefing Note. Departement of HIV/AIDS, WHO. 1 Oktober 2007. P. 3-10.
  1. PMTCT. Resiko Penularan dari Ibu Ke Bayi. 2008 [cited 2012 21 Februari]; Available from: http://pmtct.bikinsitus.com/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=21
  2. PMTCT. Implementasi 4 Prong Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Bayi. 2008 [cited 2012 21 Februari]; Available from: http://pmtct.bikinsitus.com/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=31
13.  Family Health International. Preventing Mother to Child Transmission of HIV, A Strategic Framework. Arlington, University of North Carolina. 2004. p. 1-10
14.  World Health Organization. Guidance on Global Scale-up of the Prevention of Mother-to-Child Transmission of HIV. 2007. p. 2-11
15.  Department Health Republik of South Africa. PMTCT Processes And Goals of Intervention. In : Clinical Guidelines : PMTCT (Prevention of Mother-to-Child Transmission). 2010. National Department of Health, South Africa; South African National AIDS Council. P. 10-12.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar